RERUM NOVARUM - HAL-HAL BARU

Ensiklik Paus Leo XIII

“ RERUM NOVARUM”
( HAL-HAL BARU)

TENTANG KEADAAN KAUM BURUH

KEPADA SAUDARA-SAUDARA YANG TERHORMAT, PARA PATRIARK, PARA USKUP AGUNG, DAN SEMUA USKUP GEREJA KATOLIK YANG BERADA DALAM DAMAI DAN PERSEKUTUAN DENGAN TAKHTA APOSTOLIK.


PENDAHULUAN

RN. 1.Hasrat akan HAL-HAL BARU sudah cukup lama menggoncangkan bangsa-bangsa di dunia, dan dapat diperkirakan, bahwa sekali dibangkitkan, hasrat akan perombakan itu akan menjalar dari bidang politik ke libngkup ekonomi yang berkaitan dengannya.
Telah mulailah perkembangan baru di bidang industri, disertai penerapan teknik-teknik baru; terjadi perubahan-perubahan dalam hubungan antara majikan dan kaum buruh; sekolompok kecil menjadi kaya-raya, sedangkan besarlah jumlah orang yang dililit oleh kemiskinan; kaum buruh meningkat percaya dirinya dan bekerja sama lebih erat; dan akhirnya akhlak mengalami kemerosotan. Semua pergolakan itu telah menimbulkan perjuangan yang siap meledak. Kegelisahan tanpa harapan  yang menimpa jiwa sekian banyak orang menunjukkan betapa banyaklah yang menjadi taruhan. Di kalangan kaum terpelajar, dalam rapat-rapat bisnis, pada pertemuan-pertemuan populer, di lembaga-lembaga perundang-undangan, di dewan-dewan pemerintah, di mana pun orang-orang bertemu, terasalah keprihatinan mendalam tentang apa yang sedang terjadi. Sekarang ini tiada masalah yang lebih mendesak, tiada yang lebih kuat mencengkam perhatian umat manusia.
Demikianlah saudara-saudara yang terhormat, seperti pada kesempatan-kesempatan sebelum ini, ketika demi Gereja dan kesejahteraan umum kami merasa pada tempatnya menyampaikan kepada anda surat-surat tentang kekuasaan politik, kebebasan manusiawi, undang-undang dasar negara-negara yang bernafaskan Kristiani, dan pokok-pokok lain sebagainya, begitu pula sekarang kami merasa tergerakkan untuk menulis surat yang serupa tentang kondisi kaum buruh.
Sudah beberapa kali, kalau ada kesempatan, kami menyinggung masalah itu. Akan tetapi kesadaran akan jabatan apostolik kami mendesak kami untuk secara lebih penuh dan eksplisit membahasnya  dalam Ensiklik ini. Maksud kami ialah menjelaskan prinsip-prinsip untuk menghentikan dan mengakhiri perjuangan , menaggapi tuntutan keadilan serta peristiwa-peristiwa. Memang persoalannya sulit dipecahkan, dan bukannya tanpa risiko. Tidak mudah menilai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, yan gharus mengatur hubungan-hubungan antara para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya serta memasokkan modal, dan kaum buruh yan gtidak memiliki apa-apa dan menyumbangkan kerja mereka, juga orang-orang yan gmenggunakan kekerasan dan tipu-muslihat, untuk membelokkan massa dari penilaian yang tepat dan membangkitkan perpecahan dalam masyarakat. Entah bagaimana pun, jelaslah ada kesepakatan umum, bahwa kepentingan-kepentingan rakyat pada lapisan sosial terendah harus ditanggapi dengan segera, untuk menaggulangi kesulitan mereka.

RN. 2.Kebanyakan buruh terombang-ambingkan oleh nasib malang , serba lumpuh menghadapi kenyataan penderitaan yang amat menyedihkan, tanpa kesalahan mereka sedikitpun. Serikat-serikat kejuruan (“gilde”) bagi kaum pekerja zaman dulu dihapus pada abad yang lalu, tanpa digantikan oleh upaya perlindungan lain. Sementara itu sisa-sisa hidup keagamaan para leluhur disingkirkan semata-mata dari pemerintahan dan undang-undang. Akibatnya ialah: kaum pekerja sekaran gtersendirikan, tak berdaya sama sekali, menjadi bulan-bulanan perlakuan tak manusiawi oleh kaum majukan, dan sasaran tak terkendalikan orang-orang yang bersaingt. Situasi masih diperburuk lagi oleh penghisapan penuh ketamakan, kejahatan yang sudah sering dikecam oleh Gereja, tetapi dengan pelbagai cara yang licik masih tetap dijalankan juga oleh orang-orang yang rakus. Tambahan pula, pengerahan tenaga kerja dan manajemen industri serta perdagangan terpusatkan pada beberapa gelintir orang, sehingga kelompok amat kecil yang kaya-raya mampu menaruh atas bahu jumlah besar kaum buruh yang tak empunya suatu beban yang praktis sama saja dengan perbudakan.

SOSIALISME

RN. 3. Sementara menghasut kaum miskin, supaya iri terhadap para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya-raya, kaum sosialis mempertahankan, bahw ausaha untuk mengatasi kejahatan itu ialah penghapusan milik perorangan. Harta-kepunyaan perorangan harus menjadi milik bersama, ujar mereka, dan dikelola atau oleh para pejabat setempat atau pemerintah pusat. Dalam perpindahan harta-milik dari perorangan ke lingkup yang umum itu mereka yakin  telah menemukan cara mengatasi kendala-kendala ketika itu, yang akan mengantar ke pada pembagian modal dan penghasilan yang adil. Strategi mereka sama sekali tidak cocok untuk mencapi sasarannya. Kiat itu tidak mengakhiri konflik; justru akan merugikan kelas buruh. Lagi pula sama sekali tidak adil. Cara itu akan melanggar hak para pemilik yang sah, mengalihkan perhatian pemerintah dari tugas-tugas yang sesungguhnya, dan menimbulkan kekalutan dalam negara.
RN. 4.Mudah dimengerti, bahwa siapa  pun yang berbuat apa pun untuk dibayar menjalankannya terutam supaya mendapat sesuatu untuk dimiliki, menjadi kepunyaannya sendiri dan bukan milik oran glain. Ia menyewakan  tenaga dan ketrampilannya untuk memiliki apa yang dibutuhkannya guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusiawinya. Dengan bekerja untuk mendapat upah ia juga memperjuangkan haknya yang penuh dan sempurna untuk menggunakan penghasilannya menurut yang dianggapnya baik. Oleh karena itu, kalau seseoran gmengurangi pembelanjaannya untuk dihabiskan, dan menggunakan tabungannya untuk membeli ladang, ladang itulah upahnya dalam bentuk lain, dan dapat digunakannya seperti upahnya sendiri. Tepatnya wewenang atas penggunaan itulah yang dimaksudkan dengan pemilikan, entah harta-milik itu berupa sepetak tanah atau harta-benda yang ebrgerak. Oleh karena itu, bila kaum sosialis mencoba memindahkan harta-milik perorangan menjadi milik bersama, mereka memperburuk kondisi semua buruh. Dengan merebut dari buruh kebebasan untuk menggunakan upahnya, mereka juga merampas dari padanya segala harapan dan peluang untuk menambah harta-kepunyaannya dan memperbaikan keadaannya.
RN. 5. Yang bahkan lebih gawat lagi ialah, bahwa usaha yang diajukan sama sekali tidak adil, karena mempunyai milik perorangan untuk dirinya merupakan hak manusiawi berdasrkan kodrat.
Melalui refleksi ditemukan suatu perbedaan besar sekali antara manusia dan makhluk hewani lainnya. Binatang tidak mengatur diri. Ia diatur dan dikendalikan oleh dua naluri kodrati: yang satu membuatnya waspada, siap untuk menunjukkan kekuatan dan kemampuannya untuk berbuat sesuatu; naluri yang lain merangsang dan sekaligus mengatur keinginan-keinginannya. Karena naluri yang satu binatang dirangsanguntuk membela hidupnya; karena yang lain ia mengembang-biakkan spesiesnya. Untuk mencapai keuda sasaran itu melulu digunakan sarana-sarana  yang tersedia, kondisi yang mencegah perkembangan selanjutnya mana pun. Sebab binatang hanya digerakkan oleh indera-inderanya dan apa yang ditangkap oleh indera-indera itu. Kodrat manusia jauh berbeda. Setidak-tidaknya seperti makhluk-makhluk hewani lainnya ia memilikisepenuhnya dan seutuhnya kemampuan-kemampuan hewani; maka juga dapat menangkap atau merasakan hal-hal jasmani. Akan tetapi bahkan pada tarafnya tertinggi pun kodrat hewani tidak dapat membatasi hakikatmanusia, karena yang satu begitu jauh berada di bawah yang lain. Kodrat hewani diciptakan untuk tunduk dan takluk kepada hakikat manusiwai. Yang paling menonjol pada manusia dan membedakannya, serta menggolongkan manusia sebagai manusia dan menyendirikannya dari makhluk hewani ialah bahwa manusia berakalbudi. Karena manusia satu-satunya makhluk hewani yang berakalbudilah, maka harus diakui haknya bukan saja untuk menggunakan hal-hal seperti semua binatang, melainkan juga untuk mempunyai dan tetap menguasainya. Itu tidak hanya berlaku bagi hal-hal yang habis digunakan, melainkan juga bagi hal-hal yang tetap berguna selama waktu tertentu.

PEMILIKAN TETAP HARTA-BENDA BERAKAR DALAM HUKUM KODRATI.

RN. 6. Itu bahkan menjadi lebih jelas, bila kodrat manusiawi dipelajari secara lebih mendalam. Kemampuan manusia untuk memahami sejumlah hal yang lebih besar tiada taranya memampukannya menghubungkan masa sekarang dengan masa depan. Karena ia menguasai tindakan-tindakannya sendiri juga, ia mampu mengatur diri dengan prakiraanny atentang masa depan serta penilaiannya, semenetara selalu mematuhi hukum abadi,  yakni bimbingan Allah yang penyelenggaraan-Nya meliputi segalanya. Oleh karena itu ia mendukung kepentinganny asendiri, bukan saja untuk saat yang sedang berlangsung, melainkan dalam perspektif masa depan juga. Maka dari itu memang tepat dan sewajarnyalah bagi manusia juga, karena ia menyadari bahwa buimi itulah sumber untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya di masa depan. Karena kebutuhan-kebutuhan itu terus menerus kembali-hari ini dipenuhi, tetapi esok sama mendesaknya,- kodrat tentu sudah membuka bagi manusia sumber yang tetap untuk memenuinya. Sumber itu senantiasa tersedia baginya, dan dapat diharapkan, bahwa selamanya ia dapat menimab dari padanya. Hanya bumi beserta kesuburannyalah yang dapat memenuhi syarat akan tersedia untuk selamanya.
RN. 7. Penyelenggaraan negara tidak usaha ikut dipertimbangkan di sini. Manusia masih lebih tua dari negara. Sebelumada negara mana pun juga, manusia sudah menerima dari kodratnya hak untuk menyusun perencanaan bagi hidup maupun rezeki hidupnya.
Keberatan terhadap pemilikan perorangan tidak dapat didasarkan pada kenyataan, bahwa Allah mengurniakan bumi kepada segenap umat manusia untuk digunakan dan dimanfaatkan. Dengan menganugerahkan bumi kepada umat manusia pada umaumnya Ia tidak bermaksud, supaya semua orang semau mereka saja menguasainya. Sebabnya ialah karena Ia tidak memperuntukkan bagiannya mana pun kepad siapa pun khususnya. Tetapi Ia menghendaki agar soal itu diselesaikan melalui usaha manusia dan menurut adat-kebiasaan bangsa. Selain itu, betapa pun dibagi-bagikan di antara orang-orang, bumi tidak berhenti melayani kebutuhan-kebutuhan yan gumum bagi semua orang. Tak seorang pun tidak mendapat rezeki hidupnya dari hasil sawah-ladang. Orang-orang tanpa modal menyediakan jerih-payah mereka. Jadi dengan tepat dapat dikatakan bahwa umunya upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan  dan menyelenggarakan kemudahan-kemudahan hidup terdiri dari kerja, entah itu berlangsung di ladang sendiri, entah dalam suatu bentuk kerajinan; dan kerja itu mendapat upahnya, yang sumbernya tak lain ialah aneka macam hasil bumi, yang ditukarkan dengan upah.
RN. 8. Semuanya itu menguatkan bukti, bahwa pemilikan perorangan sesuai sepenuhnya dengan hakikat manusia. Kenyataannya ialah: hanya bila digarap dengan sungguh baiklah bumi menghasilkan secara melimpah apa pun yang dibutuhkan manusi auntuk melestarikan hidup dan lebih lagi unutk meningkatkan perkembangannya. Jadi, bila orang menjalankan kegiatan akalbudi dan mengerahkan tenaga badannya untuk memungut hasil-hasil alam, ia memperoleh bagi dirinya bagian sumber-sumber alam, yang dikelolanya hingga berbuah; seolah-olah ia meninggalkan pada alam meterainya sendiri dalam bentuk tertentu. Oleh karena itu memang sudah sepantasnya bagian itu sungguh menjadi miliknya, siapa pun tidak diperbolehkan melanggar hak itu entah bagaimana.
RN. 9. Yang mengherankan ialah: ada orang-orang yang tidak menyetujui argumen-argumen sekuat itu dan mencoba menghidupkanlagi anggapan-anggapan salah yang sudah lama usang. Melulu memungut berbagai hasil bumi, itu sajalah yang mereka relakan kepada orang perorangan. Mereka mentah-mentah mengingkari adanya hak apau pun untuk memiliki dengan leluasa entah tanah temapat oran gsudah mendirikan rumahnya, entah ladang yang sudah digarapnya. Mereka tidak menangkap bahwa dengan pengingkaran hak itu merkea merampas dari seseorang sebagian hasil jerih-payahnya. Sebab kondisi tanah yang digarap dengan susah-payah dan ketrampilan mengalami perubahan besar: tanah gersang menjadi produktif; tanah tidak subur membuahkan hasil. Usaha memperbaiki kondisi tanah begitu utuh berpadu dengan tanah itu, shingga melekat padanya, dan sebagaian besar sudah sama sekali tidak terceraikan dari padanya. Benarkah keadilan mengizinkan siapa pun untuk merampas dan menikmati hasil, yang oleh orang lain sudah dibasahi dengan keringatnya? Seperti akibat menyusul penyebabnya, begitu pula selayaknyalah hasil jerih-pedih menjadi milik oran gyang bersusah-payah untuknya. Maka sungguh beralsan juga, bahwa pandangan umum umat manusia sedikit pun tidak menghargai anggapan sekelompok kecil yang berbeda itu. Melalui studi mendalam tentang alam ciptaan dicapai kesimpulan, bahwa hukum kodrati merupakan dasar bagi pembagian harta-benda  dan bagi pemilikan perorangan, serta keyakinan yang mantap bahwa semuanya itu sangat selaras dengan kodrat mausia dan dengan damai serta ketenagan. Praktek telah membuktikan tepatnya kesimpulan itu dari masa ke masa. Konklusi itu dibenarkan dan dikukuhkan oleh undang-undang sipil, yang bila adil beroleh kekuatannya mengikat dari hukum kodrati. Kewibawaan Sepuluh Perintah Allah masih lebih meneguhkannya lagi, dengan melarang keras setiap keinginan akan apa yang dimiliki oleh sesama:”Jangan mengingini isteri sesamamu laki-laki atau perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu” (Ul 5:21).
RN. 10. Relevansi hak-hak semacam itu yang melekat pada manusia perorangan jauh lebih mudah dimengerti, bila hak-hak itu ditinjau dalam perspektif hubungan serta kesesuaiannya dengan kewajiban-kewajiban yang oleh hubungan kekerabatan dibebankan padanya. Pantang disangsikan, bahwa tiap orang – bila mau mengadakankeputusan tentang status hidup- bebas sepnuhnya untuk memilih antara mengikuti nasehat Kristus tentang keperawanan dan mengikat diri dengan ikatan-ikatan pernikahan. Tiada hukum manusiawi dapat menghapus hak asli kodrati manusia untuk menikah, atau entah bagaimana membatasi tujuan utama pernikahan, yang sejak semula ditetapkan oleh kewibawaan Allah: ”Beranak-cuculah dan bertambahlah banyak” (Kej 1:28). Maka muncullah keluarga, rukun hidup rumahtangga, yang kendati kecil, merupakan paguyuan yang sejati dan lebihkuno dari negara mana pun  juga; dengan kata lain, rukun hidup yang harus mempunyai hak-hak maupun kewajiban-kewajibannya sendiri, sama sekali terlepas dari negara. Maka hak atas pemilikan, yang seperti ternyata diebrikan leh kodrat kepada orang perorangan, harus ada pula pada pria sebagai kepala keluarga. Hak itu semakin kuat sejauh pribadi manusia kian berkembang dalam kelompok keluarga.
RN.11. Hukum kodrati yang keramat menetapkan, bahwa kepala keluarga wajib memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan menyediakan kemudahan hidup bagi anak-anaknya. Kodrat itu mendorongnya uga untuk mau menyediakan bagi anak-anaknya –yang mengingatkan akan pribadinya dan dalam arti tertentu memperluasnya-taraf perlindungan yang sewajarnya terhadpa kemalangan dalam perjalanan hidup yang tidak menentu. Itu hanya dapat dijalankan dengan mewariskan harta-milik yang membuahkan penghasilan kepada anak-anak sebagai ahli warisnya. Telah dikatakan bahwa keluarga itu rukun hidup yang sejati seperti negara, dan seperti negara pul memiliki sumber pemerintahannya sendiri, yakni kewenangan ayah. Asal kewenangan itu tetap berada dalam batas-batas yang digariskan oleh tujuannya yang khas, keluarga karena itu sekurang-kurangnya mempunyai hak-hak yang sama seperti negara, yakni: memiliki dan menggunakan apa pun yang diperlukan untuk kehidupan dan kebebasannya yang sewajarnya. Kami katakan: sekurang-kurangnya mempunyai hak-hak yang sama. Sejauh rumahtangga mendahului negara, baik dalam pemikiran maupun menurut kenyataan, keluarga juga harus mempunyai hak-hak maupun kewajiban-kewajiban utama, yang langsung sekali berakar dalam kodrat manusia. Penolakan terhadap negaracepat akan menggantikan keinginan akan negara, bila para warga masyarakat, keluarga-keluarga, mengalami bahwa begitu mulai menegaskan hak-hak mereka, mereka kehilangan keamanan, malahan lebih dihalang-halangi dari pada dibantu.
RN. 12. Oleh karena itu menginginkan, supaya kekuasaan negara sewenang-wenang mencampuri urusan intern rumahtangga, merupakan kesalahan yang besar dan mencelakakan. Tentu saja, bila suatu keluarga kebetulan tertimpa musibah besar, tidak berdaya dan sama sekali tidak mampu mengatasi kesulitannya, tepatlah keadaan daruratnya ditanggulangi dengan bantuan pemerintah. Sebab tiap keluarga memang sebagian dalam negara. Begitu pula, bila di lingkungan keluarga sendiri timbul perdebatan sengit tentang hak-hak timbal-balik, termasuk tugas pemerintah mendorong masing-masing pihak, agar memberikan yang semestinya kepada pihak yang lain. Dnegan bertindak demikian negara tidak merampas hak-hak warganya, melainkan justru meneguhkan dan mendukungnya sebagaimana harusnya. Akan tetapi para penguasa harus berhenti di situ. Kodrat tidak mengizinkan mereka melangkah lebih jauh. Karena asalmulanya ialah titik-awal hidup manusia sendiri, kewenangan ayah tidak dapat dihapus atau diserap oleh negara. ”Anak-anak membawa sesuatu dari ayahnya” dan dalam arti tertentu memperluas kepribadiannya. Dinilai dengan seksama, bukan dari diri mereka sendiri, melainkan karena keluarga kancah kelahiran merekalah anak-anak memasuki masyarakat dan berperanserta di dalamnya. Dan justru karena ”anak-anak menurut kodratnya membawa sesuatu dari ayahnyalah....mereka berada dalam asuhan orangtua sampai dapat menggunakan kehendak bebas mereka”[1]. Oleh karena itu, bila kaum sosialis mengesampingkan asuhan orangtua dan menggantikannya dengan asuhan negara, mereka melanggar keadilan kodrati dan membongkar ikatan-ikatan kehidupan keluarga.
RN. 13. Akibat buruk masih lebih parah lagi dari ketidak-adilan. Kekacauan dan kekalutan luar biasa akan melanda semua golongan. Langsung akan menyusul perbudakan yang kejam dan memuakkan bagi para warga masyarakat. Pintu akan lebar terbuka bagi sikap iri timbal-balik, saling menjatuhkan nama, dan perselisihan. Segala rangsangan bagi orang-orang untuk mengamalkan kreativitas dan ketrampilan mereka akan menghilang, dan sumber-sumber kekayaan menjadi kering. Impian tentang keadilan berubah menjadi kenyataan hidup sama-sama melarat dan kemerosotan  bagi semu aorang . Tidak seorang pun akan luput. Dari situ jelaslah ajaran sosialis tentang pemilikan bersama harus ditolak seutuhnya. Ajaran itu justru merugikan mereka yang hendak ditolong; menggingkari hak-hak perorangan; mengacaukan pemerintahan; mengganggu perdamaian. Kesimpulannya tidak dapat dielakkan. Siapa saja lyang hendak memperbaiki kondisi rakyat jelata harus bertolak dari asas dasar, bahwa harta-milik perorangan tidak boleh diganggu gugat. Sesudah itu ditetapkan, marilah melangkah maju untuk menjelaskan, di mana terdapat upaya-upaya yang dicari untuk menanggulangi kendala-kendala itu.

TINDAKAN GEREJA.

RN. 14. Pokok ini kami dekati penuh kepercayaan, karena memang sepenuhnya termasuk kewenangan kami. Sebab persoalan tidak dpat dipecahkan dengan baik tanpa mengacu kepad aagama dan Gereja. Karena agama dan hal-hal yang termasuk tanggung jawab Gereja terutama tercantum dalam reksa kegembalaan kami, terus mendiamkannya saja akan dipandang sebagai kelalaian menunaikan kewajiban kami. Sudah pasti di samping kami dibutuhkan pihak-pihak lain juga, untuk mengerahkan usaha-usaha mereka menanggapi persoalannya, yakni: para pejabat pemerintah, kaum majikan dan para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya, akhirnya juga mereka yang kepentingannya kami bela, rakyat yang tak empunya. Akan tetapi tanpa ragu-ragu kami tekankan, bahwa langkah-langkah mana  pun yang mau dipilih,  semuanya itu akan sia-sia kalau Gereja tidak diikutksertakan. Sudah jelas Gerejalah, yang dari ajaran Injil menimba kekuatan yang memadai untuk mengakhiri konflik, atau setidak-tidaknya meredam rasa pahitnya. Gereja jugalah yang berusaha melalui pedoman-pedomannya bukan melulu memberi penyuluhan kepada akalbudi, melainkan membimbing perihidup dan kesusilaan siapa pun juga. Gereja mengelola organisasi sangat efisien, untuk mendukung terwujudnya kondisi-kondisi yang lebih baik bagi mereka yang serba tak empunya.  Gereja mendesak semua golongan untuk bekerja sama dalam pemiiran dan tindakan untuk menghasilkan pemecahan sebaik mungkin bagi masalah-masalah kaum buruh. Gereja mempertahankan, bahwa negara harus melaksanakan kewenangannya di bidang administratif dan legislatif demi tujuan itu juga, sejauh dibutuhkan oleh situasi.

KETIMPANGAN-KETIMPANGAN DAN JERIH PAYAH KERJA TIDAK TERELAKKAN

RN. 15. Pertama perlu dikemukakan, bahwa masyarakat harus menerima kenyataan masalah-persoalan manusiawi: dalam masyarkat memang mustahil bagi rakyat di lapisan bawah untuk menyamai mereka di tingkat atas. Itu degnan gigih ditentang oleh kaum sosialis; tetapi percuma saja mereka melawan kenyataan. Memang besar dan banyaklah perbedaan-perbedaan yang de facto terdapat antara orang-orang. Tiada kesepadanan dalam bakat-kemampuan, atau ketrampilan, atau kesehatan, atau kekuatan. Dan perbedaan-perbedaan yang tak terhindari itu dengan sendirinya menimbulkan ketidak-samaan kondisi hidup. Jelasitu menguntungkan juga bagi perorangan maupun masyarakat. Sudah selayaknya masyarakat merangkum pelbagai kemampuan untuk tindakan dan dapat memanfaatkan aneka jasa-pelayanan. Orang-orang sangat terdorong juga untuk melengkapi semuanya itu dengna perbedaan-perbedaan kondisi mereka.
Berkenaan dengan kerja tangan: bahkan dalam keadaan tanpa dosa pun manusia kiranya tidak menganggur belaka. Akan tetapi apa yan gdlam keadaan itu dipilihnya karena kesenangan yang diperoleh dari padanya, sesudah ia jatuh berdosa menajdi kenyataan yang mau tak mau terpaksa ditanggungnya, sebagai pemulihan penuh kepedihan bagi dosanya:”Terkutuklah tanah karena engkau. Dengan besusah-payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu”(Kej 3:17). Begitu pula, tidka usah orang mendambakan berakhirnya warisan serba pahititu dalam hidup di dunia ini. Beban akibat-akibat buruk dosa dengan berat menindihnya, kejam dan sukar ditanggung. Tidak seorang pun dapat menghindarinya hingga akhir hidupnya. Menderita dan menanggung beban, itulah nasib manusia. Dan upaya mana pun dikerahkannya, betapa banyak pun usaha yang dijalankannya, tiada ketrampilan, tiada kekuatan mampu membebaskan masyarakat dari kondisi penuh derita itu. Siapa pun yang berlagak mampu membebaskan rakyat pada umumnya dari segala duka-derita, dan membawa damai serta hidup penuh kenikmatan yang tak pernah berkahir, berbohong besar-besaran. Ia memancangkan prospek palsu, yang hanya dpat menimbulkan ledakan kejahatan, yang malahan masih lebih dahsyat lagi dari yang diderita umat manusia sekarang. Langkah terbaik yan gdapat ditempuh ialah menerima kenyataan ringakan kesulitan-kesulitan mereka, seperti telah kami utarakan.

RN. 16. Mengenai pokok yang sedang dibahas ini, suatu kekeliruan besar ialah membayangkan, seolah-olah kelas yang satu dengan sendirinya bermusuhan dengan kelas lainnya, seakan-akan kenyataan menghadapkan para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya-raya dengan kum buruh yang tidak memiliki apa-apa untuk dengan tegar saling menentang dengan sengitnya. Gambaran itu begitu jauh dari kebenaran danakal sehat, sehingga langsung berlawanan dengan keduanya. Seperti pelbagai anggota tubuh berpadu untuk membentuk suatu keseluruhan yang begitu laras-serasi, sehingga dpat dikatakan simetris, begitu pula kodrat menetapkan, bahwa dalam negara pasangan kedua kelas itu harus berada dalam korelsi seimbang satu dengan yang lain dan menciptkan keselarasan. Kelas yang satu sepenuhnya membutuhkan yang lain: tak mungkin ada modal tanpa kerja, mustahil ada kerja tanpa modal. Keserasan  membuahkan tata0tertib dan keindahan, sendangkan konflik yang berlanjut mau tak mau menimbulkan kebiadaban dan kekacau-balauan yang tak terkendalikan lagi. Lembaga-lembaga Kristiani mempunyai kekuatan yang mengagumkandan majemuk, sehingga mampu mengakhiri konflik dan mencabut akar-akarnya.

KEADILAN

RN. 17. Dengan terus menerus mengingatkan kedua pihak akan tugas-tugas mereka satu terhadap yang lain, dan khususnya akan kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan keadilan, ajaran agama, yang penafsir dan penjaganya ialah Gereja, memang sungguh mampu mempertemukan para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya dengan orang-orang yang tak empunya. Termsuk kewajiban-kewajiban yang berdasarkan keadilan mengikat buruh tanpa milik: memenuhi dengan setia dan sepenuhnya kontrak kerja mana pun yang dibuatnya secara bebas dan wajar; tidak menimulkan kerusakan pada harta-milik, atau merugikan pribadi majikannya; menghindari penggunaan kekerasan dalam membela kepentingan-kepentingannya dan usaha-usaha menimbulkan kericuhan dalam masyarakat; menghindari pergaulan dengan orang-orang berprinsip jahat, yang menggunakan janji-janji licik tentang hasil usaha yang besar, untuk menimbulkan harapan-harapan berlebihan, yang hanyadapat berakhir dengan kekecewaan yang sia-sia belaka dan kerugian yang besar. Di pihak lain, majikan yang kaya jangan memperlakukan para buruhnya sebagai budak-budaknya, melainkan harus menghormati mereka sebagai manusia yang martabat pribadinya sederajat dengan dia, bahkan menjadi sangat luhur karena panggilan Kristiani mereka. Baik nalar kodrati maupun filsafat Kristiani sepakat, bahwa mempunyai kesibukan yang berpenghasilan tidak memalukan. Itu justru terpuji, karena memberinya penghasilan tidak memalukan. Itu justru terpuji, karena memberinya rezeki hidup yang terhormat. Yang sungguh memalukan dan melanggar perikemanusiaan yakni menyalahgunakan manusia sebagai alat mencari keuntungan dan menghargainya melulu sebagai tenaga dan sumberdaya. Ada kewajiban untuk tetap memperhatikan kebutuhan-kebutuhan keagamaan dan kesejahteraan jiwa mereka yang tak empunya. Maka majikan wajib mengusahakan, agar buruh mempunyai waktu untuk kewajiban-kewajiban  keagamaannya; agar ia jangan sampai terkena oleh pengaruh-pengaruh yang merusak dan terjerumus kedalam kesempatan berdosa; supaya ia jangan melalaikan tugas-tugas rumahtangganya dan menyimpang dari pemakaian bijaksana upah kerjanya. Lagi pula majikan jangan membebankan tugas-tugas melampai kekuatan manusia, atau yang sifatnya tidak cocok dengan usia dan jenisnya.
Akan tetapi di antara kewajiban-kewajiban utama majikan yang terpenting ialah memebri kepada semua dan setiap orang apa yang adil. Tentu saja ada banyak hal yang perlu diindahkan, bila dipertimbangkan norma upah yang adil. Tetapi jangan samapi para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya dan kaum majikan melupakan, bahwa hukum ilahi maupun manusiawi melaran gmereka memeras kaum miskin yang menderita demi keuntungan atau untuk beroleh laba dari sesama yang tak berdaya. Merampas dari oran gupah yang menjadi haknya berarti menjalankan dosa yang sungguh berat, yang berseru ke langit mengundang pembalasan. ” Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah samapi ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu” (Yak 5:4). Akhirnya para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya harus secermat-cermatnya mengusahakan, jangan sampai dengan cara mana pun merugikan tabungan –tabungan kaum buruh yang tak empunya, entah melalui paksaan, tipu muslihat, atau tindakan penghisapan. Apa lagi karena kemiskinan melumpukan mereka untuk melawan ketidak-adilan, dan karena sedikit milik yang ada pada mereka justru makin harus dianggap keramat, semakin milik itu tidak memadai.
Tidakkah barangkali kepatuhan terhadap pedoman-pedoman bertindak itu dengan sendirinya melumpuhkan kekuatan perbedaan-perbedaan tadi, dan mengenyahkan sama sekali sebab-musababnya?

CINTA KASIH

RN. 18. Akan tetapi Gereja, dengan Yesus Kristus sebagai Guru dan pemimpinnya, tiada hentinya mencari lebih dari keadilan saja. Gereja memperingatkan, bahwa dengan mematuhi pedoman yang lebih sempurnalah kelas tertentu bergabung dengan kelas lainnya dalam persaudaraan dan persahabatan yang seakrab-akrabnya. Kita tidak dapat memahami dan menilai harta-benda kehidupan di dunia ini, tanpa mempunyai visi yang jelas tentang kehidupan lain yang takkan binasa. Kalau itu kita abaikan, kita juga dan segera kehilangan citarasa keutamaan yang sejati. Segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia jasmani ini memudar dalam misteri, yang tidak terduga oleh akalbudi manusiawi. Alam kodrati dan ajaran iman Kristiani sama-sama mengajarkan kebenaran, yang merupakan landasan yang menopang seluruh pengertian tentang agama: bahwa hanya sesudah meninggalkan hidup inilah kita baru akan sungguh-sungguh mulai hidup. Bukan untuk hal-hal yang serba lalu dan dapat binasa, melainkan untuk kenyataan surgawi dan abadilah Allah menciptakan manusia. Bumi memberi kita tempat perantauan, bukan kediaman. Kelimpahan atau kekurangan harta-kepunyaan dan hal-hal lain yang disebut baik tidak penting bagi kebahagiaan kekal. Yang  paling penting: bagiamana menggunakan semuanya itu. Ketika Yesus Kristus mendatangkan penebusan melimpah bagi kita, Ia tidak membebaskan kita dari pelbagai duka-derita yang merupakan sebagian besar hidup di dunia ini. Ia mengubahnya menjadi rangsangan –rangsangan untuk keutamaan dan kesempatan bagi pahala. Jelaslah, bahwa tiada makhluk hidup di dunia ini dpat meraih harta kekal tanpa menelusuri jejak-jejak berdarah Yesus Kristus. ”Jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia” (2 Tim 2:12). Susah-payah dan kesengsaraan yang ditanggung-Nya atas kerelaan-Nya sendiri secara menakjubkan menumpulkan tajamnya segala jerih-pedih dan duka-derita. Ia mempermudah kita menanggung kesedihan, bukan hanya melalui teladan-Nya, melainkan juga berkat rahmat-Nya dan harapan akan ganjaran kekal yang ditawarkan-Nya kepada kita. ”Penderitaan ringan sekarang ini mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami” (2 Kor 4:17).
RN. 19. Oleh karena itu kaum kaya diperingatkan, bahwa kekayaan tidak mendatangkan pembebasan dari penderitaan atau bantuan untuk mencapai kebahagiaan kekal; justru lebih bersifat menghalangi kebahagiaan itu (Mat 19:23-24). Hendaklah para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya gemetar mendengarkan ancaman-ancaman Yesus Kristus yang begitu keras (Luk 6:24-25): Allah akan meminta pertanggung jawaban yang ketat atas cara mereka menggunakan harta-milik mereka.

KEUNTUNGAN YANG SEBENARNYA YANG ADA PADA KEKAYAAN.

RN. 20. Amat luhur dan penting sekali ajaran tentang penggunaan kekayaan, yang oleh filsafat ditemukan secara tak lengkap, melainkan oleh Gereja disajikan dengan jelas dan sempurna. Lagi pula Gereja menghajarkannya untuk mempengaruhi perilaku manusia dan menerangi pemiirannya. Pokok mendasar dalam ajaran itu ialah, bahwa pmeilikan kekayaan itu secara sah perlu dibedakan dari pemakaiannya yang tepat. Seperti baru saja diungkapkan, memiliki harta-benda secara perorangan merupakan hak kodrati manusia; dan melaksanakan hak itu, khususnya dalam masyarakat, bukan saja baik, melainkan sungguh perlu. ”Bukan hanya wajarlah bagi manusi amempunyai miliknya sendiri, itu bahkan dibutuhkan untuk hidup manusiawi”[2]. Dan kalau ditanyakan: ”Bagaimana milik itu harus digunakan?”, Gereja tanpa ragu menjawab: ”Tidak seorang pun berhak mengelola hal-hal bagi dirinya semata-mata; itu harus dijalankan demi kepentingan semua orang, sehingga dalam keadaan mendesak ia bersedia berbagi dnegan sesama. Itulah sebabnya mengapa Paulus menulis kepada Timoteus: ”Mengenai kaum kaya di dunia ini, ajaklah merek abermudah hati danberjiwa besar”[3]. Memang benar, tak seorang pun diperintahkannya untuk membantu sesama dari apa yang diperlukan bagi kebutuhannya sendiri dan kebutuhan rumahtangganya; atau lebih tepat, menyerahkan kepada sesama apa yang dibutuhkannya untuk menyelenggarakan mutu hidup yang layak bagi dirinya sendiri: ” Tak seorang pun boleh hidup secara tidak layak”[4].
RN.21. Akan tetapi bila kebutuhan dankelayakan hidup telah terpenuhi, ada kewajian memakai sisanya untuk meringakan beban kaum miskin. ”Berilah sedekah dari milikmu” (Luk 11:41). Itu bukan kewajiban berdasarkan keadilan, kecuali dalam keadaan sangat darurat, melainkan berdasarkan cintakasih Kristiani. Kewajiba n itu tidak usah dikukuhkan dengan hukum. Akan tetapi yang lebih utama dari hukum dan penilaian manusia ialah hukum danpenilaian Kristus, yang degan pelbagai cara menganjurkan kebiasaan memberi dengan jiwa besar:”Lebih berbahagia memberi dari pada menerima”(Kis 20:35). Kristus itulah yang akan menghakimi kebaikan hati yang ditunjukkan atau ditolak terhadap dir-Nya:”...Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”(Mat 25:40).
RN.22. Ajaran itu dapat dirangkum sebagai berikut: barangsiapa mengalami kemurahan hati Allah dan dianugerahi harta jasmani dan kekal atau harta rohani, memilikinya untuk tujuan ini: memanfaatkannya demi penyempurnaan dirinya, pun juga, selaku bendahari Penyelenggaraan ilahi, demi keuntungan sesama. ”Oleh karena itu hendaklah oran gyang memiliki bakat, jangan menyembunyikannya. Hendaklah orang yang menikmati kelimpahan menjaga, jangan sampai ia kurang bermurah hati terhadap kaum miskin. Hendaklah oran gyang terampil mengatur secara khas berusaha membagikan keterampilan itu beserta keuntungan-keuntungannya dengan sesama”[5].

MARTABAT KEMISKINAN

RN. 23. Mengenai kaum miskin Gereja jelas sekali mengajarkan, bahwa bagi Allah kemiskinan itu bukan sesuatu  yang tidak pantas, dan kewajiban bekerja untuk mencari nafkah bukan alasan untuk merasa malu. Kristus Tuhan kita meneguhkan ajaran itu dengan corak hidupNya, ketika demi keselamatan kita Dia ”yang kaya-raya menjadi miskin demi kita”(2 Kor 8:9). Ia memilih tampil dan dianggap sebagai anak tukang kayu, kendati Ia Putera Allah, dan Allah sejati; dan dengan penampilan-Nya itu Ia tidak berkeberatan melewatkan seabagian besar hidup-Nya sebagai tukang kayu. ”Bukankah Ia tukang kayu, anak Maria?” (Mark 6:3). Permenungan tentang teladan ilahi itu mempermudah pengertian, bahwa nila dan kluhuran manusia terletak pada corak hidupnya, artinya: pada keutamaannya; keutamaan merupakan pusaka-warisan umum umat manusia, mudah tercapai oleh mereka yang berkedudukan tinggi maupun rendah, mereka yang kaya maupun yang miskin; ganjaran kebahagiaan kekal hanya diperoleh melalui tindakan-tindakan keutamaan dan pelayanan, entah siapa yang menjalankannya. Agaknya kehendak Allah sendiri memang mengutamakan orang-orang yang khususnya bernasib malang. Yesus Kristus secara tegas mewartakan, bahwa kaum miskin terberkati (”Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan Allah”, Mat 5:3). Penuh kasih Ia mengundang siapa saja yang berjerih-payah dan bersedih hati untuk datang kepada-Nya, sumber penghiburan (”Marilah kepada-Ku, semua yang letih-lesu dan berbeban  berat”, Mat 11:28). Dengan hati penuh cinta Ia merangkul orang-orang rendahan yang tertindas. Pengertian akan semuannya itu pasti akan meredam kesombongan kaum kaya dan mengangkat hati orang miskin yang penuh derita, mengubah yang pertama untuk bersikap bersaudara dan yang kedua untuk mengendalikan keinginan-keinginannya. Begitulah jurang pemisah yang mudah diciptakan oleh keangkuhan akan dipersempit, dabn tidak akan sukar bagi kedua kelas, untuk dengan rela saling bersekutu dalam ikatan persahabatan.

PERSAUDARAAN KRISTIANI

RN. 24. Akan tetapi bila mereka mematuhi ajran Kristiani, yang terutama akan menyatukan mereka ialah ikatan cintakasih persaudaraan, bukan melulu persahabatan. Mereka akan merasakan dan mendalami kebenaran yang jelas, bahwa semua orang mempunyai Bapa yang sama, yakni Allah Pencipta; semua menuju ke arah Kebaikan mutakhir yan gsama, yakni Allah sendiri, satu-satunya yang mampu mengurniakan kebahagiaan yang mutlak sempurna kepada umat manusia maupun para malaikat; berkat karya Yesus Kristus semua sama-sama ditebus dan dipulihkan dalam martabat putera-puteri Allah, sehingga semuanya dihimpun menjadi satu dalam cintakasih persaudaraan, saudara-saudari satu bagi yang lain seperti juga bagi Kristus Tuhan kita, ”yang Sulung di antara sekian banyak saudara”. Kurnia-kurnia kodrati dan anugerah-anugerah rahmat ilahi yang sama menjadi milik bersama segenap umat manusia tanap pembedaan, dan hanya mereka yang tidak layak akan kehilangan warisan mereka. ”Bila kita putera-puteri, kita juga ahli waris: orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama dengan Kristus” (Rom 8:17).
RN. 25. Demikianlah rangkuman hak-hak dankewajiban-kewajiban menurut filsafat Kristiani. Bila ajaran itu memang subur, tidaklah semua pertentangan akan segera berakhir?

PENYEBARAN AJARAN KRISTIANI

RN. 26. Tidak puas dengan melulu menunjukkan jalan untuk meluruskan keadaan, Gereja sendiri mengadakan langkah-langkah pembaharuan. Gereja membaktikan diri sepenuhnya untuk mendidik para anggotannya melalui ajarannya danmembina mereka melalui tata-tertibnya. Melalui karya para uskup dan imam-imamnya Gereja berusaha menyalurkan ke segala penjuru dunia pancaran ajarannya yang menjadi sumber kehidupan. Gereja berusaha memberi penyuluhan kepada akalbudi dan bimbingan kepada kehendak orang-orang, sehingga mereka mempersilahkan diri dituntun dan dibimbing oleh tata-ajaran Allah. Itulahhalyang paling penting, karena dari padanya tergantung segala tujuan baik yang mau dicapai. Di situlah kegiatan Gereja secara istimewa efektif; sebab upaya-upaya yang kebanyakan digunakannya untuk memperngaruhi budi manusia dikurniakan kepadanya justru untuk maksud itu oleh Yesus Kristus, dan beroleh daya-gunanya dari Allah. Hanya upaya-upaya semcam itulah yang dapat menyentuh lubuk hati sanubari dan mendorong manusia untuk mengutamakan kewajibannya, mengendalikan nafsu-keinginannya, mengasihi Allah dan sesamanya dengan seutuh hati dan segenap jiwanya, dan dengan berani menyingkirkan segala-sesuatu yang menghalangi perihidup dalam keutamaan.

PEMBAHARUAN MASYARAKAT

RN. 27. Dalam hal semacam itu cukuplah melihat selayang pandang pola kehidupan di zaman dahulu. Sediit pun tiada keraguan mengenai peristiwa-peristiwa yang kami ketengahkan. Masyarakat diperbaharui dari dasar-dasarnya oleh ajaran Kristiani. Berkat pembaharuan itu umatmanusia diangkat ke arah keadaan ang lebh baik, tegasnya dipanggil kembali dari kematian kepada kehidupan. Kehidupan itu lebih sempurna dari yang pernah dikenal sebelumnya, dan sama baikny adengan kehidupan yang masih akan datang. Penyebab perdana dan tujuan akhir kurnia-kurnia itu Yesus Kristus: seglaa sesuatu berasal dari pada-Nya dan harus dikembalikan kepada-Nya. Pantang diragukan: berkat terang Injil warta Yesus Kristus Sang Allah-manusia, dan diresapi dengan iman akan Dia ajaran-Nya dan hukum-hukum-Nya. Kalau masyarakat memang membutuhkanpenyembuhan, itu hanay dapat terlaksana bila orang-orang kembalimenganut hidup dan ajaran Kristiani. Kalau masyarakat yang berantakan mau dipulihkan,titik-tolak yang  paling tepat ialah kembali kepada asalmulanya. Kesempurnaan semua perserikatan tercapai bila mereka mencari dan mencapi tujuan mereka didirikan. Itu akan terwujudkan, bila semua kegiatan sosial bersumber pada penyebab yang sama, yang melahirkan masyarakat. Oleh karena itulah meninggalkan prinsip-prinsip asali berarti menderita kehancuran, dan kembali ke prinsip-prinsip itu berarti pulihlah keutuhan. Itu berlaku bukan hanya bagi seluruh tubuh negara, melainkan juga bagi golongan warga masyarakat, yakni kebanyakannya, yang bekerja untuk mendapat rezeki hidup.

USAHA MENINGKATKAN MUTU KEHIDUPAN

RN. 28. Jangan dikira kepedulian Gereja sebesar itu akan reksa jiwa-jiwa menyebabkannya melalaikan perkara-perkara hidup di dunia yang akan direnggut maut ini. Gereja tegas-tegas menghendaki agar kaum buruh yang tak empunya mengatasi kemiskinan mereka yang begitu menekan, dan memperbaiki kondisi merkea. Dan apa yang diinginkannya, sungguh diusahakannya juga. Bahwa Gereja memanggil para warganya ke arah kutamaan dan membina mereka untuk mengamalkannya bukan bantuan yang kecil ke arah itu. Kepatuhan sepenuhnya kepad akeseluruhan tatasusila Kristiani sendiri sudah langsung mengantar kepada kesejahteraan yang lebih besar. Kepatuhan itu menggabungkan mereka dengan Allah, dasar dan sumber segala sesuatu  yang baik. Selain itu mengendalikan nafsu yang berlebihan akanharta milik jasmani serta kehausan akan kenikmatan, sepasang malapetaka yang sering merusak kebahagian manusia, bahkan yang kaya pun. ”Akar segala kejahatan ialah cinta uang”(1Tim 6:10). Kepatuhan itu mengajarkan supaya orang  puas dnegan mutu hidup yang hemat, sehingga tersedialah penghasilan dari tabungan untuk mengatai nasib malang; lagi pula kebiasaan-kebiasaan buruk yang menelan biaya yang bukan hanya sedikit melainkan besar sekali serta enghamburkan harta warisan yang besar dihindari. Tambahan pula Gereja menjalankan kegiatan langsung untuk membawa kesejahteraan kepada merkea yang tak empunya dengan mendirikan dan mengelola lembaga-lembaga, yang menurut pandangannya akan mendorong mereka mengatasi kemiskinan.
RN. 29. Dalam usaha itu Gereja selalu cukup berhasil, sehingga mendapat pujian bahkan dari musuh-musuhnya. Begitu mendalam umat Kristiani perdana saling mengasihi, sehingga banyak sekali di antara mereka yang berkecukupan mengikhlaskan kekayaan untuk menolong mereka yang berkekurangan: ”Tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka”(Kis 4:34). Para Rasul menetapkan tingkatan para diakon untuk bertugs membagikan setiap hari apa yang dibutuhkan oleh jemaat. Dan kendati beban reksa kegembalaannya tehadap semua gereja S. Paulus tidak ragu-ragu menempuh perjalanan-perjalanan penuh jerih-payah, untuk menghantarkan derma kepada umat Kristiani yang lebih miskin. Jumlah uang yang dikumpulkan oleh umat Kristiani atas mufakat bersama itu oleh Tertullianus disebut ”simpanan kebaikan hati penuh cinta”, karena ”semuany aitu digunakan seutuhnya untuk menghidupi kaum miskin bila masih hidup dan mengubur mereka bila sudah meninggal, untuk memelihara anak yatim-piatu yang miskin, budak-budak yang sudah tua, dan mereka yagn terkena musibah”[6].
RN. 30. Dengan demiian lambat-laun terbentuklah suatu warisan, yang sebagai milik kaum miskin dikelola oleh Gereja dengan cermat sekali. Selalu Gereja berusaha mengnumpulkan dana-dana untuk menolong mereka, supaya tidak usah mengalami direndahkan karena meminta-minta. Gereja bertindak sebagai ibu bagi para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya sekaligus juga bagi kaum miskin, dan mengandalkan sumber kaya cintakasih yang diciptakannya di mana-mana. Didirikannya tarekat-tarekat religius dan banyak lembaga lain yang bermanfaat, yagn dengan begitu baik menjalankan karya mereka, sehingga hampir tiada kebutuhan lagi yang tidak ditanggapi dengan bantuan. Banyak orang sekarang ini mengikuti contoh kaum kapir zaman dulu dan mempersalahkan Gereja karena menunjukkan cintaksih sebesar itu. Mereka mempertahankan, bahwa sebagai gantinya harus disediakan bantuan-bantuan untuk mendukung kesejahteraan negara. Akan tetapi tidak ada upaya manusiawi yang dapat menggantikan cintakasih Kristiani, yangtidak berpikir lain kecuali memberi pertolongan kapan pun itu dibutuhkan. Hanya Gerejalah yang memiliki keutamaan seperti itu, sebab sumbernya ialah hati Yesus Kristus sendiri. Tiada lainnya. Dan barangsiapa memisahkan diri dari Gereja merantau jauh dari Kristus.
RN. 31. Akan tetapi sudah pastilah melakukan ap ayang perlu dijalankan meminta segalanya yang ada pada kemampuan manusia. Perlulah semua yang mempunyai peranserta bekerja sekuat tenaga untuk membawa sumbangan mereka. Seperti Penyelenggaraan ilahi mengatur dunia, begitu pula di sini nyatalah, bahwa buah-hasil yang tergantung dari sejumlah faktor hanya terwujudkan, bila semua berpadu tenaga.
RN. 32. Oleh karena itu langkah berikut ialah menanyakan: dalam usaha mengatasi kendala-kendala peranan manakah yang boleh diharapkan dari tindakan negara, dengan pengertian bahwa dalam konteks ini ”negara”tidak mengacu kepada contoh-contoh praktek yang tedapat di negeri-negeri tertentu, melainkan kepada apa yang oleh nalar sehat sesuai dengan kodrat dan hikmah kebijaksanaan ilahi ditunjukkan sebagai baik. Semuanya itu telah diuraikan dnegan jelas dalam Ensiklik-ensiklik tentang pembentukan negara-negara secara Kristiani.

HAK NEGARA UNTUK BERCAMPURTANGAN

RN. 33. Tugas utama para penguasa ialah mengerahkanseluruh sistem perundangan danlembaga0lembaga untuk memberi bantuan pada umumnya maupun kepada golongan–golongan khas. Termasuk kepemimpinan negara mengusahakan, agar struktur maupun fungsi administratif negara meningkatkan kesejahteraan umum maupun perorangan. Mewujudkan itu merupakan peranan khas para penguasa. Kesejahteraan negara paling didukung bila ada tata-susila yang sehat, kehidupan keluarga yang tertib, penghargaan terhadap agama dan keadilan, sistem perpajakan yang adil, perkembangan industri danperniagaan, pertanian yang subur, dan aturan-aturan serupa, yang menurut mufakat umum akan mendukung bertambahnya kesejahteraan dan kebahagiaan para warga masyarakat. Melalui upaya-upaya itu para penguasa dapat menguntungkan golongan-golongan lain, dansekaligus banyak sekali menolong mereka yang tak empunya. Sepenuhnya termasuk kewenangan mereka bertindak demikian, dan karena berdasarkan jabatannya negara harus mengusahakan kesejahteraan umum, merkea jangan dipersalahkan terlampau banyak bercampurtangan. Semakin melimpah peluang-peluang yang muncul dari pemeritah itu, makin berkuranglah kebutuhan untuk mencoba upaya-upaya lain guna membantu kaum buruh.

PERHATIAN TERHADAP KESEJAHTERAAN UMUM.

RN. 34. Akan tetapi ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan dan dalam kaitan ini penting sekali. Tujaun satu-satunya, mengapa ada negara, merupakan tujuan bersama bagi pihak yang tertinggi maupun yang terendah di dalamnya. Menurut kodrat hak kaum buruh yang tak empunya ats kewarganegaraan sam asaja dengan hak para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya; sebab melalui keluarga masing-masing mereka termasuk anggota-anggota yagnsejati dan hidup, yang besama-sama merupakan tubuh negara. Malahan dapat ditambahkan: di tiap negara sekarang mereka jelas-jelas merupakanmayoritas. Sama sekali tidak masuk akal memerhatikan satu lapisan masyarakat, sedangkan lapisan lain diabaikan. Maka jelaslah pemerintah harus sungguh berusaha menjamin kehidupan dan kesejahteraan lapisan penduduk yang miskin. Tidak menunaikan kewajiban itu berarti melanggar keadailan, yang mewajibkan kita memberi setiap orang apa yagnmenjadi haknya. Dengan arif-bijaksana S.Tomas mengatakan:”Karena sebagiandankeseluruhan dalam arti tertentu identik, begitu pula dalam arti tertentu apa yang ada pada keseluruhan juga ada pada sebagainnya”[7]. Oleh karena itu  bukanlah tugas yang paling kecil atau paling ringan, yang ada pada para penguasa dalam mempedulikan kepentingan umum, melainkan yang perlu diutamakan terhadap segalanya, ialah menjaga tegaknya keadilan yang disebut distributif, dengan tanpa memihak memperhatikan semua dan setiap golongan masyarakat.

KEPEDULIAN TERHADAP KEPENTINGAN-KEPENTINGAN KAUM BURUH

RN. 35. Betapa pun perlunya bagi semua warga masyarakat tanpa kecuali menyumbangkan sesuatu demi kesejahteraan umum, yang dengan sendirinya menguntungkan bagi tiap orang, yan gikut menikamti sebagiannya, mustahillah bagi mereka masing-masing untuk memberi sumbangan yang sama atau dengan cara yang sama. Supaya pada umumnya saja ada negara, atau bahkan kemungkinannya dapat dipikirkan, perlu ada perbedaan-perbedaan tingkatan antara para warganya. Perbedaan-perbedaan itu tetap akan ada, betapa pun pola-pola pemerintahan silih-berganti. Selalu akan perlu menemukan orang-orang yang bersedia membaktikan diri demi masalah-persoalan umum, menyusun undang-undang, melaksanakan keadilan, dan dengan nasehat serta kewenangan mereka menjalankan urusan-urusan kenegaraan dan kepemimpinan perang. Mereka itu bertugas berperan sebagai pemimpin, dan di tiap negara layak diberi posisi terkemuka. Bagi siapa pun jelas, bahwa jerih-payah mereka merupakan sumbangan langsung dan berharga sekali bagi kepentingan umum. Selain itu ada yang berkecimpung dalam semacam bisnis. Mereka tidak mengabdi negara dengan cara yang sama dan dalam kadar yang sama, dan kendati engabdian mereka pun berharga, sifatnya kurang langsung. Akhirnya jelaslah bahwa kepentingan sosial itu terutama menyangkut nilai moral, karena harus demikian rupa, sehingga dengan berperan serta manusia menjadi lebih baik.
RN. 36. Kendati begitu suatu ciri negara yang tata-susunannya baik ialah melimpahnya harta-benda materiil, ”yang penggunaannya perlu bagi pengalaman keutamaan”[8]. Harta-benda itu tidak dapat disediakan tanpa kerja yang amat produktif, cakap dan penuh jerih-payah kaum buruh yang tak empunya, dan dipekerjakan di lahan-lahan pertanian dan di pabrik-pabrik. Di situ energi dan daya-guna mereka begitu besar, sehingga tepatlah dikatakan bahwa hanya berkat jerih-payah kaum pekerjalah negara-negara menjadi kaya. Oleh karena itu keadilan meminta dari negara, supaya memberi perhatian istimewa kepada kaum buruh yang tak empunya. Dengan demikian mereka sendiri, yang mendatangkan begitu banyak keuntungan bagi masyarakat, juga mempunyai perumahan baik dan berpakaian lengkap, lebih nyaman hidup mereka, dan berkurang  penderitaannya. Maka dari tiu perlu didukunglah upaya-upaya, yang dipandang mendatangkan dengan cara tertentu perbaikan nasib kaum buruh. Kepedulian itu sama sekali tidak merugikan pihak-pihak lain. Malahan sangat menguntungkan bagi seluruh masyarakat. Sebab penting sekalilah bagi negara, bahwa mereka sendiri, yang menghasilkan harta-benda yang begitu dibutuhkan, bagaimana pun jangan hidup dalam keadaan yang menyedihkan.

PRINSIP CAMPURTANGAN NEGARA

RN.37. Telah dikemukakan bahwa negara tidak berwenang menyerap baik orang perorangan maupun keluarga. Sejauh kesejahteraan umum tidak terancam bahaya atau orang perorangan dirugikan, keadilan menuntut kebebasan penuh untuk bertindak bagi keduanya. Para penguasa wajib mempedulikan kesejahteraan masyarakat maupun bagian-bagiannya. Masyarakat, karena kewajiban kodrati yang ada pada pemerintah untuk memeliharanya menjadikan kepedulian akankeejahteraan umum bukan hanya hukum tertinggi bagi negara, melainkan juga seluruh dan satu-satunya dasar eksistensinya. Bagian-bagiannya, karena administrasi negara harus digunakan demi kemajuan rakyat yang diperintahkan, bukan para pejabat pemerintah. Filsafat dan iman Kristiani sepakat mencapai kesimpulan itu. Karena kedaulatan memerintah berasal dari Allah dan dapat dipandang seabgai partisipasdi dalam Kedaulatan tertinggi-Nya,  pola yang harus dianut ialah kedaulatan allah, yang bagaikan Bapa mempedulikan masing-masing ciptaan seperti juga alam semesta. Oleh karena itu pemerintah harus bercampurtangan, bila kepentingan umum atau kepentingan kelompok khusus dirugikan atau terancam bahaya, asal memang itulah satu-satunya jalan untuk mencegah atau menyingkirkan kejahatan.

PENERAPAN PRINSIP CAMPURTANGAN

Pemeliharaan perdamaian dan tata-tertib sama-sama penting bagi kesejahteraan umum seperti bagi kepentingan perorangan. Tuntutannya ialah: pengaturan kehidupan keluarga seturut perintah-perintah Allah dan huku kodrati; hormat dan dukungan terhadap agama; tekanan pada keutuhan tata susila umum maupun perorangan dan keramatnya keadilan, sehingga tak seorang pun akan melukai sesama tanpa dikenai hukuman, kepedulian terhadap ”kawula muda”, sehingga mereka dapat bertumbuh cukup kuat untuk mengabdi dan bila perlu membela negara. Oleh karena itu, sekiranya adanya pemogokan atau skorsing mungkin sekali menimbulkan huru-hara, atau ikatan-ikatan kodrati keluarga diperlemah di kalangan kaum buruh, atau pengalaman agama di antara para pekerja dirugikan sebab mereka tidak diberi peluang untuk mematuhinya, atau keutuhan tata-susila terancam bahaya di pabrik-pabrik akibat percampuran semau-maunya antara kedua jenis atau praktek-praktek kejahatan yang menimbulkan peluang dosa, atau kelompok majikan menaruh beban-beban yang tak adil atas kelas buruh, atau menimpakan atas mereka kondisi-kondisi yang bertentangan dnegan martabat pribadi manusia, atau beban kerja yang terlampau berat merugikan kesehatan atau kurang mengindahkan jenis maupun umur,-dalam semua kondisi seperti itu terang dapat dibenarkan, bahwa dalam batas-batas tertentu kekuatan dan kewenangan hukum harus memainkan peranan yang jelas. Kenyataan masing-masing kasus khusus menentukan batas-batas penerapan hukum. Tetapi jelas juga, undang-undang jangan diharapkan berbuat lebih atau melangkah lebih jauh dari yang dibutuhkan untuk meluruskan apa yang salah dan mengelakkan bahaya yang mengancam.

RN.38. Hak-hak di mana pun ada harus dianggap keramat. Pemerintah hendaknya memampukan tiap oran gperorangan membela haknya dengan mengadakan pencegahan atau mengenakan hukuman pada pelanggaran –pelanggaran. Berkenaan dengan perlindungan hak-hak perorangaan, secara khas perludiperhatikan kaum miskin dan lemah. Orang-orang kaya dapat mengerahkan kekayaan mereka untuk melindungi diri dan kurang membutuhkan perlindungan negara. Tetapi massa rakyat miskin tidak mempunyai apa pun untuk membela diri, dan terutama harus tergantung dari perlindungan oleh negara. Karena para buruh tergolongkan pada massa kaum miskin, negara berkewajiban khusus untuk memelihara dan melindungi mereka.

PERLINDUNGAN BAGI MILIK PERORANGAN

RN. 39. Sekarang ini perhatian khusus perlu ditujukan kepada pokok-pokok tertentu yang penting sekali. Pokok yang pertama ialah kewajiban menggunakan kekuatan danperlindungan hukum untuk menjamin harta-milik perorangan . Dewasa ini, dengan merajalelanya keserakahan, amat perlulah membimbing massa untuk mematuhi kewajiban. Memang siapa pn boleh saja mencoba memperbaiki mutu hidupnya, asal dalam usaha itu jangan melanggar keadilan. Akan tetapi keadilan atau dalih-dalih keuntungan umum tidak mengizinkan mereka merampas milik sesama atau menyerbu harta-kekayaan sesama demi suatu keseragaman yang tak masuk akal. Tentu saja mayoritas besar kaum buruh lebih suka memperbaiki kondisi hidup mereka melalui kerja yang jujur, tanpa merugikan siapa pun. Kendati begitu tidak sedikitlah orang, yang terjerumus dalam anggapan-anggapan yang salah dan haus akan perombakan, dnegan segala upaya mencoba menghasut sesama untuk mengacau dan mendorong mereka untuk menghambat kegiatan-kegiatan kaum pengacau dan dnegan begitu melindungi kaum buruh terhadap pengaruh-pengaruh buruk, serta para pemilik harta yang sah terhadap risiko perampasan.

PEMOGOKAN

RN. 40. Jam-jam kerja yang terlalu panjang, pekerjaan yang terlalu berat, upah yang terlalu rendah, itulah biasanya alasan kaum buruh,  kalau mereka mengadakan pemogokan. Penghentian kerja itu sering menimbulkan keadaan yang sangat mengganggu, merugikan para majikan dan para pekerja sekaligus, merugikan perdagangan dan kepentingan umum, membawa ke ambang kekerasan dankekacauan dan membahayakan perdamaian. Siapa pun harus mencari cara mengatasinya. Jalan yang sungguh terbaik dan paling efektif ialah, bahwa hukum diberlakukan pada saat yang tepat sebelum kericuhan mulai, untuk mencegah supaya jangan meletus, dengan menyingkirkan sebab-musabab konflik antara para majikan dan kaum buruh.

KONDISI-KONDISI KERJA

RN. 41. Ada banyak hal semacam itu, yang pada kaum buruh menimbulkan kebutuhan akan perlindungan negara. Kepentingan rohani merekalah yang utama. Betapa pun baik dan layak diinginkan hidup di dunia ini, ini bukan tujuan mutakhir kita dilahirkan. Hidup ini jalan semata-mata, upaya untuk-melalui pengertian akan kebenaran dan cintakasih akan kebaikan – mencapai kesempurnaan kehidupan jiwa. Pada jiwa itulah dimeteraikan citra-keserupaan ilahi; di situlah terdapat kedaulatan yang dianugerahkan kepada manusia, yang mengemban titah untuk menguasai segenap alam tercipta yang lebih rendah, dan untuk memanfaatkan seluruh bumi dan laut guna memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. ”Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej 1:28). Dalam hal itu semua orang sederajat. Di situ tiada perbedaan antara kaya dan miskin, antara tuan dan hamba, antara penguasa dan bawahan: ”semuanya menjadi milik Tuhan yang sama” (Rom 10:12). Tak seorang pun tanpa mendapat hukumannya boleh melaggar martabat manusia, yang oleh Allah sendiri diperlakukan ”dengan sangat hormat”, atau merintangi kemajuan ke arah kesempurnaan, yang selaras dengan kehidupan kekal di surga.
Oleh karena itu tak sorang pun berwenang menyetujui dnegan rela perlakuan yang tidak serasi dengan kodratnya, dan menyerahkan jiwanya kepada perbudakan. Hak-hak yang dipertaruhkan tidak boleh diperlakukan semau orang sendiri. Semuanya itu kewajiban-kewajiban terhadap Allah dan harus dipatuhi dengan sesama.
RN. 42. Maka perlulah manusi aberistirahat dari kerjanya pada hari-hari libur. Istirahat itu jangan dianggap sebagai sikap mengalah kepada kemalasan; apa lagi jangan dianggap- seperti diinginkan oleh banyak orang-sebagai peluang untuk membelanjakan uang bagi tujuan-tujuan yang tidak halal. Tetapi seharusnya sungguh menjadi istirahat dari kerja, dikuduskan oleh agama. Bila dipadukan dengan agama, istirhat itu membebaskan manusia dari rutin harian kerja dan bisnis, dan memberinya keleluasaan untuk merenungkan nilai-nilai surgawi, dan memenuhi kewajiban sembah-sujud kepada Allah seabgaimana layaknya. Itulah terutama hakikat hari ketujuh untuk istirahat, dan alasannya. Itulah yang oleh Allah ditetapkan di antara hukum-hukum utama dalam Perjanjian Lama: ”Ingatlah akan hari Sabat dan kuduskanlah” (Kel 20:8). Itulah yang diajarkan-Nya dengan tindakan-Nya sendiri, istirahat penuh rahasia yang diambil-Nya langsung seusai menciptakan manusia:”Ia beristirahat pada hari ketujuh sesudah segala pekerjaan yang dilakukan-Nya” (Kej 2:2).

RN. 43. Mengenai perlindungan harta-benda duniawi, tugas utama ialah menyelamatkan kaum buruh yang keadaannya menyedihkan dari keganasan mereka yang memperlakukan manusia sebagai alat semata-mata untuk tanpa terkendali beroleh kekayaan. Jelaslah, keadilan atau perikemanusiaan pada umumnya tidak memperbolehkan orang-orang tertentu menaruh beban kerja seberat itu atas bahu sesama, samapi menumpulkan nalar dan menguras tenaga jasmani mereka. Seperti juga kodratnya, kemampuan manusia untuk bekerja terbatas, dan ada titik yang tidak boleh dilampaui. Ia dapat mengembangkan tenaganya melalui latihan dan penggunaan, tetapi hanya kalau ia mematuhi pedoman waktu yang terbatas dan sering beristirahat. Oleh karena itu perlu diusahakan, agar hari kerja jangan diperpanjang melewati batas kemampuan manusia. Berapa waktu dibutuhkan untuk istirahat tergantung dari corak kerja, keadaan waktu dan tempat, dan khususnya kesehatan para buruh. Harus ada jam-jam kerja yang lebih pendek dan sewajarnya dalam pekerjaan-pekerjaan seperti di tambang batu bara, penggalian besi dan seabgainya, sebab di situ beban kerja istimewa beratnya dan merugikan kesehatan juga. Perlu diperhitungkan pula musim-musim di sepanjang tahun, sebab sering apa yang dengan mudah dapat dijalankan pada musim tertentu menjadi mustahil sama sekali atau sangat sulit pada musim lain. Akhirnya, tidak adil juga meminta dari wanita atau anak kerja yagn tercakup dalam kecakapan pria dewasa yang kuat dan sehat. Perlu diusahakan dengan sungguh-sungguh, agar selalu dicegah jangan sampai anak-anak  dipekerjakan di pabrik-pabrik hingga mereka cukup matang akalbudi, tubuh dan watak-perangai mereka. Tuntutan terlalu dini terhadap tenaga kaum muda dapat melumpuhkan mereka, seperti rumput yang baru saja tumbuh terlampau lemah untuk diinjak-injak, lagi pula dpat menghancurkan sama sekali segala kemungkinan pendidikan. Benar juga bahwa corak-corak kerja tertentu kurang cocok untuk wanita, yang lebih cocok dnegan tugas-tugas rumahtangga. Tugas-tugas itulah yang  paling menjamin keutamaan kewanitaan mereka dan paling selaras dengan kewajiban mendidik anak-anak serta mengurusi kesejahteraan  keluarga. Pedoman umum yakni: semakin berat beban kerja, makin banyak pula perlu diberikan kesempatan istirahat dan menyegarkan tenaga: apa yang diambil oleh kerja, harus dipulihkan oleh istirahat dari kerja. Di tiap kontrak antara majikan dan kaum buruh selalu ada persyaratan-eksplisit atau implisit-bahwa perlu diciptakan kesempatan-kesempatan untuk istirahat dan penyegaran tenaga. Tiap persetujuan mana pun akan tidak adil, sebab ada kewajiban jangan pernah meminta di satu pihak, atau menjanjikan di pihak lain, supaya dilalikan saja kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah atau terhadap dirinya sendiri.

UPAH YANG ADIL

RN. 44. Pokok yang sekarang mulai diuraikan penting sekali juga. Pokok itu perlu difahami dengan sangat baik untuk tidak melanggar hak pihak yang satu maupun yang lain. Ada yang membela pendapat, bahwa- karena jenjang upah ditetapkan berdasarkan persetujuan bebas-agaknyamajikan sudah memenuhi kontraknya dengan membayar upah yang disetujui; lalu ia sudah tidak mempunyai kewajiban lain lagi; sedangkan hanya akan terjadi ketidak-adilan, bila majikan tidak membayar upah itu sepenuhnya, atau buruh tidak menjalankan tugasnya sepenuhnya. Tidka lain hanya dalam kasus-kasus itu tepatlah, bila pemerintah bercampurtangan dan menuntut masing-masing pihak untuk memebrikan apa yang menjadi hak pihak lainnya. Itu jalan pemikiran, yang tidak dapat sepenuhnya disetujui atau mudah diterima dalam pemikiran yang seimbang. Sebab tidak memperhitungkan  semua bahan pertimbangan. Dan ada satu p okok pertimbangan penting sekali, yang diabaikan belaka. Pokok itu ialah bekerja berarti menjalankan usaha untuk memperoleh hal-hal yang diperlukan guna memenuhi pelbagai kebutuhan hidup dan terutama untuk hidup sendiri: ”Dengan berpeluh engakau akan mencari makananmu” (Kej 3: 19). Jadi dapat dikatakan: kerja manusia pada hakikatnya ditandai oleh dua ciri yang khas. Pertama, kerja bersifat pribadi, sebab tenaga yang dikerahkan melekat pada pribadi yang bekerja; mak akerja seutuhnya menjadi milik pekerja dan dimaksudkan demi keuntungannya. Kedua, kerj aitu perlu, sebab manusia membutuhkan buah-hasil kerjanya untuk memelihara dirinya menurut perintah kodrat sendiri, yang harus diusahakan sungguh untuk ditaati. Seandainya perhatian hanya terbatas pad aspek pribadi saja, barangkali dapat diterima saja, bahwa pekerja bebas untuk menyetujui setiap taraf upah betapa pun kecilnya. Karena itu bekerja atas kemauan bebasnya sendiri, ia bebas menawarkan pekerjaannya untuk upah yang kecil, atau sama sekali tanpa mendapat upah.

RN. 45. Akan tetapi pendirian itu berubah secara radikal, bila aspek pribadi itu seperti semestinya digabungkan dengan aspek dibutuhkannya kerja. Sebab kendati dua aspek itu menurut teori dapa t dipisahkan, dalam praktek keduannya tidak terceraikan. Knyataannya ialah: tiap manusia wajib tetap hidup. Menyalahi kewajiban itu merupakan kejahatan. Dari situ mau tak mau muncullah hak memperoleh hal-hal yang dibutuhkan untuk memelihara hidup. Dan hanya uapah kerjanyalah yang meungkinkan manusia pada anak tangga terendah untuk mengamalkan hak itu. Oleh karen aitu biar kaum buruh dan majikan tawar-menawar semau mereka, dan khususnya dengan bebas mencapai kesepakatan tentang upah, meskipun begitu masih ada tuntutan keadilan kodrati yagn lebih luhur dan lebih asli dari tawr-menawar sukarela yang mana  pun, yakni: upah janganlah  bagaiman apun juga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani buruh yang hidup  sewajarnya dan berperilaku baik. Kalau sekiranya, karena tidak ada alternatif dan takut akan kemalangan yang lebih buruk lagi, seorang buruh terpaksa menerima kondisi-kondisi lebih kejam yang dibebankan oeh majikan atau pemborong, buruh itu korban kekerasan, yang dikecam lantang oleh keadilan.
RN. 46. Dalam keadaan-keadaan itu dan yang serupa, - misalnya pengaturan jam-jam kerja di pelbagai industri, atau upaya-upaya untuk menjamin kesehatan dan keamanan kerja-pentinglah mencegah, jangan samapi pemerintah mendesakkan diri dengan gegabah. Khususnya karena amat majemuknya situasi, tempat dan waktu, seyogyanyalah urusan-urusan itu dikhususkan untuk penilaian  serikat-serikat, yang nanti masih akan diuraikan lebih luas, atau menemukan suatu cara lain, sehingga kepentingan-kepentingan kaum buruh dapat dijamin. Pada instansi terakhir perlu diminta bantuan dan perlindungan negara.



MENINGKATKAN SEMANGAT MENABUNG

RN. 47. Kalau buruh mendapat upah yang memungkinkannya dengan longgar mencukupi kebutuhan-kebutuhannya sendiri, isteri maupun anak-anaknya, ia akan mersa mudah menabung. Kalau ia berpikir wajar, melakukan apa yang disarankan oleh kodrat sendiri, dan menghindari pembelajaan  yang berlebihan, ia dapat mencari akal untuk memperoleh sekedar harta-milik. Telah diuraikan, bahwa usaha-usaha efektif untuk menghakhiri kekacauan yang dihadapi sekarang, harus bertolak pada prinsip, bahwa hak atas milik perorangan perlu mutlak dipertahankan. Itulah sebabnya undang-undang harus mendukung hak itu dan berusaha sedapat mungkin memampukan sebanyak mungkinorang memilih dan menjalankannya. Konsekuensi-konsekuensi berharga sekali dapat diambil dari langkah-langkah itu. Yang terutama di antaranya: pembagian harta-kekayaan yang lebih adil-merata. Kekuatan-kekuatan perubahan sosial membelah negara-negara menajdi dua golongan, yang terceraikan oleh kesenjangan yang luar biasa. Di satu pihak ada kelompok yang besar sekali kekuasaannya, karena kaya-raya; kelompok itu menguasai seluruh industri dan perdagangan, mengarahkan semua upaya produksi untukmewujudkan sasaran-sasarannya sendiri, dan mampu memainkan peranserta yang cukup besar dalam pemerintahan negara. Di lain pihak terdapat golongan besar mereka yang tak berdaya, samasekali tidak memiliki sumber-sumber penghasilan, penuh rasa pahit dan selalu siap untuk memberontak. Akan tetapi, seandainya usaha-usaha rakyat digerakkan oleh harapan mendapat buah yang tersimpan dalam tanah, lambat-laun akan tercapai, bahwa kedua golongan itu makin saling mendekati, dan akan menghilang. Keuntungan tambahan ialah, bahwa semua harta-benda bumi akan tersedia lebih melimpah. Orang yang menggarap tanah yang dikenalnya sebagai miliknya sendiri, menjalankannya dengan lebih sukarela dan lebih bersungguh-sungguh. Malahan ia jatuh cinta terhadap tanah yang digarapnya, dan yang menghasilkan makanan serta kelimpahan hal0hal lain baginya beserta kaum-kerabatnya. Jelaslah betapa kehendak yang bersemangat dapat meningkatkan volume produksi  penghasilan negara. Masih ada lagi keuntungan yang ketiga. Orang lebih suka tinggal di tanah ia dilahirkan dan dibesarkan, dan berkurang kemungkinannya ia akan meninggalkannya untuk beremigrasi, bila tanah itu menyediakan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu hidupnya.
Akan tetapi satu syarat harus dipenuhi kalau keuntungan-keuntungan itu mau diperoleh, yakni: upaya-upaya perorangan jangan dikuras habis oleh perpajakan yang berlebihan. Sebab hak atas pemilikan perorangan berdasrkan kodrat, bukan hukum manusiawi. Hukum itu tidak berwenang menghapus hak itu. Yang boleh dijalankan oleh pemerintah ialah mengatur penggunaan milik sesuai dengan tuntutan-tuntutan kesejahteraan umum. Memungut dari warga perorangan dengan dalih perpajakan lebih dari yang seawajarnya melanggar keadilan dan perikemanusiaan.

RN. 48. Akhirnya, di bidang itu para majikan dan kaum buruh sendiri dapat mencapi banyak melalui lembaga-lembaga, yang pada saatnya dapat menolong mereka yang miskin dan mendorong pendekatan antar kelas. Contoh-contohnya ialah: serikat-serikat yang saling menguntungkan; pelbagai macam yayasan untuk memelihara keamanan kaum buruh serta janda-janda dan yatim-piatu mereka bila muncul keadaan darurat, penyakit dan kematian; dan organisasi-organisasi kesejahteraan yang melindungi anak-anak, kaum remaja dan orang-orang yang lanjut usia.
Akan tetapi yang paling penting ialah serikat-serikat buruh, yang sasaran-sasarannya mencakup hampir semua pokok yang telah disebutkan. Jasa-jasa yang diberikan oleh serikat-serikat kejuruan (”gilde”) di masa lampau sudah terkenal.  Serikat-serikat itu menguntungkan para anggota sendiri dan besar pula jasanya bagi pengembangan kerajinan, seperti nampak pada banyak monumen. Serikat-serikat buruh sekarang harus menanggapi tuntutan-tuntutan lebih besar, yang diajukan kepada masyarakat pada zaman pendidikan yang lebih luas ini, dan disesuaikan dengan dengan cara-cara hidup yang baru. Sungguh melegakan, bahwa di mana-mana dibentuk serikat-serikat semacam itu, oleh kaum buruh sendiri atau oleh kedua kelas bersama. Sangat diinginkan, agar serikat-serikat itu makin bsera jumlahnya dan makin efisien tata-kerjanya. Sudah beberapa kali kami membicarakannya, dan sekarang inilah saatnya menunjukkan, bahwa dengan sekian banyak keuntungannya seirkat-serikat itu mandiri, serta mengulas bagaimana serikat-serikat itu harus ditata dan manakah tugas-tugasnya.

HAK KODRATI UNTUK MEMBENTUK SERIKAT

RN. 49. Pengalaman akan kelemahannya sendiri mendesak dan sekaligus mendorong manusia utnuk memadukan kekuatannya dengnadaya kemampuan sesamanya. Menurut Kitab Suci: ”Berdua lebihbaik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih-payah merkea. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengankat temannya, tetapi wahai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!” (PKH 4:9-10); dan di lain nas: ”Saudara yang dibatnu oleh saudaranya ibarat baluarti: teman-teman ibarat penopang kehidupan” (Ams 18:19). Seperti manusia dituntun oleh kecenderungan alaminya untuk bersekutu dengan sesama dalam negara, begitu pula ia merasa beruntung bergabung dengan rekan-rekannya di aneka serikat lainnya, yang kendati kecil dan tidak mandiri namun merupakan perserikatan yang sesungguhnya.
Karena bermacam-macam sasarannya yang langsung, terdapat banyak perbedaan antara serikat-sreikat itu dan masyarakat besar yang disebut negara. Tujuan, mengapa ada negara, menyangkut semua warga masyarkaat sebagai keseluruhan, sebagab mencakup kesejahteraan umum- dalam kesejahteraan itu semua dan setiap orang berhak ikut serta dalam tingkatan yang serasi. Masayarakat itu disebut serikat umum, karena di situ orang 0orang bergabung untuk membentuk negara [9]. Sebagai tandingannya serikat-serikat yagn dibentuk di dalam neara disebut swasta, dan itu memang tepat, karena tujuannya langsung ialah kepentingan khusus para anggotanya sendiri.
RN. 50. Serikat swasta ialah persekutuan yang dibentuk untuk mencapai sasaran-sasaran privat, ”seperti bila dua atau tiga orang mementuk persekutuan untuk berdagang bersama” [10]. Meskipun serikat-serikat swasta berada di dalam negara sebagai bagiannya, negara tidak berwenang menyusun peraturan umum melawan keberadaan merkea. Berdasarkan hukum kodratlah orang-orang boleh masuk anggota serikat-serikat swasta dan demi membela undang-undang, bukan untuk menghancurkannyalah negara dibentuk. Kalau negara melarang para warganya membentuk pesekutuan, jelas negara memerangi diri sendiri; sebab baik negara maupun serikat-serikat swasta lahir dari satu prinsip yang sama, yakni menurut kodranya manusia dapat bersekutu.
RN. 51. Ada  kesempatan-kesempatan bila undang-undang dengan tepat bercampurtangan melawan serikat-serikat swasta, misalnya kalau ada di antaranya yang menjalankan kebijakan-kebijakan, yang sama sekali berlawanan dnegan kejujuran, keadilan dan kepentingan negara sendiri. Dalam kasus-kasus seperti itu pemerintah boleh secara adil mencegah pembentukan serikat-serikat dan membubarkannya bila ada. Akan tetapi perlu sungguh diusahakan, agar hak-hak para warganegara jangan samapi kehilangan makna; jangan sampai pula disusun peraturan-peraturan tidak wajar dengan dalih kepentingan umum. Sebab hukum-hukum hanya boleh ditaati, bila selaras dengan akal sehat dan hukum abadi Allah.
RN. 52. Di sini kami kenangkan berbagai persekutuan, serikat-serikat dan ordo-ordo religius, yang didirikan atas kewenangan Gereja dan kehendak kududs umat Kristiani. Sejarah mengisahkan, betapa banyak mereka telah berjasa bagi umat manusia samapi sekarang ini. Ditinjau melulu dalam terang akalbudi, jelaslah serikat-serikat semacam itu dibentuk berdasarkan hak kodrati, karena tujuan-tujuan mengapa mereka didirikan  serba baik. Sejauh menyangkut perkara-perkara religius, hanya terhadapa Gereja sajalah mereka bertanggung jawab. Oleh karena itu para pemimpin negara tidak mempunyai dasar yang tepat untuk menuntut hak mana pun juga atas mereka, atau bercampurtangan dalam kepemimpinan mereka. Malahan justru termasuk tugas negara membela dan membantu mereka, dan melindungi mereka terhadap musibah, bila mereka membutuhkan  perlindungan. Akan tetapi apa yang telah terjadi, khususnya pada zaman sekarang ini, jauh berlainan dengan itu. Dnegan memabwahkan mereka kepada undang-undang sipil, menolak status mereka sebagai badan, dan menyita hak-milik mereka negara di banyak tempat telahmenyerang persekutuan-persekutuan semacam itu dan sering sekali memperlakukan mereka dengan tidak adil. Gereja mempunyai hak ats harta milik itu, begitu pula para anggota serikat-serikat, orang-orang yang membekali mereka dengan dana-dana untuk mencapai tujuan-tujuan mereka, dan orang-orang yang beruntung karena mereka didanai. Kami tidak dapat mendiamkan keberatan kami terhadap perampasan yang begitu bertentangan dnegan keadailan dan begitu jahat. Apa lagi kami mempunyai alasan untuk menyampaikan keluhan kami, karena undang-undang memaklumkan kebebasan untuk membentuk serikat, padahal undang-undang justru melarang serikat-serikat orang-orang Kristiani, dan menolak-kepada mereka, para pembawa damai yang hanya mau mengusahakan kesejahteraan umum, apa yang diizinkan dengan rela kepada pihak-pihak lain, yang sasaran-sasarannya merugikan bagi agama maupun negara.
RN. 53. Persekutuan-persekutuan yang begitu bermacam-ragam dan khususnya serikat-serikat buruh sekarang ini lebih lazim dari pada sebelum ini. Di sini bukan tempatnyalah menyelidiki asal usul kebanyakan, sasaran-sasaran mereka, atau metode-metode yang mereka gunakan. Banyak sekali bukti yang menguatkan pandangan, bahwa banyak serikat dikendalikan oleh pemimpin-pemimpin rahasia dan disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang menyimpang dari prinsip-prinsip Kristiani dan kepentingan masyarakat. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk memastikan, agar orang-orang yang tidak mau bergabung dengan mereka kehilangan rezeki. Dalam situasi itu kaum buruh Kristiani hanya menghadapi dua alternatif: mereka dapat bergabung dengan serikat-serikat itu dan sangat membahayakan agama mereka; atau dapat membentuk serikat mereka sendiri, dan dengan kekuatan terpadu membebaskan diri dengan berani dari ketidak-adilan dan penindasan yang tidak tertanggung itu. Bahwa alternatif deualah yang harus dipilih, tidak dapat disangsikan oleh mereka yang tidak ingin menyaksikan kepentingan manusia yang paling luhur terancam oleh bahaya yang begitu besar.

RN. 54. Sangat terpujilah banyak orang Katolik yang mengumpulkan informasi, melihat apa yl ang dibutuhkan, dan berusaha belajar dari pengalaman: melalui upaya-upaya terpuji manakah mereka barangkali mampu membantu kaum buruh yang  tak empunya untuk meningkatkan mutu hidup mereka. Mereka ikut memperjuangkan nasib kaum buruh, berusaha menaikkan penghasilan keluarga-keluarga dan orang-orang perorangan, memasukkan keadilan ke dalam hubungan-hubungan antara kaum buruh dan para majikan, dan meneguhkan di antara kedua golongan itu sikap hormat terhadap kewajiban dan ajaran Injil; sebab ajaran itu menanam sikap mengendalikan diri, melarang tindakan yang berlebihan, dan menjamin keselarasan dalam negara antara orang-orang dan organisasi-organisasi yang kondisinya begitu bermacam-ragam. Ada tokoh-tokoh terkemuka, yang berkumpul untuk saling belajar mengenai soal-soal itu dan menghimpun daya-tenaga mereka untuk seefektif mungkin menangani masalah-masalah itu. Ada juga yang mendorong berbagai kelompok buruh untuk membentuk serikat-serikat yangberguna, menasehati mereka, memberi mereka pertolongan praktis dan membantu mereka mendapat pekerjaan yang cocok dnegan upah yang memadai. Para uskup menyatakan kehendak baik dan memebrikan dukungan mereka. Atas kewenangan dan di bawah bimbingan mereka banyklah imam, diosesan maupun religius, yang dengan tekun melayani kepentingan-kepentingan rohani para anggota serikat-serikat itu. Juga tidak kuranglah bantuan yang diebrikan oleh orang-orang Katolik yang kaya. Banyaklah yang dengan sukarela bergabung dengan kaum buruh, dan membelanjakan dana-dana cukup besar untuk mendirikan serta memperluas serikat-serikat persaudaraan, yang mempermudah buruh memperoleh melalui kerjanya bukan hanya keuntungan-keuntungan untuk sekarang ini, melainkan juga persediaan nafkah yang mencukupi bagi hidup mereka di kemudian hari. Betapa banyak urusan-urusan sosial telah terbantu berkat kegiatan-kegiatan yang begitu bermacam-ragam dan bersifat sukarela, sudah terlalu banyak diketahui, sehingga tidak usah ditekankan lagi. Serikat-serikat itu memberi dasar bagi harapan untuk masa mendatang, asal terus berkembang dan dipimpin dengan bijaksana. Sudah seharusnya negara melindungi serikat-serikat itu serta hak-hak yang mereka perjuangkan, tetapi jagnan ikut mencampuri penyelenggaraan urusan-urusan mereka sendiri. Sebab semangat yang menggerakkan untuk hidup dan bertindak dipupuk dari dalam, dan kekuatan dari luar cukup mudah menghancurkannya.

HAK UNTUK MENEGATUR DIRI

RN. 55. Serikat harus mempunyai organisasi yagn selaras dan tata usaha yang cermat, kalau hendak mencapai prosedur tindakan ylang disepakati danperpaduan kehendak. Karena para warga masyarakat berwenang berhimpun dengna bebas dalam serikat-serikat, mereka selayaknya pula berhak memilih dengan bebas, bagaiman akan menyelenggakan urusan-urusan mereka dan menyusun anggaran dasar, supaya seefektif mungkin mencapai tujuan-tujuan yang mereka idamkan.
RN. 56. Pada hemat kami tidak mungkin menggariskan secara rinci pedoman-pedoman bagi tata-susunan dan penyelenggaraan serikat-serikat yang mandiri itu. Semuanya itu sebagian besar hendaklah ditetapkan dalamterang pertimbangan yang seksama tentang ciri-ciri nasional, pengalaman masa silam, sifat maupun daya-guna kerja yang hendak dilaksanakan, tahap perkemabgan ekonomi, dan banyak faktor lainnya yang khas bagi waktu dan tempat tertentu. Yang di sini mungkin ialah merumuskan kaidah yang umum yang senantiasa berlaku, yakni; tata-susunan dan penyelenggaraan serikat-serikat buruh yang mandiri harus memampukan serikat-serikat mewujudkan maksud-maksudnya dengan amat lancar dan selengkapnya, dan dengan demikian mendatangkan bagi para anggotanya peningkatan kesejahteraan fisik danrohani yang setinggi mungkin, serta membuka peluang untuk mempunyai milik. Jelaslah penyempurnaan iman dan kesusialan harus dipandang penting sekali, dan terutama itulah semestinya tujuan penyelenggaraan urusan-urusan serikat. Kalau serikat-serikatdiselenggarakan secara lain, niscaya akan merosot, dan menyerupai serikat-serikat lain, yang menutupi diri bagi agama. Apakah faedahnya bagi manusia, melalui serikatnya mendapat persediaan harta-benda jasmani yang melimpah, kalau jiwanya terancam bahaya karena kelaparan makanan rohani? ”Apa gunanya seorang  memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” (Mat 16:26). Kristus Tuhan mengajarkan kepada kita, bahwa itulah ciri yang membedakan orang Kristiani dari orang yang tak beriman:”Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah...Tetapi carilah dulu Kerajaan Allah dan kebnarannya, mak asemuanya itu akan ditambahkan kepadamu”(Mat 6:32-33). Oleh karena itu, bertumpu pada Allah hendaklah serikat-serikat membuka peluang yang luasa untuk pelajaran agama bagi para anggotanya, untuk menanam di hati merkea kesadaran yang mendalam akan kewajiban mereka terhadapa Allah- apa yang harus mereka imani, apa yang harus mereka harapkan, dan apa yang harus merkea lakukan demi keselamatan kekal mereka. Khususnya perlu sungguh diusahakan untuk mempersenjatai mereka melawan pandangan-pandangan yang sesat dan orang-orang jahat, yang mau membujuk mereka meninggalkan jalanmereka yang benar. Buruh hendaklah didorong untuk bersembah sujud kepada Allah, dan sepenuh hati mengamalkan agamanya, dan khususnya memathui hari-hari kudus. Hendaklah ia diajak menghoramati dan mencintai Gereja, Bunda kita bersama. Hendaklah ia mematuhi ajaran-ajarannya dan sering menerima sakramen-sakramen, upaya-upaya ilahi untuk menghapus cemar-cemar jiwa dan menyiapkannya bagi hidup yang kudus.

FUNGSI-FUNGSI KEWAJIBAN-KEWAJIBAN DAN HAK-HAK SERIKAT-SERIKAT

RN. 57. Bila serikat mendasarkan hukum-hukumannya pada agama, dapat denganmudah menjalin hubungan-hubungan timbal-balik antara para anggotanya, yang menjamindamai dan kesejahteraannya. Jabatan-jabatan harus ditata sedemikian rupa sehingga paling mendukung tujuan bersama, sedangkan secara khas diusahakan, agar perbedaan-perbedaan jangan menimbulkan perpecahan, serta kewajiban-kewajiban dibagi-bagikan dengan arif dan ditentukan dengan jelas. Kalau itu tidak dijalankan, orang-orang perorangan akan dirugikan. Dana-dana umum harus dikelola dengan cermat, dan bantuan untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan perorangan harus ditetapkan sebelumnya. Hak-hak serta kewajiban-kewajiban para majikan harus diselaraskan denganbaik dengan hak-hak dankewajiban-kewajiban kaum buruh. Sekirannya seorang anggota salah-satu dari kedua kelompok itu merasa dirugikan, tidak ada cara lebih baik baik dari pada bahwa hukum-hukum serikat mengatur penunjukan panitia terdiri dari orang-orang yang jujur dan bijaksana, anggota-anggota serikat, yang penilaiannya akan menyelesaikan masalah. Amat pentinglah juga menyediakan pekerjaan-pekerjaan yang tiap saat mudah didapat, serta dana-dana yang tersedia untuk meringankan kebutuhan-kebutuhan orang-orang perorangan bila terjadi musibah kerja,, ada yang sakit, berusia lanjut dan hal-hal lain mana pun yang menimbulkan tekanan.
RN. 58. Penggunaan upaya-upaya itu dengan rela akan memungkinkan serikat-serikat Katolik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kaum miskin dengan cara yang tepat dan memadai, dan memberi bantuan yang diinginkan bagi kesejahteraan negara. Bukannya tergesa-gesa merencanakan mas adepan dalam terang pengalaman masa lampau. Zaman mengalami perubahan, tetapi layak dicatat, betapa dalam banyak hal kondisi=kondisi tetap sama, karena Penyelenggaraan Allah mengatur segalanya. Ia mengemudikan rangkaian peristiwa-peristiwa, dan menjuruskannya ke arah tujuan yang diteatpkan-Nya ketika menciptakan umat manusia. Ada yang mengatakan, bahwa pada masa awal Gereja merupakan kecaman bagi umat Kristiani, bahwa mayoritasnya harus hidup tanpa kepastian dengan kerja tangan atau meminta-minta uang sepeser. Akan tetapi sungguhpun tidak memiliki kekayaan atau kekuasaan, mereka dikasihi oleh para pemilik modal yang kaya dan didukung oleh kaum berkuasa. Mereka nampak penuh energi, bekerja keras, cinta damai, berpegang teguh pada keadilan dan terutama menghayati cintakasih, sehingga layak menjadi teladan. Menghadapi pola hdiup dan perilaku itu enyahlah semua prasangka, kecaman mereka yang berkehendak buruk bungkam, dan kebohongan takhyul yang sudah kuno lambat-laun digantikan dengan kebenaran Kristiani.
Kondisi kaum buruh merupakan persoalan masa kini. Dengan suatu cara atau lain, rasional atau tidak, masalah itu akan ditanggapi. Manakha jalan yang ditempuh penting sekali bagi negara. Kaum buruh Kristiani denganmudah dapat menyelesaikan soalnya dengan membentuk serikat-serikat, memilih pemimpin-pemimpin yang bijaksana, dan menempuh jalan yang sama seperti yang dioalui oleh buruh-buruh di masa lampau sehingga mereka sendiri dan seluruh masyarakat mendapat mangaatnya yang khas. Meskipun prasangka dan keserakahan barangkali sangat kuat, kalau citarasa kebenaran tidak dengan engaja dan jahat dicekam, kehendak baik para warga masyarakat secara spontan lambat-laun akan bersikap  terbuka bagi mereka yang ternyata bersungguh-sungguh dan menguasai diri, dan mengutamakan keadilan terhadap keuntungan serta keramatnya kewajiban terhadap apa pun lainnya. Keuntungan lain yang boleh diharapkan dari cara bertindak begitu ialah harapan dan peluang bagi perihidup lebih baik yang akan terbuka bagi kaum buruh, yang merasa diperlakukan dengan cara yang berlawanan belaka dengan perikemanusiaan oleh para majikan yang serakah, dan menganggap mereka tidak lebih dari sekian banyak alat untuk meraih keuntungan; sedangkan kalau mereka menjadi anggota serikat, serikat itu pada intinya tidak mempunyai cintaksih danrasa sayang, dan terpecah-belah akibat pergolakan intern, yang selalu menyertai kesombongan dan kemiskinan penuh rasa curiga. Betapa banyaklah orang yang patas semangat, kehabisan tenaga, ingin membebaskan diri dari perbudakan dan penghinaan!Akan tetapi kendati keinginan mereka kuat, harga diri atau rasa takut akan kelaparan masih menahan mereka. Serikat-serikat buruh Katolik yang mandiri dapat berjasa besar sekali bagi mereka semua, kalau mau mengundang mereka yang masih bimbang itu, untuk berpadu tenaga mencari pemecahan bagi kesulitan-kesulitan mereka, dan akan menerima mereka dalam iman, dengan bantuan dan penghiburan, kalau mereka bergabung.

KESIMPULAN

RN. 59. Anda mengetahui, Saudara-saudara yang terhormat, siapakah mereka yang harus bekerja keras untuk memecahkan persoalan yang sulit sekali ini, dan bagaimana mereka harus bertindak. Tiap orang harus menyingsingkan lengan baju untuk peranannyadalam tugas itu, dan bertindak dengan cekatan untuk mencegah penundaan, supya situasi yagn sudah begitu parah jangan malahan sama sekali mustahil diatasi. Para penguasa negara hendaklah menggunakan undang-undang dan lembaga-lembaganya. Para pemilik upaya-upaya produksi yang kaya dan para majikan harus mengindahkan kewajiban-kewajiban mereka. Kaum buruh yang tak empunya sendiri hendaklah menjalankan usaha-usaha yang halal di bidang yagn terutama termasuk urusan mereka. Karena-seperti pada awal kami tegaskan-hanya agamalah yang mampu mencabut kejahatan hingga akar-akarnya, semua orang hendaknya diyakinkan, bahwa pertama-tama mereka harus membaharui tata-susila Kristiani. Kalau itu tidak dilaksanakan, bahkan upaya-upaya paling bijaksana yang dapat direncanakan untuk menanggapi situasi pun akan gagal mencapai tujuannya.
Mengapa Gereja, entah kapan dan dalam situasi mana pun juga, bantuannya tak pernah akan dicari dengan sia-sia. Mereka yang bertanggungjawab atas kesejahteraaan umum hendaknya memahami, bahwa makin Gereja diberi keleluasaan, makin tindakannya akan efektif juga. Para imam hendklah mengerahkan segala kemampuan akalbudi dan segenap kekuatan jasmani mereka. Karena bertindak di bawah kewenangan Anda dan diilhami oleh teladan Anda, Saudara-saudara yagn terhormat, jangan pernah mereka berhenti menyajikan ke hadapan orang-orang dari golongan mana pun pola hidup yang dipaparkan oleh Injil. Mereka hendaknya berkarya sedapat mungkin demi kesejahteraan rakyat, khususnya melalui usaha-usaha yang tekun untuk menyuburkan dalam diri mereka dan mengilhamkan kepada sesama pelaksanaan cintakasih, ratu dan yang perdana di antara semua kutamaan. Sebab memang terutama dari kelimpahan cintakasihlah boleh diharapkan buah-hasil yang diinginkan . Yang kami maksudkan cintakasih Kristiani, keutamaan yang merangkum seluruh hukum Injil. Cintakasih itulah yang menjadikan manusia senantiasa dan sepenuhnya bersedia untuk mengorbankan diri demi kesejahteraan sesama. Cintakasih itu jugalah lpenawar yang paling efektif untuk menanggulangi kecongkakan duniawi dan cintadiri yang tak teratur. Cintakasih itulah yang dikemukakan oleh Rasul Paulus dengan kata-kata berikut, untuk mencetuskan peranan dan keserupaan ilahinya. ”Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungannya sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidak-adilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala-sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala-sesuatu, sabar menanggung segala-sesuatu” (1 Kor 13:4-7).
RN. 60. Sebagai jaminan kerahiman Allah dan lambang kehendak baik kami terhadap Anda semua dan masing-masing, Saudara-saudara yang terhormat, dan terhadap klerus serta umat Anda, kami sampaikan penuh kasih berkat apostolik dan Tuhan.
RN. 61. Diterbitkan di Basilika S. Petrus, di Roma, pada tanggal 15 Mei tahun 1891, pada tahun keempat belas masa kepausan kami.


PAUS LEO XIII.



[1] S. Tomas,, Summa Theol. II-II, q.10, a.12.
[2] S. Tomas, Summa Theol.II-II, q.66,a.2.
[3] S. Tomas, Summa Theol., ibidem.
[4] S. Tomas , Summa Theol, II-II, q.32, a.6.
[5] S. Gregorius Agung, Evang. Hom.(Homili tentang Injil) IX n.7.
[6] Apologia II, 39.
[7] Summa Theol.II-II,q.61, a.1, ad 2.
[8] S.Tomas, “De Tegimine Principun” (tentang pemerintahan para pemimpin), I,xv.
[9] S. Tomas Akuino, “Contra impugnantes Dei cultum et religionem” (melawan mereka yagn memerangi ibadat kepada Allah dan agama), bab II.
[10] Ibidem.