CONVENIENTES EX UNIVERSO - BERHIMPUN DARI SELURUH DUNIA


AMANAT SINODE PARA USKUP
DI ROMA TAHUN 1971


“CONVENIENTES EX UNIVERSO”
(BERHIMPUN DARI SELURUH DUNIA)

TENTANG KEADILAN DI DUNIA

PENDAHULUAN

1. Kami yang BERHIMPUN DARI SELURUH DUNIA, dalam persekutuan dengan semua yang beriman akan Kristus dan dengan segenap keluarga manusia, dengan hati yang terbuka bagi Roh  yang membaharui seluruh alam tercipta, bertanya diri tentang perutusan umat Allah untuk memajukan keadilan di dunia.

Jaringan Dominasi

2. Kami menyelidiki “tanda-tanda zaman” dan mencoba menggali makna sejarah yang sedang berlangsung. Sementara itu kami pun mempunyai aspirasi-aspirasi dan pertanyaan-pertanyaan yagn ada pada mereka semua, yang hendak membangun dunia yang lebih manusiawi. Kami telah mendengarkan sabda Allah, supaya mengalami pertobatan untuk memenuhi Rencana ilahi demi keselamatan dunia.

3. Kendati bukan tugas kami mengembangkan analisis yang amat mendalam terhadap situasi dunia, kami mampu menangkap adanya pelbagai pelanggaran serius terhadap terhadap keadilan. Pelanggaran-pelanggaran itu di seluruh dunia sedang membentuk jaringan dominasi, penindasan dan penyalahgunaan, yang mencekik kebebasan dan menghalangi sebagian terbesar umat manusia, sehingga tidak mampu berperan-serta membangun dan menikmati masyarakat yang lebih adil dan lebih bersifat persaudaraan.

Perjuangan demi Pembebasan.

4. Sementara itu kami merasakan adanya gejolak batin yang menggerakkan dunia secara mendalam. Ada kenyataan-kenyataan yang ikut menyumbang bagi pengembangan keadilan. Dalam pelbagai perserikatan antar manusia maupun antar bangsa sendiri timbullah kesadaran baru, yang menggoncangkan dan membagunkan mereka dari tiap sikap menyerah kepada takdir, serta mendorong mereka membebaskan diri dan bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri. Muncullah gerakan-gerakan, yang mencetuskan harapan akan dunia yang lebih baik serta tekad untuk merombak apa pun yang sudah tidak tertanggung lagi.



Keadilan Termasuk Pewartaan Injil.

5. Kami dengarkan jeritan mereka yang menderita akibat kekerasan serta ditindas oleh sistem-sistem dan struktur-struktur yang tidak adil. Kami dengar pula tantangan dunia, yang karena kejahatannya melawan Rencana Penciptanya. Kami salurkan kesadaran kami akan panggilan Gereja untuk hadir di tengah dunia dengan menyiarkan  warta gembira kepada kaum miskin, kebebasan kepada kaum tertindas, dan kegembiraan kepada mereka yang berduka –cita. Harapan-harapan dan kekuatan-kekuatan yang sedang menggerakkan dunia secara mendasar sekali tidak asing bagi dinamisme Injil, yang dengan kuasa Roh Kudus membebaskan manusia dari dosa pribadi beserta konsekuensi-konsekuensinya dalam kehidupan sosial.

6. Ketidak-pastian sejarah dan bertubinya keadaan yang serba menyedihkan pada jalan menanjak yang ditempuh oleh umat manusia mengarahkan kita kepada sejarah keselamatan. Di situ Allah telah mewahyukan Diri kepada kita, dan memaklumkan-sementara dilaksanakan secara berangsur-angsur-Rencana-Nya untuk membebaskan dan menyelamatkan kita, yang sekali untuk selamanya telah terpenuhi dalam misteri Paska Kristus. Kegiatan demi keadilan dan partisipasi dalam perombakan dunia bagi kami nampak sepenuhnya sebagai dimensi hakiki pewartaan Injil, atau dengan kata lain, perutusan Gereja demi penebusan umat manusia serta pembebasannya dari tiap situasi penindasan.

I
KEADILAN DAN MASYARAKAT SEDUNIA

Kekuatan-kekuatan yang Mendukung Kesatuan.

7. Dunia gelanggang kehidupan dan karya-kegiatan Gereja, tercengkam oleh paradoks yang luar biasa. Sampai sekarang belum pernah kekuatan-kekuatan untuk membangun masyarakat sedunia yang bersatu nampak begitu dahsyat dan dinamis. Daya-daya itu berakar dalam kesadaran akan kesetaraan dasar yang sepenuhnya maupun akan martabat manusiawi semua orang. Karena semua termasuk anggota keluarga manusia yang sama, mereka saling terikat secara tak terceraikan dalam satu nasib seluruh dunia, dan semua sama-sama bertanggung jawab atas nasib itu.

8. Kemungkinan-kemungkinan teknologi baru bertumpu pada kesatuan ilmu-pengetahuan, pada sifat duniawi dan serentak komunikasi, dan pada lahirnya dunia ekonomi bercirikan sifat saling tergantung yang mutlak. Lagi pula mulai dimengerti adanya dimensi kesatuan yang baru dan lebih radikal. Sebab orang-orang memahami bahwa sumber-sumber daya mereka , lagi pula kekayaan udara dan air yagn begitu berharga-syarat mutlak bagi adanya kehidupan-serta atmosfir kehidupan yang begitu terbatas dan rawan, yang melingkupi seluruh tata-tingkatan kehidupan di dunia, bukan tidak terbatas, melainkan sebaliknya perlu diselamatkan dan dilestarikan sebagai satu-satunya pusaka –warisan-milik segenap umat manusia.


Kekuatan-Kekuatan yang Menimbulkan Perpecahan.

9. Paradoks terletak pada kenyataan, bahwa sekarang ini di dalam perspektif kesatuan itu kekuatan-kekuatan perpecahan dan pertentangan agaknya makin bertambah kuat. Perpecahan di zaman kuno antara bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan, antara suku-suku dan berbagai lapisan rakyat, sekarang memiliki upaya –upaya teknologi baru untuk menimbulkan kehancuran. Perlombaan senjata mengancam kekayaan terluhur manusia, yakni kehidupan. Persaingan itu menjerumuskan bangsa-bangsa dan orang-orang perorangan yang miskin ke dalam kondisi yang lebih menyedihkan lagi, sedangkan mereka yang sudah berkuasa malahan makin kaya. Perlombaan itu tiada hentinya menciptakan bahaya perang, dan perihal senjata nuklir, merupakan ancaman penghancuran seluruh kehidupan di muka bumi. Sementara itu timbullah pelbagai perpecahan baru, untuk memisahkan manusia dari sesamanya. Kalau tidak diperangi dan diatasi melalui kegiatan sosial dan politik, dampak pengarauh tata industri dan teknologi baru memperkuat pemusatan kekayaan, kekuasaan dan pengadaan keputusan ke dalam tangan  kelompok pengendali negeri atau swasta yang hanya kecil saja. Pelanggaran keadilan di bidang ekonomi dan tiadanya partisipasi sosial menghalangi manusia untuk memperoleh hak-hak asasi maupun hak-hak sipilnya.

10. Dalam dua puluh lima tahun terakhir meluaslah harapan pada umat manusia, bahwa perkembangan ekonomi akan menghasilkan volume barang-barang sedemikian besar, sehigga akan mungkin menyediakan makanan bagi mereka yang lapar, setidak-tidaknya dengan remah-remah yang jatuh dari meja. Akan tetapi harapan itu ternyata sia-sia saja di kawasan-kawasan yang terbelakang dan di kantong-kantong kemiskinan di daerah-daerah yang lebih kaya, karena pesatnya laju perkembangan penduduk dan tenaga kerja, karena kemacetan di daerah pedesaan dan tiadanya pembaharuan pertanian, dan karena membanjirnya penduduk secara masal ke kota-kota; padahal di situ industri-industri kendati didukung oleh modal amat besar, menyediakan begitu sedikit pekerjaan, sehingga tidak jarang satu di antara empat orang buruh terus menerus menimbulkan jumlah besar orang-orang ”pinggiran”, yang kekurangan makan, dalam gubug-gubug yang tak layak manusiawi, buta huruf dan sama sekali lumpuh di bidang politik, mustahil menjangkau upaya-upaya sewajarnya untuk beroleh tanggung jawab dan martabat kesusilaan.

Tidak Meratanya Sumber-Sumber Daya.

11. Selain itu, sedemikian besar kebutuhan akan sumber-sumber daya dan energi pada bangsa-bangsa yang lebih kaya, entah kapitalis atau sosialis, dan sedemikian gawat akibat-akibat pembuangan limbah oleh mereka di lingkungan hidup dan di laut, sehingga tak munkin dipulihkan lagi kerusakan pada unsur-unsur baku kehidupan di bumi, misalnya udara dan air, kalau kadar tinggi konsumsi dan pencemaran, yang pada bangsa-bangsa itu terus menerus meningkat, masih diperluas meliputi seluruh umat manusia.

12. Kuatnya dorongan menuju kesatuan dunia semesta, tidak meratnya pembagian, yang menaruh keputusan-keputusan tentang tiga perempat penghasilan, penanaman modal dan perdagangan ke dalam tangan sepertiga umat manusia, yakni bagian yang tingkat kemajuannya lebih tinggi, tidak cukupnya kemajuan ekonomi melulu, dan diakuinya batas-batas materiil lingkungan hidup baru-baru ini-semuanya itu menyadarkan kita akan kenyataan, bahwa dalam dunia sekarang muncullah cara-cara baru memahami martabat manusia.

Hak atas Perkembangan.

13. Menghadapi sistem-sistem internasional dominasi, realisasi keadilan makin tergantung dari tegasnya kehendak untuk berkembang.

14. Pada bangsa-bangsa yagn sedang berkembang dan di dunia yang disebut sosialis kehendak yang tegas itu secara khas mengungkapkan diri dalam perjuangan meraih cara-cara menuntut hak-hak dan kewenangan untuk menyatakan diri. Perjuangan itu disebabkan oleh pertumbuhan sistem ekonomi sendiri.

15. Aspirasi akan keadilan menyatakan diri dalam kemajuan melampaui ambang bangkitnya kesadaran akan meningkatnya harga diri[1] pada manusia seutuhnya dan segenap umat manusia. Itu ternyata dalam kesadaran akan hak atas perkembangan. Hak atas perkembangan harus dipandang sebagai saling merasuknya segala hak-hak asasi manusia secara dinamis, yang mendasari aspirasi-aspirasi orang-orang perorangan maupun bangsa-bangsa.

16. Akan tetapi keinginan itu tidak akan memuaskan harapan-harapan zaman sekarang, kalau tidak mau tahu-menahu tentang hambatan-hambatan obyektif, yang akibat struktur-struktur sosial menghalangi pertobatan hati, atau bahkan perwujudan cita-cita cintakasih. Malahan keinginan itu meminta, agar kondisi hidup di pinggiran masyarakat pada umumnya diatasi. Dengan demikian akan terhentilah rintangan-rintangan sistematis dan lingkaran-lingkaran setan, yang menghambat kemajuan rakyat secara keseluruhan ke arah terwujudnya imbalan yang memadai terhadap faktor-faktor produksi. Sebab kendala-kendala itu menguatkan situasi diskriminasi mengeani kemungkinan memanfaatkan peluang-peluang dan jasa-jasa kolektif, yang sekarang ini masih tertutup bagi sebagian besar rakyat. Kalau bangsa-bangsa dan daerah-daerah yang sedagn berkembang tidak mencapai pembebasan melalui perkembangan, ada bahaya yang nyata, jangan-jangan kondisi-kondisi hidup yang diciptakan khususnya oleh penjajahan kolonial dapat berkembang menjadi bentuk baru kolonialisme, sehingga bangsa-bangsa yang sedang berkembang menjadi korban percaturan antar kekuatan ekonomi internasional. Hak atas perkembangan itu terutama hak untuk berharap menurut kenyataan konkret umat manusia masa kini. Untuk menanggapi harapan itu, pengertian perkembangan itu terutama hak untuk berharap menurut kenyataan konkret umat manusia masa kini. Untuk menanggapi harapan itu, pengertian perkembangan perlu dijernihkan dari pelbagai mitos dan keyakinan salah, yang sampai sekarang menyertai pola pemikiran, yang dikuasai oleh semacam pengertian yang deterministis dan otomatis tentang kemajuan.



Perjuangan demi Perkembangan.

17. Dengan mau menentukan sendiri langkah-langkah demi masa depan mereka, terdorong oleh kehendak tegas untuk maju, bangsa-bangsa yang sedang berkembang akan menyatakan secara otentik pengembangan keperibadian mereka, juga kendati tidak mencapai tujuan akhir mereka. Dan untuk menanggulangi hubungan-hubungan yang tidak serasi dalam konstelasi dunia masa kini, mereka mendapat dari suatu nasionalisme yang bertanggung jawab dorongan yang mereka butuhkan untuk mewujudkan jatidiri mereka  sendiri. Berdasarkan penentuan diri yang  mendasar itu dapat muncul usaha-usaha membentuk kelompok-kelompok politik baru yang memungkinkan perkembangan bangsa-bangsa itu sepenuhnya. Dapat muncul pula upaya-upaya yang diperlukan untuk mengatasi kelambanan, yang dapat menyia-nyiakan usaha itu – seperti dalam kasus-kasus tertentu tekanan kependudukan. Dapat muncul juga pengorbanan-pengorbanan baru, yang dituntut oleh meningkatnya perencanaan dari angkatan yang hendak membangun masa depannya sendiri.

18. Di lain pihak mustahil merencanakan kemajuansetai tanpa mengakui-dalam sistem politik yagn dipilih-perlunya perkembangan yang mencakup kemajuan ekonomi dan partisipasi. Begitu juga kebutuhan akan pertambahan kekayaan, yang sekaligus mencakup kemajuan sosial, yang diusahakan oleh masyarakat seluruhnya, sambil mengatasi ketidak-seimbangan regional dan pulau-pulau kesejahteraan. Peran serta merupakan hak, yang harus diwujudkan di bidang ekonomi maupun sosial dan politik.

19. Sementara menegaskan lagi hak manusia untuk mempertahankan jatidirinya, kami melihat makin jelas, bahwa perjuangan melawan modernisasi yang menghancurkan ciri-ciri khas bangsa-bangsa sama sekali takkan berhasil, selama melulu mengacu kepada adat-istiadat tradisional yang keramat dan pola-pola hidup yang dijunjung tinggi. Kalau modernisasi diterima denganmaksud supaya melayani kepentingan bangsa, masyarakat akan mampu menciptakan  kebudayaan, yang akan merupakan pusaka-warisan mereka sediri, berupa semacam kenangan sosial yang sejati, yang bersifat aktif, serta membentuk kepribadian otentik yang kreatif di tengah himpunan bangsa-bangsa.

Mereka yang Terbebani Kebutuhan Khusus.

20. Kita saksikan di dunia sejumlah pelanggaran keadilan yang merupakan inti masalah-masalah zaman sekarang. Pemecahan soal-soal itu meminta pelaksanaan tugas-tugas dan fungsi-fungsi di tiap sektor masyarakat, bahkan pada tingkat masyarakat sedunia juga, yang selama dua puluh lima tahun terakhir dalam abad ke-dua puluh ini merupakan sasaran perkembangan kita. Oleh karena itu hendaklah kita bersedia memulai fungsi-fungsi baru dan tugas-tugas baru di tiap sektor kegiatan manusiawi dan khususnya di sektor masyarakat sedunia, kalau keadilan memang harus  dilaksanakan. Kegiatan kita terutama harus ditujukan kepada  orang-orang dan bangsa-bangsa, yang akibat pelbagai bentuk penindasan dan karena ciri khas masyarakat kita sekarang tinggal diam saja, memang tidak bersuara, yakni para korban ketidak-adilan.

21. Misalnya kasus para transmigran. Sering mereka terpaksa meninggalkan negeri mereka sendiri untuk mendapat pekerjaan. Tetapi sering terbentur pada pintu tertutup akibat sikap-sikap diskriminatif. Atau kalau berhasil masuk, mereka sering terpaksa menempuh kehidupan tanpa kepastian, atau diperlakukan secara tidak manusiawi. Itu berlaku juga bagi kelompok-kelompok yang kurang mampu di bidang sosial, seperti kaum buruh, khususnya buruh tani, yang memainkan peranan besar sekali dalam proses perkembangan.

22. Khususnya sangat menyedihkan keadaan sekian juta pengunsi, dan tiap kelompok orang-orang yang dianiaya-kadang dalam bentuk yang melembaga,-karena asal kebangsaan atau etnis atau berdasarkan kesukuan. Ada kalanya penganiayaan berdasarkan kesukuan bercirikan ”genoside” (pemunahan suku).
23. Di banyak daerah keadilan dilanggar secara serius terhadap mereka yang dianiaya demi iman mereka; atau juga dengan pelbagai cara tiada hentinya oleh partai-partai politik dan pemerintah dikenal tindakan penindasan, yang membuahkan ateisme, atau dirampas kebebasannya beragama, karena dihalangi memuji Allah dalam ibadat resmi, atau dicegah jangan sampai mengajarkan iman mereka di muka umum dan menyiarkannya, atau karena dilarang menyelesaikan urusan-urusan duniawi menurut asas-asas agama mereka.

Pengingkaran Hak-Hak Manusiawi.

24. Keadilan dilanggar juga melalui bentuk-bentuk penindasan, lama maupun baru, yang bersumber pada pengurangan hak-hak perorangan. Itu terjadi dalam bentuk pengekangan oleh kekuatan politik maupun kekerasan pada pihak reaksi swasta, dan dapat mencapai ekstrim menyangkut persyaratan dasar keutuhan pribadi. Terjadi kasus-kasus penyiksaa yang terkenal, khsususnya terhadap para tahanan politik, yang selain itu juga sering tidak diberi peradilan yang sewajarnya, atau terpaksa menanggung prosedur sewenang-wenang dalam peradilan mereka. Tidak dapat dilewatkan pula para tahanan perang, yang juga sesudah Persetujuan Jenewa diperlakukan melawan perikemanusiaan.

25. Perjuangan melawan legalisasi pengguguran kandungan dan melawan keharusan memakai obat-obat anti-kehamilan, serta desakan-desakan menentang perang merupakan bentuk-bentuk yang relevan untuk membela hak atas kehidupan.

26. Kecuali itu kesadaran dewasa ini menuntut kebenaran dalam sistem-sistem komunikasi, termasuk hak atas citra yang disajikanoleh media dan peluang untuk mengoreksi rekayasanya. Perlu ditekankan, bahwa hak-khasnya hak anak-anak dan kaum muda-atas pendidikan dan atas kondisi-kondisi hidup serta media komunikasi menurut hukum moral sekarang sekali lagi sedang terancam. Kegiatan keluarga-keluarga dalam kehidupan sosial jarang dan kurang diakui oleh lembaga-lembaga negara. Jangan dilupakan pula meningkatnya jumlah orang-orang, yang sering ditinggalkan oleh keluarga mereka dan oleh masyarakat: kaum lanjut usia, yatim-piatu, para pasien dan segala macam orang yang ditolak.


Kemajuan melalui Dialog.

27. Untuk mencapai kesatuan tujuan yang sejati, seperti diharapkan oleh masyarakat sedunia, sangat perlulah proses pengembangan, guna mengatasi dari hari ke hari tentangan, rintangan-rintangan dan privilegi-privilegi yang berakar mendalam; semuanya itu perlu dihadapi dalam perkembangan menuju masyarakat yang lebih manusiawi.

28. Akan tetapi proses pengembangan yang efektif mencakup diciptakannya suasana dialog yang lestari. Sumbangan bagi pelaksanaannya secara berangsur-angsur dapat diberikan, tanpa dihambat oleh kondisi-kondisi geo-politis, ideologis atau sosio-ekonomis atau oleh kesenjangan angkatan. Untuk memulihkan makna kehidupan dengan berpegang teguh pada nilai-nilai otentik, partisipasi dan kesaksian generasi muda yang sedang menanjak sama-sama dibutuhkan seperti komunikasi antar bangsa.


II

AMANAT INJIL DAN MISI GEREJA

Allah Pembela Kaum Miskin.

29. Menghadapi situasi dunia zaman sekarang, yang ditandai dosa berat ketidak-adilan, kita mengakui tanggung jawab kita maupun ketidak-mampuan kita mengatasinya atas kekuatan sendiri. Situasi seperti ini mendorong kita untuk mendengarkan dengan kerendahan hati yang terbuka amanat Allah, yang menunjukkan kepada kita langkah-langkah baru ke arah tindakan demi keadilan di dunia.

30. Dalam Perjanjian Lama Allah mewahyukan Diri kepada kita sebagai Pembebas kaum tertindas dan Pembela kaum miskin. Ia menuntut dari manusia iman akan Dia dan keadilan terhadap sesamanya. Hanya bila kewajiban-kewajiban keadilan dipatuhi, Allah sungguh diakui sebagai Pembebas kaum tertindas.

Kristus Menghubungkan Orang-Orang dengan Allah dan antar Mereka Sendiri.

31. Melalui tindakan maupun ajaran-Nya Kristus menyatukan secara tak terceraikan hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesamanya. Kristus menghayati hidup-Nya di dunia sebagai penyerahan Diri paripurna kepada Allah demi penyelamatan dan pembebasan umat manusia. Dalam pewartaan-nya Ia menyatakan kebapaan Allah terhadap semua orang, dan campurtangan keadilan Allah demi mereka yang serba kekurangan dan tertindas[2]. Begitulah Ia mengidentifikasikan Diri dengan ”saudara-saudara-Nya yang paling dina”, seperti diamanatkan-Nya: ”Apa pun yang kamu lakukan terhadap seorang yang paling dina di antara saudara-saudari-Ku ini, kamu lakukan terhadap Diri-Ku”[3].

32. Sejak semula Gereja menghayati dan memahami wafat dan kebangkitan Kristus sebagai panggilan oleh Allah untuk bertobat dalam iman akan Kristus dan dalam kasih persaudaraan, disempurnakan dalam bantuan timbal-balik sampai saling berbagi harta-benda jasmani secara sukarela.

33. Iman akan Kristus, Putera Allah dan Penebus, serta cintakasih terhadap sesama merupakan tema mendasar bagi para penulis Perjanjian Baru. Menurut Santo Paulus, seluruh hidup Kristiani dirangkum dalam iman yang membuahkan cintaksasih dan pengabdian terhadap sesama, dan itu mencakup pemenuhan tuntutan-tuntutan keadilan. Kehidupan orang Kristiani ditandai kepatuhan terhadap hukum batin kebebasan. Hukum itu tiada hentinya memanggil manusia untuk berbalik dari kepuasan diri kepada kepercayaan akan Allah, dan dari kepeduliaan akan dirinya kepada kasih yang tulus terhadap sesama. Begitu berlangsunglah pembebasannya yang sejati dan penyerahan dirinya demi kebebasan sesama.

34. Oleh karena itu menurut amanat Kristiani hubungan manusia dengan sesama menyatu  dengan hubungannya dengan Allah. Jawabannya kepada cintakasih Allah, yang meyelamatkan kita melalui Kristus, nampak efektif dalam cintaksih serta pengabdiannya kepada sesama. Kasih Kristiani terhadap sesama dan keadilan tidak dapat dipisahkan. Sebab cintakasih mencakup tuntutan mutlak akan keadilan, yakni pengakuan martabat serta hak-hak sesama. Keadilan hanya mencapai kepenuhan batinya dalam cintakasih. Karena tiap manusia sungguh merupakan citra kelihatan Allah yang tak kelihatan dan saudara Kristus, orang Kristiani menemukan pada tiap orang Allah sendiri serta tuntutan mutlak Allah akan keadilan dan cintakasih.

Kewajiban Gereja untuk Menegakkan Keadilan.

35. Situasi dunia sekarang, ditinjau dalam terang iman, memanggil kita kembali kepada inti hakekat amanat Kristiani, dan menciptakan di hati kita kesadaran mendalam akan maknanya yang sesungguhnya dan tuntutan-tuntutannya yang mendesak. Misi mewartakan Injil sekarang menghendaki, agar kita membaktikan diri bagi pembebasan manusia justru dalam kenyataannya di dunia sekarang. Sebab bila amanat Kristiani tentang cintakasih dan keadilan tidak menujukkan daya-gunanya melalui tindakan demi keadilan di dunia, amanat itu hanya akan sulit sekali dapat dipercaya oleh orang-orang zaman sekarang.

36. Dari Kristus Gereja menerima perutusan mewartakan amanat Injil, yang mencantum panggilan kepada manusia untuk meninggalkan dosa dan mengenakan cintakasih akan Bapa, persaudaraan semesta, dan sebagai konsekuensinya tuntutan keadilan di dunia. Itulah sebabnya mengapa Gereja berhak, bahkan wajib, mewartakan keadilan pada tingkat sosial, nasional maupun internasional, dan mengecam peristiwa-peristiwa ketidak-adilan, bila dituntut oleh hak-hak asasi manusia dan keselamatannya sendiri. Gereja memang bukansatu-satunya yang bertanggung jawab atas keadilan di dunia. Akan tetapi Gereja mempunyai tanggung jawab yang khas, yang bertepatan dengan perutusannya memberi kesaksian di hadapan dunia: bahwa dunia membutuhkan cintakasih dan keadilan seperti tercantum dalam amanat Injil. Kesaksian itu harus dilaksanakan dalam lembaga-lembaga Gereja dan kehidupan umat Kristiani.

Batas-Batas Kemampuan Gereja Bertindak.

37. Memang tidak termasuk Gereja sebagai persekutuan keagamaan dan hirarkis, menyajikan pemecahan-pemecahan konkret dibidang sosial, ekonomi dan politik demi keadilan di dunia. Misinya mencakup kewajiban membela dan memajukan martabat dan hak-hak asasi pribadi manusia.

Kewajiban-Kewajiban Warganegara Kristiani.

38. Sebagai anggota masyarakat para warga Gereja mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk memajukan kesejahteraan umum seperti para warganegara lainnya. Orang-orang Kristiani wajib menunaikan kewajiban-kewajiban mereka  di dunia dengan setia dan cakap. Merkea hendaklah bertindak sebagai ragi di dunia, dalam kehidupan keluarga, kejuruan, sosial, budaya dan politik. Di seluruh bidang itu mereka wajib menerima tanggung jawab mereka dalam pengaruh Injil dan ajaran Gereja. Dengan begitu mereka memberi kesaksian akan kekuatan Roh Kudus melalui tindakan mereka dalam pengabdian kepada sesama, dalam hal-hal yang menentukan bagi kenyataan hidup dan masa depan umat manusia. Dalam kegiatan-kegiatan itu mereka pada umumnya bertindak atas prakarsa mereka sendiri, tanpa melibatkan tanggungjawab Hirarki Gereja. Tetapi dalam arti tertentu mereka memang melibatkan tanggung jawab Gereja juga sebagai anggota-anggotanya.

III

PELAKSANAAN KEADILAN

Tindakan demi Keadilan oleh Orang-Orang Kristiani Perorangan.

39. Banyak orang, Kristiani terdorong untuk memberi kesaksian otentik demi keadilan melalui pelbagai cara bertindak demi keadilan. Tindakan itu dijiwai cintakasih menurut rahmat yang mereka terima dari Allah. Bagi beberapa  di antara mereka, tindakan itu berlangsung dalam lingkup konflik-konflik sosial dan politik. Di situ  orang Kristiani memberi kesaksian akan Injil dengan menunjukkan, bahwa dalam sejarah terdapat sumber-sumber kemajuan lainnya kecuali konflik, yakni cintakasih dan hak-hak. Prioritas cintakasih dalam sejarah itu mendorong orang-orang Kristiani lain untuk mengutamakan jalan tindakan tanpa kekerasan dan kerja di bidang pandangan umum.

Keadilan dalam Gereja.

40. Sementara Gereja wajib memberi kesaksian akan keadilan, ia mengakui bahwa siapa pun yagn memberanikan diri untuk berbicara kepada sesama tentang keadilan harus pertama-tama adil dalam pandangan mereka. Olah karena itu kit aperlu mengevaluasi cara-cara bertindak, dan harta-milik serta pola hidup yang terdapat dalam Gereja sendiri.

41. Dalam Gereja hak-hak harus dipertahankan. Tidak seorang pun oleh dirampas hak-haknya yang biasa, karena ia dengan cara tertentu tegabungkan pada Gereja. Mereka yang mengabdi Gereja dengan kerja mereka, termasuk para imam dan religius, harus menerima nafkah hidup secukupnya dan menikmati jaminan sosial yang sudah lazim di daerah mereka. Umat awam harus diberi upah yang adil dan sistem kenaikan tingkat. Kami ulangi anjuran-anjuran, bahwa umat awam hendaknya menjalankan fungsi-fungsi lebih penting berkenaan dengan harta-milik Gereja, dan berperan-serta dalam pengelolaannya.

42. Kami mendesak juga, agar kaum wanita mendapat bagian mereka sendiri dalam tanggung jawab serta peran-serta dalam rukun hidup di masyarakat, begitu pula dalam persekutuan Gereja.

43. Kami usulkan, supaya perkara itu dijadikan bahan studi yang serius, dengan menggunakan upaya-upaya yang memadai: misalnya, panitia gabungan pria dan wanita, kaum religius dan awam, yang situasi maupun kecakapannya berbeda-beda.

44. Gereja mengakui hak siapa pun juga atas kebebasan yang sewajarnya dalam mengungkapkan diri dan berpikir. Itu mencakup hak siapa pun juga untuk didengarkan dalam semangat dialog, yang tetap ditandai kemacm-ragaman yang semestinya dalam Gereja.

45. Prosedur Peradilan harus memberi tergugat hak untuk mengetahui pra penggugatnya, pun juga hak atas pembelaan yang sewajarnya. Supaya lengkap, keadilan harus mencakup kelancaran prosedurnya. Itu perlu khususnya dalam perkara-perkara pernikahan.

46. Akhirnya para anggota Gereja harus berperan-serta dalam pengambilan keputusan-keputusan menurut pedoman-pedoman yang diberikan oleh Konsili Ekumenis Vatikan II dan Takhta suci , misalnya berkenaan dengan pembentukan dewan-dewan di segala tingkatan.

Kesaksian Gereja akan Kemiskinan.

47. Mengenai harta-milik duniawi, entah bagaimana penggunaannya, jangan pernah terjadi, bahwa kesaksian Injili yang harus diberikan oleh Gereja menjadi kabur. Pelestarian posisi-posisi privilegi tertentu hendaklah terus menerus diuji menurut prinsip itu. Memang pada umumnya sukar ditetapkan batas antara apa yang dibutuhkan bagi penggunaan yang tepat dan apa yang dituntut oleh kesaksian kenabian. Meskipun begitu kita pasti harus berpegang teguh pada asas berikut: iman kita meminta penghematan tertentu dalam penggunaan, dan Gereja wajib hidup serta mengelola harta-miliknya sendiri sedemikian rupa, sehingga Injil diwartakan kepada kaum miskin. Tetapi sebaliknya, kalau Gereja nampak berada di antara orang-orang kaya dan kaum penguasa dunia ini, Gereja akan kurang dapat dipercaya.

48. Pemeriksaan batin kita sekarang menyentuh pola hidup semua anggota: para Uskup, imam-imam, kaum religius, dan umat awam. Berkenaan dengan rakyat yang miskin perlu ditanyakan, apakah keanggotaan Gereja menempatkan orang-orang di atas pulau yang kaya di lingkungan yang miskin. Dalam masyarakat yang menikmati taraf lebih tinggi pembelanjaan yang bernada konsumerisme, harus ditanyakan, apakah pola hidup kita memberi teladan penghematan dalam menggunakan barang-barang, yang menurut kotbah kita kepada sesama sungguh perlu, supaya sekian juta rakyat yang kelaparan diseluruh dunia mendapat makanan.

Pembinaan untuk Keadilan.

49. Sumbangan khas umat Kristiani kepada keadilan ialah: kenyataan hidup sehari-hari orang beriman yang bertindak ibarat ragi Injil dalam keluargannya, sekolahnya, pekerjaannya, dan kehidupan sosial dan sipilnya. Sumbangan itu mencakup perspektif-perspektif dan makna, yang oleh umat beriman dapat diberikan kepada usaha manusiawi. Oleh karena itu metode pembinaan harus sedemikian rupa, sehingga mengajar orang-orang menhayati hidup mereka dalam seluruh kenyataannya dan sesuai dengan asas-asas Injil tentang tata-susila pribadi dan sosial, yang diungkapkan dalam kesaksian hidup Kristiani penuh semangat.

50. Hambatan-hambatan terhadap kemajuan yang kita inginkan untuk diri kita sendiri dan bagi umat manusia sudah jelas. Metode pendidikan yang sekarang masih sering sekali digunakan mendukung individualisme yang picik. Sebagian keluarga manusia tenggelam dalam mentalitas yang mendewakan harta-milik. Sekolah dan media komunikasi, yang sering dirintangi oleh kelompok yang serba mapan, hanya mengizinkan pembentukan manusia yang diinginkan oleh golongan itu, yakni manusia menurut citranya, bukan manusia baru melainkan jiplakan manusia seperti adanya.

51. Akan tetapi pembinaan memerlukan pembaharuan hati. Pembaharuan itu didasarkan pada pengakuan adanya dosa dalam penampilannya perorangan maupun sosial. Pembaharuan ingin menanam juga corak hidup manusiawi sejati dan sepenuhnya dalam keadilan, cintaksih dan kesederhanaan. Maksudnya hendak membangkitkan sikap kritis juga, yang akan mengajak kita berefleksi tentang masyarakat kita sekarang beserta niali-nilainya. Pembaharuan hendak menyiapkan manusia untuk melepaskan nilai-nilai itu, bila tidak lagi memajukan keadilan bagi semua orang. Di negara-negara yang sedang berkembang tujuan utama pembinaan untuk keadilan terdiri dari usaha membangkitkan hatinurani, supaya mengerti situasi konkret, dan dari seruan untuk menjamin perbaikan yang menyeluruh. Dengan upaya-upaya itu perombakan dunia sudah dimulai.

52. Karena pembinaan itu jelas-jelas menjadikan manusia lebih manusiawi, akan membantunya supaya jangan menjadi sasaran manipulasi lagi oleh media komunikasi atau kekuatan-kekuatan politik. Sebaliknya pembinaan akan memampukan mereka mengendalikan nasib mereka sendiri, dan menghasilkan rukun-rukun hidup yang sungguh manusiawi.

53. Oleh karena itu sudah sepantasnya pembinaan itu disebut pembinaan yang berkelanjutan, sebab menyangkut setiap orang dan setiap usia. Sifatnya praktis juga: sebab terlaksana melalui tindakan, peranserta dan kontak yang nyata dengan kenyataan ketidak-adilan.

54. Pendidikan untuk keadilan diberikan pertama dalam keluarga. Kami sadari juga, bahwa bukan saja lembaga-lembaga gerejawi, melainkan juga sekolah-sekolah lain, serikat-serikat buruh dan partai-partai politik dalam hal itu ikut bekerja sama.

55. Isi pembinaan itu semestinya mencakup sikap hormat terhadap pribadi beserta martabatnya. Karena pokok bahasan di sini keadilan didunia, kesatuan keluarga manusia, tempat lahirnya manusia menurut Rencana Allah, pertama-tama harus sungguh ditegaskan. Umat Kristiani menemukan tanda solidaritas itu pada kenyataan, bahwa semua manusia dimaksudkan untuk dalam Kristus ikut serta menghayati Kodrat Ilahi.

Makin Mendalamnya Pengertian tentang Keadilan.

56. Prinsip-prinsip dasar, yang mengungkapkan bahwa dampak-pengaruh Injil sungguh terasa dalam kehidupan sosial masa kini, terdapat dalam keseluruhan ajaran, yagn secara bertahap dan pada waktunya bertolak dari Ensiklik ”Rerum Novarum” dan berlangsung sampai surat ”Octogesima Adveniens”. Jauh lebih dari sebelumnya Gereja melalui Konstitusi Konsili Vatikan II ”Gaudium et Spes” memahami situasi dunia moderen, tempat umat Kristiani mengusahakan keselamatannya melalui tindakan-tindakan keadilan. Ensiklik ”Pacem in Terris” menyajikan piagam otentik tentang hak-hak manusiawi. Dalam Ensiklik ”Populorum Progressio”, berupa suatu ulasan sesungguhnya yang cocok tentang hak atas perkembangan. Dalam surat ”Octogesima Adveniens” terdapat ikhtisar pedoman-pedoman bagi tindakan politik.
57. Seperti Rasul Paulus kami pun, entah diterima baik entah tidak menggarisbawahi bahwa sabda Allah harus hadir di pusat pelbagai situasi manusiawi. Keterlibatan kami dimaksudkan sebagai ungkapan iman itu, yang sekarang ini sungguh menentukan bagi hidup kami dan hidup umat beriman. Kita semua menghendaki, agar keterlibatan itu selalu menanggapi situasi tempat maupun waktu. Misi kita meminta, supaya kita dengan berani mengecam ketidak-adilan, dengan cintakasih, kebijaksanaan dan sikap tegas, dalam dialog yang tulus dengan semua pihak yang berkepentingan. Kita tahu, bahwa kecaman-kecaman kita dapat menjamin persetujuan, sejauh mengungkapkan perihidup kita dan tampil dalam tindakan yang berkesinambungan.

Keadilan dan Liturgi.

58.  Liturgi, yang kami pimpin dan merupakan jantung kehidupan Gereja, dapat memberi bantuan besar kepada pembinaan untuk keadilan. Sebab merupakan puji syukur kepada Bapa dalam Kristus. Melalui bentuk kebersamaannya liturgi menampilkan ikatan-ikatan persaudaraan kita, dan setiap kali mengingatkan kita akan perutusan Gereja. Liturgi sabda, katekese danperayaan sakramen-sakramen mempunyai kekuatan untuk memabantu kita menggali ajaran para nabi, amanat Tuhan dan sabda para rasul tentang keadilan. Persiapan baptis mengawali pembinaan hatinurani Kristiani. Praktek pertobatan harus menekankan dimensi sosial dosa dan sakramen. Akhirnya, Ekaristi membentuk persekutuan dan menempatkannya dalam bakti-pengabdian kepada sesama.

Pemerataan Sumber-Sumber Daya Gereja.

59. Supaya sungguh menjadi lambang solidaritas yang dicita-citakan oleh keluarga bangsa-bangsa, Gereja harus menampilkan dalam kehidupannya sendiri kerjasama yang lebih erat antara Gereja-Gereja di daerah-daerah yang kaya dan yang miskin melalui persekutuan rohani dan pemerataan sumber-sumber daya manusiawi dan jasmani. Pengaturan bantuan antar Gereja sekarang ini, yang menampakkan kemurahan hati, dapat ditingkatkan daya-gunanya melalui koordinasi yang seksama (Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa dan Dewan Kepausan ”Cor Unum”), melalui suatu pandangan yang menyeluruh tentang pengelolaan bersama kurnia-kurnia Allah, dan melalui solidaritas persaudaraan, yang selalu mendorong otonomi dan tanggung jawab pada pihak para penerima bantuan dalam penentuan norma-norma dan pilihan program-program konkret serta realisasinya.

60. Perencanaan itu jangan terbatas pada program-program ekonomi. Melainkan harus merangsang kegiatan-kegiatan yang mampu mengembangkan pembinaan manusiawi dan rohani, yang akan berfungsi sebagai ragi yang dibutuhkan untuk pengembangan manusia seutuhnya.

Kerjasama dalam Mengusahakan Keadilan.

61. Dengan menyadari sepenuhnya apa yang sudah diselenggarakan di bidang itu, kami bersama Konsili Ekumenis Vatikan II sangat menganjurkan kerjasama dengan saudara-saudari Kristiani yang terpisah untuk memajukan keadilan di dunia, mengusahakan pengembangan bangsa-bangsa danmewujudkan perdamaian. Kerjasa itu terutama menyangkut kegiatan-kegiatan untuk menjamin martabat manusia dan hak-hak asasinya, khususnya hak atas kebebasan beragama. Itulah sumber usaha-usaha kita bersama menentang diskriminasi berdasarkan perbedaan-perbedaan agama, suku dan warna kulit, kebudayaan dan sebagainya. Kerjasama itu juga meliputi telaah ajaran Injil, sejauh merupakan sumber inspirasi bagi segala kegiatan Kristiani. Hendaklah Sekretariat untuk Memajukan Kesatuan Kristiani dan Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian melalui musyawarah bersama mencurahkan tenaga untuk secara efektif mengembangkan kerjasama ekumenis itu.

62. Dengan semangat itu juga kami menganjurkan kerjasama dengan segenap umat yang beriman akan Allah dalam mengembangkan keadilan sosial, perdamaian dan kebebasan. Kami anjurkan pula kerjasama dengan mereka, yang-kendati tidak mengakui sang Pencipta dunia-dalam penghargaan mereka terhadap nilai-nilai manusiawi dengan tulus mengusahakan keadilan melalui upaya-upaya yang terhormat.




Anjuran-Anjuran Umum.

63. Karena bersifat universal, Sinode memperbincangkan soal-soal keadilan, yang langsung menyangkut seluruh keluarga manusia. Oleh karena itu, sementara mengakui relevansi kerjasama internasional demi pengembangan sosial dan ekonomi, kami terutama memuji karya tak ternilai, yang diselenggarakan di tengah rakyat yang lebih miskin oleh Gereja-Gereja setempat, para misionaris dan organisasi-organisasi pendukung mereka. Kami juga bermaksud mendukung prakarsa-prakarsa serta lembaga-lembaga, yang berkarya demi perdamaian, keadilan internasional dan pengembangan manusia. Oleh karena itu kami mendorong umat Katolik, untuk sungguh mempertimbangkan saran-saran berikut:

64.(1) Hendaklah diakui kenyataan, bahwa tata dunia internasional berakar dalam hak-hak dan martabat manusia yang tak dapat diganggu gugat. Hendaklah Pernyataan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Asasi Manusia disahkan oleh semua Pemerintah yang belum termasuk anggotanya, dan dipatuhi sepenuhnya oleh semua.

65.(2) Hendaklah Perserikatan Bangsa-Bangsa-yang karena tujuannya yang istimewa harus memajukan partisipasi oleh semua bangsa begitu pula organisasi-organisasi internasional, didukung sejauh merupakan awal mula suatu sistem, yang mampu membatasi perlombaan senjata, menganjurkan penghentian perdagangan senjata, menjamin perlucutan senjata, dan menyelesaikan sengketa-sengketa melalui cara-cara damai tindakan hukum, arbitrasi (penengahan) dan tindakan polisi internasional. Mutlak perlulah, bahwa konflik-konflik internasional tidak diselesaikan melalui perang, melainkan ditemukan cara-cara lain yang lebih layak bagi kodrat manusiawi. Hendaklah strategi tanpa kekerasan didukung juga, dan oposisi yang sungguh bertanggung jawab diakui serta diatur melalui undang-undang di setiap bangsa.

66. (3). Hendaklah sasaran Dasawarsa Pengembangan yang Kedua didukung. Tercakup di situ penyaluranprosentase tertentu penghasilan tahunan negeri-negeri yang lebih kaya kepada  bangsa-bangsa yang sedang berkembang, harga-harga yang lebih wajar bagi bahan-bahan mentah, pembukaan pasar-pasar bangsa-bangsa yang lebih kaya, dan diberbagai bidang perlakuan utama bagi ekspor barang-barang kerajinan dari bangsa-bangsa yang sedang berkembang. Sasaran-sasaran itu merupakan pedoman-pedoman pertama bagi perpajakan berjenjang atas penghasilan, dan bagi perencanaan di bidang ekonomi dan sosial untuk seluruh dunia. Sangat kami sesalkan, bila bangsa-bangsa yang lebih kaya menolak tujuan ideal berbagi harta dan tanggung jawab sedunia. Harapan kami, jangan sampai melemahnya solidaritas internasional menarik kembali kekuatan mereka dari  diskusi-diskusi perdagangan, yang sedang disiapkan oleh Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdamaian dan Pengembangan (UNCTAD)[4].

67.(4) Pemusatan kekuatan, yang berarti dominasi hampir menyeluruh ekonomi, penelitian, penanaman modal, biaya angkatan, transportasi laut dan jaminan-jaminan, secara berangsur-angsur harus diimbangi dengan pengaturan-pengaturan yang dilembagakan untuk meningkatkan kewenangan dan peluang-peluang bagi pengambilan keputusan secara bertanggung jawab oleh bangsa-bangsa yang sedang berkembang, begitu pula dengan partisipasi mereka yang penuh dan sepadan dalam organisasi-organisasi internasional yang berkepentingan dalam pengembangan. Bahwa de facto bangsa-bangsa itu akhir-akhir ini tidak diikutsertakan dalam perdebatan tentang perdagangan dunia, begitu pula pengaturan-pengaturan moneter yang secara menentukan menyangkut nasib mereka, merupakan contoh tiadanya kewenangan, yang tidak boleh dibiarkan saja dalam tata dunia yang adil dan bertanggung jawab.

68.(5) Kami akui, bahwa lembaga-lembaga internasional dapat disempurnakan dan ditigkatkan, seperti upaya manusiawi mana pun. Tetapi kami tekankan juga pentingnya lembaga-lembaga yang dikhususkan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, teristimewa yang erat-erat menyangkut masalah-masalah langsung dan lebih meruncing sekitar kemiskinan dunia di bidang perombakan sistem tanah dan pengembagan pertanian, kesehatan, pendidikan, pemakaian tenaga kerja, perumahan, dan urbanisasi yang meningkat dengan pesat. Kami merasa harus secara khas menggarisbawahi kebutuhan akan dana tertentu untuk menyediakan makanan danprotein secukupnya bagi pertumbuhan mental dan fisik anak-anak secara nyata. Menanggapi ledakan penduduk kami ulangi amanat Paus Paulus VI dalam Ensiklik “Populorum Progressio” yang menggariskan fungsi pemerintah: “Jelaslah bahwa di bidang itu pemerintah dapat bercampur-tangan dalam batas-batas kewenangannya. Mengenai hal itu pemerintah dapat menyelenggarakan penyuluhan bagi rakyat dan menerapkan upaya-upaya yang sesuai, selama upaya-upaya itu sejalan dengan kaidah-kaidah moril dan kebebasan para suami-isteri yang sewajarnya tetap dipertahankan seutuh-utuhnya”[5].

69.(6) Hendaklah pemerintah-pemerintah melanjutkan pemberian sumbangan mereka masing-masing kepada dana pengembangan. Akan tetapi mereka hendaknya juga mencari jalan, supaya kebanyakan usaha mereka dijalankan lewat saluran-saluran ganda, sementara tetap ada tanggung jawab pada bangsa-bangsa yang sedang berkembang, yang harus diikut-sertakan dalam pengambilan keputusan mengenai prioritas-prioritas dan penanaman-penanaman modal.

70.(7) Pada hemat kami, kami juga perlu menekankan keprihatinan baru tingkat sedunia, yang untuk pertama kalinya akan dimusyawarahkan pada konferensi tentang lingkungan manusia, yang akan diselenggarakan di kota Stockholm pada bulan Juni 1972. Mustahil dimengerti, hak manakah yang ada pada bangsa-bangsa yang lebih kaya, untuk mempertahankan “claim” mereka atas penambahan tuntutan-tuntutan materiil mereka sendiri, kalau konsekuensinya: atau bangsa-bangsa lain tetap menyedihkan keadaannya, atau bahaya penghancuran dasar-dasar fisik kehidupan di dunia sendiri dipercepat. Mereka yang sudah kaya wajib menerima pola hidup yang kurang materialistis, mengurangi pemborosan, guna menghindari perusakan pusaka-warisan, yang berdasarkan keadilan mutlak wajib mereka bagi-bagi dengan semua anggota umat manusia lainnya.

71.(8) Supaya hak atas perkembangan dilaksanakan melalui tindakan nyata:
(a) Bangsa jangan dirintangi untuk mencapai perkembangan sesuai dengan kebudayaan sendiri;
(b) melalui kerjasama timbal-balik semua bangsa harus mampu menjadi perancang-bangun utama perkembangan ekonomi dan sosial mereka sendiri;
(c) tiap bangsa, sebagai anggota masyarakat manusia yang aktif dan bertanggung jawab, harus mampu bekerjasama demi tercapainya kesejahteraan umum setara dengan bangsa-bangsa lain.

Pelaksanaan Anjuran-Anjuran.

72. Pemeriksaan batin, yang kita adakan bersama mengenai keterlibatan Gereja dalam tindakan demi keadilan, tetap tidak akan efektif kalau tidak diwujudkan secara nyata dalam kehidupan Gereja-Gereja setempat kita pada segala tingkatan. Kami memohon Konferensi-Konferensi para Uskup juga, untuk tetap memperjuangkan perspektif-perspektif yang kami maksudkan selama sidang ini, dan melaksanakan anjuran-anjuran kami, misalnya dengan mendirikan pusat-pusat penelitian sosial dan teologis.

73. Kami mohon  juga, supaya dianjurkan kepada Komisi Kepausanuntuk Keadilan dan Peramaian, Dewan Sekretariat Sinode, dan instansi-instansi yang berwenang, gambaran, pertimbangan-pertimbangan dan studi lebih mendalam tentang aspirasi-aspirasi dan keinginan-keinginan sidang kami, dan supaya lembaga-lembaga itu dengan hasil yang baik menyelesaikan apa yang kami mulai.

IV
SEPATAH KATA HARAPAN

Kehadiran Gereja di Tengah Kaum Miskin.

74. Kuasa Roh Kudus, yang membangkitkan Kristus dari kematian, tiada hentinya berkarya di dunia. Begitu pula melalui putera-puteri Gereja yang berjiwa besar umat Allah hadir di tengah kaum miskin dan mereka yang menanggung penindasan dan penganiayaan. Umat itu menghayati dalam daging dan hatinya sendiri Sengsara Kristus dan memberi kesaksian akan kebangkitan-Nya.

75. Sampai sekarang seluruh alam ciptaan mengeluh dan merasa sakit bersalin, selama mendambakan pewahyuan kemuliaan anak-anak Allah. Oleh karena itu hendaklah umat Kristiani yakin, bahwa mereka masih akan menuai buah-buah kodrat serta usaha mereka sendiri, sesudah dimurnikan dari segala cacat-cela di bumi baru, yang kini sedang disediakan oleh Allah bagi mereka. Di situlah akan terdapat kerajaan keadilan dan cintakasih, kerajaan yang akan penuh-purna bila Tuhan sendiri akan datang.

76. Harapan akan datangnya Kerajaan sudah mulai berakar di hati orang-orang. Perombakan radikal dunia dalam misteri Paska Tuhan memberi makna sepenuhnya kepada daya-upaya orang-orang, dan khususnya kaum muda, untuk mengurangi ketidak-adilan, kekerasan dan rasa benci, dan untuk sederap-serentak maju dalam keadilan, kebebasan, persaudaraan dan cintakasih.

77. Sementara itu, sambil mewartakan Injil Tuhan, Penebus dan Penyelamatnya, Gereja menyerukan kepada semua orang, khususnya kaum miskin, mereka yang tertindas dan dilanda penderitaan, supaya bekerjasama dengan Allah, untuk mewujudkan pembebasan dan setiap dosa, dan untuk membangun yang baru akan mencapai kepenuhan penciptaan, bila menjadi karya mausia bagi manusia.

Roma, pada tanggal 30 November 1971.





[1] Bdk. Paus Paulus VI, Ensiklik “ Populorum Progressio”, 15: AAS 59 (1967) hlm. 265.
[2] Bdk. Luk 6: 21-23.
[3] Mat 25: 40.
[4] UNCTAD= United Nations Conference on Trade and Development.
[5] Paus Paulus VI, Ensiklik “Populorum Progressio”, 37: AAS 59 (1967) hlm.276.