MATER ET MAGISTRA - IBU DAN GURU


ENSIKLIK
BAPA SUCI YOHANES XXIII

“MATER ET MAGISTRA”
(IBU DAN GURU)

TENTANG PERKEMBANGAN-PERKEMBANGAN AKHIR
MASALAH SOSIAL DALAM TERANG AJARAN KRISTIANI

KEPADA SAUDARA-SAUDARA  TERHORMAT PARA PATRIARK, PRIMAT, USKUP AGUNG, USKUP DAN SEMUA ORDINARIS SETEMPAT LAINNYA YANG BERADA DALAM DAMAI DAN PERSEKUTUAN DENGNA TAKHTA APOSTOLIK SERTA KEPADA KLERUS DAN UMAT BERIMAN SELURUH DUNIA KATOLIK

Saudara-saudara yang terhormat dan putera-puteri yang terkasih: Salam serta Berkat Apostolik.

TUGAS GEREJA
1. IBU DAN GURU semua bangsa-itulah Gereja Katolik menurut maksud Pendirinya, yakni Yesus Kristus; untuk menampung dunia dalam rangkulan cintakasihnya, supaya orang-orang di setiap zaman menemukan di dalamnya penyempurnaan mereka pada tata-hidup yang lebih luhur, serta keselamatan mereka yang muktahir. Gereja ialah”tiang penopang dan dasar kebenaran”[1]. Oleh Pendirinya yang kudus dipercayakan kepadanya tugas rangkap menyalurkan kehidupan kepada putera-puterinya, dan mengajar serta membimbing mereka-sebagai orang-orang perorangan maupun bangsa-dengan reksa keibuannya. Agunglah martabat mereka, dan Gereja senantiasa penuh semangat menjaga martabat ini serta amat menjunjung tingginya.
2. Kristianitas merupakan titik temu dunia dan surga, sebab merangkum manusia seutuhnya, jiwa dan raga, budi dan kehendak. Kristianitas mengajaknya mengangkat jiwanya ke atas kondisi-kondisi hidupnya di dunia ini yang silih-berganti, dan menjangkau hidup kekal di surga. Di situ ia suatu ketika akan menemukan kebahagiaan dan damai untuk selamanya.
3. Oleh karena itu, meskipun Gereja pertama-tama harus mengusahakan keselamatan jiwa-jiwa, bagaimana dapat menguduskan merkea dan mengikutsertakan mereka menikmati kurnia-kurnia surgawi, Gereja mempedulikan tuntutan-tuntutan hidup manusia sehari-hari juga: rejeki maupun pendidikannya, danpada umumnya kesejahteraan dan kemakmurannya di dunia.
4. Menyadari semuannya itu Gereja sekedar melaksanakan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Kristus sendiri dalam Gereja yang didirikan-Nya. Ketika Ia bersabda:”Akulah jalan, kebenaran dan hidup”[2], ”Akulah terang dunia”[3], pasti keselamatan kekal manusialah yang pertama –tama dimaksudkan-Nya. Akan tetapi Ia menampakkan kepeduliaan-Nya juga akan kesejahteraan jasmani umat-Nya, ketika Ia menyaksikan sekian banyak pengikut-Nya menanggung lapar, tergerak hati-Nya dan berseru: ”Hati-Ku merasa kasihan terhadap orang banyak ini”[4]. Dan itu bukan kata-kata hampa Penebus ilahi kita. Berkali-kali Ia membuktikan-Nya dengan tindakan-tindakan-Nya, misalnya ketika Ia secara menakjubkan melipatgandakan roti untuk mengenyangkan mereka yang lapar itu.
5.  Yang diberikan-Nya roti untuk badan, tetapi itu dimaksudkan juga sebagai pralambang Roti lain, santapan surgawi bagi jiwa, yang akan dianugerahkan-Nya ”pada malam Ia akan menderita”.
6. Oleh karena itu tidak mengherankan juga, bahwa Gereja Katolik, mengikuti teladan Kristus dan memenuhi perintah-Nya, tidak melulu mengandalkan ajarannya untuk mengangkat tinggi suluh cintakasihnya, melainkan juga teladannya yang nampak di mana-mana. Itulah jalan yang ditempuhnya selama hampir dua ribu tahun, dari pelayanan para diakonnya sejak awalmula hingga zaman sekarang ini. Cintakasih Gereja memadukan perintah-perintah dan pelaksanaan cintakasih timbal-balik. Cintakasih itu berpegang teguh pada kedua aspek perintah Kristus untuk memberi, dan mengikhtisarkan seluruh ajaran serta kegiatan sosial Gereja.

BUAH-HASIL ENSIKLIK ”RERUM NOVARUM”

7. Bukti menonjol ajaran dan tindakan sosial yang di sepanjang masa dilaksanakan oleh Gereja itu sudah tentu ialah Ensiklik agung ”Rerum Novarum”, yang tujuh puluh tahun yang lalu diterbitkan oleh pendahulu kami Paus Leo XIII[5], tentang bagaimana kondisi-kondisi kaum buruh mau ditangani menurut prinsip-prinsip Kristiani.
8. Jaranglah amanat seorang Paus disambut dengan ernyataan mufakat di mana pun juga seperti itu! Mengenai bobot maupun jangkauan penalaran beliau serta tandas-tegasnya pengungkapannya, sungguh tidak banyak yang mampu menandingi Paus Leo XIII. Sedikit pun tak dapat diragukan: pedoman-pedoman dan seruan-seruan beliau telah merebut posisi yang begitu relevan, sehingga pasti tak pernah akan  dilupakan. Semuanya itu membentangkan cakrawala baru bagi kegiatan Gereja semesta. Dengan menggambarkan jerih-pedih, duka-derita dan aspirasi-aspirasi kaum rendahan  dan tertindas, Sang Gembala agung tampil kemuka sebagai pejuang ulung, yang memulihkan hak-hak mereka.
9. Pengaruh Ensiklik yang ulun gitu sekarang pun-sekian tahun sesudah terbitnya –tetap masih terasa juga. Dampak itu tersirat dalam karya-tulis para Paus yang menggantikan Paus Leo. Dalam ajaran sosial-ekonomi mereka par aPaus cukup sering mengacu kepada Ensiklik Paus Leo, untuk menimba inspirasi dari padanya dan menjelaskan penerapan-penerapannya, atau untuk menemukan dorongan bagi kegiatan Katolik. Pengaruh itu terasa pula dalam perundang-undangan sejumlah negara sesudahnya. Bukti mana lagi yang masih kita butuhkan bagi tetap berlakunya prinsip-prinsip, pedoman-pedoman praktis dan seruan-seruan kebapaan yang serba mantap dasar-dasarnya seperti tercantum dalam Ensiklik yang cemerlang itu? ”Rerum Novarum” juga menyarankan norma-norma baru yang penting sekali untuk menilai besarnya masalah sosial seperti kita hadapi sekarang, dan untuk menetapkan arah kegiatan yang harus ditempuh.
I

LATAR BELAKANG ENSIKLIK ”RERUM NOVARUM”

10. Paus Leo XIII berbicara pada masa penuh kegoncangan di bidang sosial dan ekonomi, zaman yagn ditandai meningkatnya suhu ketegangan dan pemberontakan aktual. Pada latar belakang yang serba suram itu cemerlangnya ajaran beliau sangat menonjol sekali.
11. Seperti diketahui, pandangan yagn ketika itu dominan mengenai soal-soal ekonomi kebanyakan bersifat naturalistis belaka, mengingkari hubungan mana pun antara ekoomi dan moralitas. Keuntungan pribadi dianggap satu-satunya motif yang sah bagi kegiatan ekonomi. Dalam bisnis prinsip operatif yang utama ialah prinsip persaingan bebas dan tak terbatas. Bunga pad amodal, harga-harga- baik barang-barang mupun  jasa-jasa, - untung-laba dan upah, harus ditetapkan melalui penerapan mekanis melulu hukum-hukum pasar. Setiap langkah kewaspadaan harus ditempuh untuk mencegah, jangan sampai pemerintah bagaimana pun juga mencmpuri urusan-urusan ekonomi. Di berbagai  negeri status serikat-serikat buruh berlain-lainan. Serikat-serikat itu dilarang, dibiarkan saja, atau diakui sebagai badan swasta yang sah semata-mata.
12. Dalam dunia ekonomi seperti itu pihak yang paling kuatlah yang berkuasa juga, tidak hanya menuntut dengan sombong kekuatan hukum, melainkan juga mendominasi hubungan-hubungan bisnis yang lazim antara orang-orang  perorangan, dan sementara itu merongrong seluruh struktur ekonomi.
13. Harta-kekayaan tak terduga besarnya bertimbun-timbun ditangan kelompok yang kecil, sedangkan jumlah amat besar para pekerja berada dalam kondisi-kondisi yang makin berat ditanggung. Upah-upah serba kurang, bahkan hingga mencapai taraf kelaparan, dan kondisi-kondisi kerja acap kali sedemikan rupa, sehingga sekaligus merugikan kesehatan, moralitas, dan iman keagamaan. Yang secara istimewa melanggar perikemanusiaan ialah kondisi-kondisikerja yang kadang-kadang dialami oleh kaum wanita dan anak-anak. Selain itu selalu ada pemandangan pengangguran dan gangguan-gangguan kian berat bagi kehidupan keluarga.
14.Konsekuensi semuanya itu tentu saja suasana kemarahan dan protes terbuka pada pihak kaum buruh, dan arus yagn tersebar luas untuk menganut teori-teori ekstrim, yang akibat-akibatnya jauh lebih parah dari malapetaka yang hendak ditanggulangi.
15. Begitulah keadaan zaman dan desakan situasi, ketika Paus Leo XIII menulis Ensiklik sosial beliau, “Rerum Novarum”, menanggapi kebutuhan-kebutuhan kodrat manusia sendiri, dan dijiwai oleh asas-asas semangat Injil. Mudah dimengerti, bawha amanat beliau di kalangan-kalangan tertentu menimbulkan oposisi. Akan tetapi oleh sebagaian besar masyarakat amanat itu disambut dengan rasa kagum dan antusiasme yang meluap. Tentu saja itu bukan untukpertama kalinya Takhta Apostolik tampil kemuka dengan gigihnya untuk membela kepentingan-kepentinganduniawi kaum miskin. Paus Leo sendiri memang pernah menyampaikan pernyataan-pernyataan lain juga, yang dalam arti tertentu merintis jalan bagi Ensiklik beliau. Tetapi di situlah untuk  pertama kalinya terdapat sintesa lengkap prinsip-prinsip sosial, dirumuskan dengan pengertian sejarah yang mendalam, sehingga tetap besar nilainya bagi umat Kristiani. Tepatlah Ensiklik dipandang sebagai ikhtisar ajaran Katolik di bidang sosial dan ekonomi.
16. Di situ nampaklah pula bahwa Paus Leo XIII sepenuhnya menguasai situasi ketika itu. Ada kelompok tertentu, yagn beranggapan dapat menuduh Gereja, seolah-olah sama sekali tidak mengacuhkan perkara-perkara sosial selain mengkotbahkan sikap pasrah kepada kaum miskin dan kebesaran jiwa kepad akaum kaya. Tetapi Paus Leo XIII tidak ragu-ragu menyiarkan dan membela hak-hak kaum buruh yang wajar. Pada awal ulasan beliau tentang prinsip-prinsip danperintah –perintah Gereja di bidang sosial beliau berkata: ”Penuh kepercayaan kami mendekati pokok ini, seraya melaksanakan hak-hak yagn jelas ada pada kami; sebab tidak akan pemecahan praktis soal ini ditemukan tanpa masukan dari pihak agama maupun Gereja”[6].

PRINSIP-PRINSIP ENSIKLIK ”RERUM NOVARUM”

17. Anda pasti mengetahui dengan baik, saudara-saudara yang terhormat, prinsip-prinsip dasar ekonomi maupun sosial untuk membangun ulang masyarakat manusia, seperti begitu jelas dan penuh kewibawaan dicanangkan oleh Paus yang agung itu.
18. Pertama-tama prinsip itu menyangkut soal kerja, yagn tidak boleh dipandang sebagai komoditi semata-mata, melainkan seabgai kegiatan spesifik manusiawi. Kebanyakan kerja itu satu-satunya upaya manusia untuk mendapat rezeki. Oleh karena itu upahnya tidak dapat digantungkan pada keadaan pasar. Upah itu perlu ditetapkan melalui hukum keadilan dan keserasian. Prosedur lain mana pun akan merupakan pelanggaran yang jelas terhadap keadilan, juga kalau diandaikan, bahwa kontrak kerja telah disetujui dengan bebas oleh kedua pihak.
19. Kedua, hak perorangan untuk memiliki sesuatu, termasuk barang-barang yang produktif, merupakan hak kodrati yang tidak dapat dihapus oleh Negara. Akan tetapi tentu saja mencakup kewajiban sosial juga. Hak itu harus dilaksanakan tidak hanya demi keuntungan pribadi, melainkan demi keuntungan sesama juga.
20. Berkenaan dengan Negara: seluruh alasan bagi adanya Negara yakni: perwujudan kepentingan umum dalam tata-dunia ini. Maka janganlah Negara acuh tak acuh terhadap perkara-perkara ekonomi. Sebaliknya Negara wajib berusaha sedapat mungin meningkatkan produksi persediaan barang-barang jasmani, ”yang penggunaannya memang dibutuhkan untuk mengamalkan keutamaan”[7]. Negara wajib melindungi hak-hak seluruh rakyatnya juga, dan khususnya warga-warganya yang lebih lemah, kaum buruh, wanita dan anak-anak. Negara tidak pernah dapat dibenarkan, kalau mengelak dari kewajibannya untuk secara aktif mengusahakan perbaikan kondisi manusia pekerja.
21. Selanjutnya termasuk kewajiban Negara: menjamin supaya kontrak-kontrak kerja diatur menurut keadilan dan kewajaran, serta melindungi martabat manusiawi kaum buruh, dengan mengusahakan kepastian, jangan samapi mereka dituntut bekerja di lingkungan  yang dapat ternyata merugikan kepentingan-kepentingan material maupun spirituil mereka. Oleh karena itulah Ensiklik Paus Leo mencanangkan prinsip-prinsip umum keadilan dan keserasian, yang ditampung juga dalam perundang-undangan sosial banyak negara modern, dan yang – seperti dinyatakan oleh Paus Pius XI dalam Ensiklik “Quadragesimo Anno”[8],- membawa sumbangan yang tidak sedikit bagi muncul dan bertumbuhnya bidang baru ilmu hukum, yang disebut Undang-Undang Kerja.
22. Paus Leo XIII juga membela hak kodrati buruh untuk bersama  dengan rekan-rekannya membentuk serikat. Serikat-serikat itu dapat terdiri dari kaum buruh saja, atau dari kaum buruh dan para majikan, dan harus mempunyai struktur yang diperhitungkan dengan cermat, untuk menjamin kepentingan kejuruan para buruh yang wajar. Termasuk hak kodrati kaum buruh juga untuk bekerja tanpa hambatan, dengan bebas dan atas prakarsa mereka sendiri dalam serikat-serikat itu untuk mencapai sasaran-sasaran itu.
23. Akhirnya, baik kaum buruh maupun para majikan harus mengatur hubungan-hubungan mereka timbal-balik menurut prinsip solidaritas manusiawi dan persaudaraan Kristiani. Persaingan tak terbatas dalam arti liberal, dan keyakinan Marksis akan pertentangan kelas, jelas-jelas berlawanan dengan ajaran Kristiani dan hakikat manusia.
24. Itulah, saudara-saudara terhormat, prinsip-prinsip dasar, yang harus melandasi tata sosial dan ekonomi yang sejati.
25. Tanggapan umat Katolik yang baik terhadap seruan itu, dan usaha-usaha yagn mereka tampilkan untuk mempraktekkan prinsip-prinsip itu hampir tidak mengherankan. Akan tetapi pihak-pihak lain juga, mereka yang beriktikad baik dari tiap bangsa di dunia, merasa terdorong, karena tekanan kebutuhan manusiawi, untuk menempuh haluan yang sama.
26. Oleh karena itu Ensiklik Paus Leo XIII sekarang pun tepat dipandang sebagai ”Magna Charta” atau Piagam Dasar[9] bagi pembaharuan tata sosial dan ekonomi.

AJARAN ENSIKLIK ”QUADRAGESIMO ANNO”

27. Empat puluh tahun sesudah terbitnya ikhtisar gemilang prinsip-prinsip sosial Kristiani itu, pendahulu kami Paus Pius XI menerbitkan Ensiklik beliau sendiri, yakni ”Quadragesimo Anno”[10].
28. Dalam Ensiklik beliau Paus mengukuhkan hak dan kewajiban Gereja Katolik untuk mengusahakan pemecahan yang adil bagi sekian masalah mendesak yang membebani masyarakat manusia, dan memerlukan usaha terpadu segenap masyarakat. Beliau mengulangi prinsip-prinsip Ensiklik Paus Leo XIII dan menekankan pedoman-pedoman yang dapat diterapkan pada situasi-situasi modern. Selain itu beliau memanfaatkan peluang itu bukan hanya untu menjelaskan pokok-pokok tertentu ajaran itu, yang telah menimbulkan kesulitan-kesulitan bahkan dalam pemikiran umat Katolik, melainkan juga untuk merumuskan ulang gagasan sosial Kristiani dalam perspektif kondisi-kondisi yang telah berubah.
29. Kesukaran-kesukaran yang disebutkan terutama menyangkut sikap umat Katolik terhadap milik perorangan, sistem upah dan sosialisme moderat.
30. Berkenaan dengan milik perorangan, pendahulu kami menegaskan lagi asalmulanya dalam hukum kodrati, dan memaparkan aspek sosialnya serta kewajiban-kewajiban yang melekat pada pemilikan.
31. Tentang sistem upah: sementara menolak anggapan seolah-olah sistem itu dengan sendirinya tidak adil, beliau mengecam cara yang tidak manusiawi dan tidak adil yang sering terjadi dalam pelaksanaannya, dan menguraikan secara khas norma-norma dan syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya keadilan dan kelayakan jangan dilanggar.
32. Berkaitan dengan itu, seperti dengan jelas ditunjukkan oleh pendahulu kami, dalam situasi sekarang ini layak dianjurkan, supaya kontrak upah sekedar diubah dengan menerapkan padanya unsur-unsur yang diambil dari kontrak kemitraan, sehingga ”para buruh dan petugas-petugas lain ikut serta dalam pemilikan atau manajemen, atau dengan cara tertentu ikut menikmati keuntungan-keuntungan”[11].
33. Yang mempunyai relevansi doktriner dan praktis yang khas ialah pernyataan beliau, bahwa ”kalau ciri sosial dan perorangan kerja diabaikan, kerja tidak dapat dinilai dengan adil atau diberi imbalan yang layak”[12]. Oleh karena itu dalam menetapkan upah-upah keadilan menuntut supaya yang diperhitungkan jangan hanay kebutuhan-kebutuhan buruh-buruh perorangan beserta keluarga mereka, melainkan juga keadaan finansial perusahaan tempat kerja mereka , dan ”kesejahteraan ekonomi segenap rakyat”[13].
34. Selanjutnya Paus Pius XI menekankan pertentangan mendasar antara Komunisme dan Kristianitas, serta menjelaskan supaya jangan ada orang Katolik yang menggabungkan diri dengan sosialisme bahkan yang moderat pun. Alasannya ialah: sosialisme berdasarkan ajaran tentang masyarakat manusia, yang terikat pada kurun waktu tertentu dan tidak memperhitungkan sasaran lain kecuali kesejahteraan materiil. Oleh sebab itu, karena sosialisme mengusulkan suatu bentuk organisasi sosial, yang melulu bertujuan produksi, sosialisme terlampau ketat mengungkung kebebasan manusiawi, sekaligus mengabaikan pengertian kewenangan sosial yang sesungguhnya.
35. Paus Pius XI sungguh menyadari kenyataan, bahwa selama empat puluh tahun sesudah terbitnya Ensiklik Paus Leo XIII panorama sejarah cukup banyak berubah. Misalnya, jelaslah persaingan yang tidak dikendalikan, akibat tendensi-tendensi yang melekat padanya sendiri, akhirnya praktis menghancurkan diri. Persaingan itu menimbulkan penimbunan sangat besar kekayaan, dan sepanjang proses memusatkan kekuasaan ekonomi yang kejam dalam tangan segelintir orang, ”yang kebanyakan bukan pemilik, melainkan sekedar pengawas  dan pengurus dana-dana yang diinvestasikan, yang mereka kelola menurut kemauan mereka sendiri”[14].
36. Maka, seperti dengan cermat dikatakan oleh Paus,”dominasi ekonomi menggantikan pasar terbuka. Ambisi tak terkendali untuk mendominasi menyusul hasrat akan keuntungan; seluruh perekonomian menjadi keras, kejam dan tegar sampai mengerikan”[15]. Sebagai konsekuen-sinya bahkan pemerintah pun melayani kelompok yang cukup kaya, yang dengandemikian mencengkeram seluruh dunia.
37. Paus Pius XI memandang penataan ulang dunia ekonomi dalam rangka tata moral dan terbawahnya kepentingan-kepentingan perorangan maupun kelompok kepada kepentingan kesejahteraan umum sebagai usaha utama untuk mengatasi situasi yang buruk itu. Menurut beliau, itu memerlukan rekonstruksi masyarakat yang teratur, disertai pembetukan lembaga-lembaga ekonomi dan kejuruan, yang otonom dan tidak dikuasai oleh Negara. Pemerintah harus kembali menunaikan fungsinya memajukan kepentingan umum bagi semua. Akhirnya perlu ada kerja sama tingkat sedunia demi kesejahteraan ekonomi semua bangsa.
38. Maka ajaran Paus Pius XI dalam Ensiklik beliau dapat dirangkum dalam dua pokok. Pertama beliau mengajarkan apa yagn semestinya bukan tolok ukur paling mendasar di bidang ekonmi. Norma itu bukanlah kepentingan-kepentingan khusus perorangan atau kelompok-kelompok, bukan persaingan tak terkendali , kesewenang-wenangan dalam hal ekonomi, kehormatan nasional atau imperialisme, atau sasaran-sasaran lain sebagainya.
39. Sebalinya, segala bentuk usaha di bidang ekonomi harus didasarkan pada asas-asas keadilan sosial dan cintakasih.
40. Pokok kedua yang kami pandang mendasar menurut Ensiklik ialah ajaran beliau, bahwa seharusnya tujuan manusia yakni: menciptakan dalam keadilan sosial tata-hukum nasional maupun internasional, beserta jaringan lembaga-lembaga resmi maupun swasta yang ada padanya, yang memungkinkan segala kegiatan ekonomi diselenggarakan bukan semata-mata untuk beroleh keuntungan sendiri, melainkan juga demi kepentingan kesejahteraan umum.

AJARAN PAUS PIUS XII

41. Atas segal ajasa beliau untuk lebih mencermatkan definisi Kristiani tentang hak-hak maupun kewajiban-kewajiban sosial sudah selayaknya almarhum pendahulu kami Paus Pius XII menerima pengakuan sepenuhnya. Pada hari Minggu Pentekosta, tgl. 1 Juni 1941, beliau menyiarkan amanta “untuk meminta perhatian duna Katolik terhadapa kenangan, yang layak ditulis dengan aksara emas pada kalender Gereja, yakni: ulang tahun relima-puluh terbitnya Ensiklik sosial Paus Leo XIII yang menjadi tonggak sejarah, Ensiklik “Rerum Novarum”[16], serta “untuk dignan segala ketulusan dan kerendahan hati melambungkan kehadirat Allah yang Mahakuasa puji syukur kita atas kurnia…yang dianugerahkan-Nya kepada Gereja, berupa Ensiklik Wakil-Nya di dunia, serta untuk memuji Allah atas nafas Roh yang menghidupkan, yang melalui Ensiklik itu, Sejas itu makin bertambah kyat, menghembus atas segenap Amat manusia”[17].
42. Dalam amanat radio beliau Paus yagn agung itu mempertahankan bagi Gereja ”kompetensi yang tak dapat diganggu-gugat” untuk ”memutuskan, benarkah dasar-dasar sistem sosial tertentu selaras dengan tata-tertib yang tetap-lestari, yang oleh Allah Pencipta dan Penebus kita telah ditunjukkan kepada kita melalui hukum kodrati dan perwahyuan”[18]. Beliau mengukuhkan, bahwa ajaran Ensiklik ”Rerum Novarum” tetap berlaku dan nilainya tidak terhingga, serta memanfaatkan kesempatan ”untuk menyampaikan berbagai prinsip pemandu lebih lanjut di bidang moral tentang tiga nilai mendasar bagi kehidupan sosial dan ekonomi. Tiga nilai fundamental, yang saling berkaitan erat, saling melengkapi dan saling tergantung itu ialah: penggunaan harta-benda jasmani, kerja, dan keluarga”[19].
43. Tentang penggunaan harta-benda jasmani pendahulu kami menyatakan , bahwa hak tiap manusia untuk memakainya guna memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri harus diutamakan terhadap setiap hak lain di bidang ekonomi, bahkan juga terhadap hak atas milik perorangan. Hak untuk secara perorangan mempunyai harta-benda jasmani dipandang sebagai hak kodrat. Akan tetapi dalam tata obyektif yang ditetapkan oleh Allah hak atas milik tidak dapat menyanggah prinsip dasar, bahwa ”harta-benda yang diciptakan oleh Allah bagi semua orang harus disalurkan kepada siapa saja, menurut asas-asas keadilan dan cintakasih”[20].
44. Mengenal kerja Paus Pius XII mengulangi ajaran Ensiklik Paus Leo XIII, dan mempertahankan, bahwa kerja manusia itu sekaligus tugas dan haknya. Oleh karena itu termasuk tanggungjawab orang-orang sendiri, mengatur hubungan-hubungan timbal-balik mereka mengenai kerja. Kalau mereka tidak dapat atau tidak mau menjalankannya, dan hanya kalau begitu, ”termasuk tugas Negaralah bercampur-tangan dalam pembagian dan pemerataan kerja, dan itu harus dilaksanakan sesuai dengan norma-norma dan sasaran-sasaran, seperti dituntut oleh kepentingan umum menurut artinya yang sesungguhnya”[21].
45. Dalam membahas keluarga Paus menyatakan, bahwa pemilikan perorangan harta-benda jasmani berperanan penting dalam peningkatan kesejahteraan hidup keluarga. Pemilikan itu ”bagi bapak keluarga menjamin kebebasan wajar yagn dibutuhkannya untuk menunaikan tugas-tugas yang dipercayakan oleh Sang Pencipta kepadanya mengenai kesejahteraan fisik, rohani dan keagamaan keluarganya”[22]. Itulah yang mendasari hak keluarga untuk beremigrasi. Begitulah pendahulu kami, berbicara tentang emigrasi, mengingatkan kedua pihak yang terlibat, yakni negeri asal dan negeri yang menerima para pendatang, untuk selalu berusaha ”menyingkirkan sedapat mungkin segala rintangan terhadap tunbuh dan berkembangnya kepercayaan yang sejati”[23] antara bangsa-bangsa. Begitulah keuda pihak akan menyumbangkan bagi dan ikut serta dalam meningkatnya kesejahteraan manusia dan kemajuan kebudayaan.

PERKEMBANGAN-PERKEMBANGAN BARU DI BIDANG POLITIK, SOSIAL DAN EKONOMI

46. Akan tetapi dalam dua dasawarsa sejak perubahn iklim ekonomi yang ketika itu diamati oleh Paus Pius XII panorama ekonomi mengalami perubahan yang radikal, baik dalam struktur intern pelbagai negara, maupun dalam hubungan-hubungan antar negara.
47. Di bidang ilmu-pengetahuan, teknologi dan ekonomi terjadi penemuan energi nuklir, serta penerapannya pertama untuk tujuan perang dan kemudian makin banyak untuk tujuan-tujuan damai; kemungkinan-kemungkinan hampir tak terbatas di bidang kimia dalam produksi bahan sintetis; meningkatnya otomasi dalam industri dan jasa-jasa umum; modernisasi pertanian; makin lancarnya komunikasi, khususnya melalui radio dan televisi; transportasi yang lebih lancar dan awal penaklukan ruang angkasa.
48. Di bidang sosial terjadilah perkembangan asuransi sosial, dan dalam masyarakat-masyarakat yang di bidang ekonomi lebih maju, muncullah sistem-sistem jaminan sosial. Para anggota serikat-serikat kerja menampilkan kesadaran yan g lebh bertanggung jawab akan masalah-masalah sosial dan ekonomi yang lebih berat. Berlangsunglah perbaikan berangsur-angsur pada pendidikan dasar, pemerataan lebih luas perlengkapan hidup yang pokok; peningkatan mobilitas sosial, dan karena itu juga runtuhnya dinding-dinding pemisah antar kelas; seta perhatian lebih besar terhadap masalah-persoalandunia di kalangan rakyat yang berpendidikan rata-rata. Akan tetapi penilaian terhadap meningkatnya efisiensi sistem-sistem sosial dan ekonomi dalam makin banyak masyarakat sekaligus juga menampilkan perbedaan-perbedaan tertentu yang menyolok. Pertama, nampaklah makin berkurangnya keseimbangan antara pertanian di satu pihak, dan industri serta jasa-jasa umum di pihak lain. Kedua, dalam negara-negara yang sama ada daerah-daerah yang tingkat kesejahteraan ekonominya berbeda-beda. Akhirnya – pada tingkat sedunia –menonjollah perbedaan harta-kekayaan ekonomi pada pelbagai negeri.
49. Di bidang politik namapklah banyak perubahan. Di pelbagai negeri semua lapisan masyarakat iktu serta dalam hidup kenegaraan, dan pejabat-pejabat pemerintah kian banyak berperanserta dalam perkara-perkara sosial dan ekonomi. Kita saksikan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika membebaskan diri dari kolonialisme dan merebut kemerdekaan politik. Terdorong untuk bersekutu karena kebutuhan-kebutuhan mereka bersama, bangsa-bangsa makin saling tergantung. Lagi pula makin meluaslah jaringan pelbagai golongan dan organisasi, yang melayangkan pandangan mereka melampaui sasaran-sasaran dan kepentingan-kepentingan negeri masing-masing, dan memusatkan usaha pada kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya danpolitik semua bangsa di seluruh dunia.
50.Sementara mempertimbangkan semuanya itu, kami menyadari tanggung jawab kami untuk mengangkat penyuluh yang dinyatakan oleh para pendahulu kami yang agung, dan meneruskannya dengan nyala yang tetap sama terangnya. Penyuluh itulah yang akan menyinari langkah-langkah mereka semua, yagn mencari pemecahan-pemecahan yang tepat kena bagi sekian banyak masalah sosial dewasa ini. Oleh karena itu tujuan kami bukan semata-mata mengenangkan Ensiklik Paus Leo XIII dengan cara yang pantas, melainkan sekaligus meneguhkan serta lebih mengkonkretkan ajaran para pendahulu kami, dan menetapkan dengan jelas maksud-maksud Gereja tentang masalah-persoalan yang baru dan penting pada zaman sekarang.


II

NEGARA DAN PRAKARSA SWASTA DI BIDANG EKONOMI

51. Sejak semula perlu ditegaskan, bahwa dalam tata ekonomi perlu diutamakan prakarsa pribadi warganegara perorangan, yang dengan pelbagai cara bekerja entah sebagai individu atau dalam perserikatan untuk menunjang kepentingan bersama.
52. Akan tetapi-karena alasan-alasan yang dijelaskan oleh para pendahulu kami-pemerintah pun harus berperanan di bidang ekonomi. Pemerintah hendaknya memajukan produksi dengan cara yang diperhitungkan secermat mungkin untuk mencapai kemajuan sosial dan kesejahteraan segenap rakyat.
53. Dalam karya membimbing, mendorong, mengkoordinasi, membantu dan mengintegrasikan, asas pemandu pemerintah seharusnya ”prinsip subsidiaritas” yang dirumuskan oleh Paus Pius XI dalam Ensiklik ”Quadragesimo Anno”[24]. ”Itulah prinsip mendasar filsafat sosial yang tak pernah goncang dan tak dapat berubah...Seperti kelirulah merebut dari perorangan dan mempercayakan kepada masyarakat apa yang dapat dilaksanakan oleh daya-upaya dan usaha swasta, begitu pula tidak adillah, suatu kesalahan yagn berat dan gangguan tata-tertib yang wajar, bila suatu perserikatan yagn lebih luas dan lebih tinggi mengakukan bagi dirinya fungsi-fungsi yang dpaat dijalankan secara efisien oleh kelompok-kelompok yagn lebih kecil dan lebih rendah tingkatnya. Menurut hakikatnya sendiri tujuan sejati segala kegiatan sosial seharusnya membantu para anggota badan sosial, tetapi jangan pernah menghancurkan atau menyerap mereka”[25].
54. Kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi produktif zaman sekarang jelas memungkinkan kekuasaan pemerintah jauh lebih banyak daripada di masa lampau, mengurangi ketimpangan-ketimpangan yang barangkali ada antara berbagai bidang ekonomi atau antara beberapa daerah dalam satu negeri, atau bahkan antara berbagai bangsa di dunia. Kemajuan itu juga menaruh ke dalam tangan pemerintah upaya-upaya yang lebih andal untuk membatasi pasang-surut ekonomi dan menyediakan upaya-upaya yang efektif untuk mencegah timbulnya pengangguran masal. Oleh karena itu para penguasa-karena merekalah yang bertanggung jawab atas kepentingan bersama-dianjurkan dengan mendesak, untuk meningkatkan taraf dan jangkauan kegiatan-kegiatan mereka di bidang ekonomi, dan untuk merintis cara-cara serta menemukan upaya-upaya dan menggerakkan mekanisme yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu.
55. Akan tetapi, betapa pun luas dan jauh jangkauan pengaruh Negara atas perekonomian, pengaruh itu jangan pernah digunakan hingga warganegara perorangan tidak mampu bertindak dengan bebas lagi. Melainkan pengaruh itu justru harus meningkatkan kebebasannya sementara secara efektif menjamin terlindungnya hak-hak asasi pribadinya. Termasuk di dalamnya hak serta kewajiban manusia untuk terutama bertanggung jawab atas rejekinya sendiri dan atas nafkah keluargannya. Maka dari itu tiap sistem ekonomi harus memungkinkan dan memperlancar pengembangan bebas kegiatan produktif.
56. Lagi pula, seperti makin jelas ternyata dari sejarah sendiri, tidak mungkin ada masyarakat yang tertib-teratur dan sejahtera tanpa kerja sama antara warganegara perorangan dan Negara di bidang ekonomi. Kedua pihak harus berpadu tenaga secara laras-serasi,  dan usaha-usaha masing pihak harus separan dengan kebutuhan-kebutuhan kepentingan umum dalam situasi-situasi maupun kondisi-kondisi hidup manusia pada umumnya.
57. Menurut pengalaman, bila tidak ada prakarsa perorangan, muncullah tirani politik; selain itu kemacetan ekonomis dalam produksi cukup banyak barang konsumsi dan dalam jasa-jasa materiil maupun spirituil, yakni hal-hal yang sangat tergantung dari penggunaan serta dorongan bakat-bakat kreatif perorangan.
58. Bila di lain pihak jasa-pelayanan Negara tidak ada atau serba kurang, muncullah kekacauan yang tak teratasi: khususnya penghisapan sewenang-wenang kaum lemah oleh mereka yang berkuasa. Sebab selalu ada orang-orang seperti itu, yang ibarat lalang di tengah gandum, tumbuh subur di tiap-ladang.

BERKEMBANGNYA SERIKAT-SERIKAT

59.Jelaslah salah satu ciri utama yang agaknya cukup menyolok pada zaman sekarang yakni berkembangnya hubungan-hubungan sosial, ikatan-ikatan timbal-balik, yang kian hari makin besar jumlahnya, dan yang menimbulkan banyak dan bermacam-ragam perserikatan dalam kehidupan maupun kegiatan para warganegara, yang kemudian ditampung dalam perundang-undangan. Kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi, meningkatnya daya-guna produktif, serta menanjaknya estándar hidup termasuk sekian banyak faktor zaman sekarang, yang agaknya menunjang arus perkembangan itu.
60. Perkembangan dalam kehidupan sosial manusia itu sekaligus merupakan gejala dansebab meningkatnya campurtangan Negara, bahkan hingga dlam hal-hal yang merupakan kepentingan yang sangat pribadi, oleh karena itu cukup penting dan bukannya tanpa risiko. Dapat dikemukakan sebagai contoh hal-hal seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan, pemilihan kejuruan, dan perawatan serta rehabilitasi para penyandang cacat fisik maupun mental. Perkembangan itu sebagian juga hasil, sebagian merupakan ungkapan dorongan kodrati dan hampir pantang dilawan pada manusia untuk bergabung dengan sesama, guna mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang melampaui upaya-upaya atau bakat-kemampuan orang-orang perorangan. Akhir-akhri ini kecenderungan itu di mana-mana menimbulkan gerakan-gerakan nasional maupun internasional, serikat-serikat dan lembaga-lembaga yagn mempunyai tujuan-tujuan ekonomis, budaya, sosial, olah-raga, istirahat, profesional dan politik.
61. Jelaslah perkembangan semacam itu dalam hubungan-hubungan sosial memabwa serta banyak keuntungan. Perkembangan itu memungkinkan orang-perorangan mewujudkan banyak hak-hak pribadinya, khususnya di bidang ekonomi dan sosial, yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidup, pelayanan kesehatan, pendidikan atas dasar yang lebih luas dan lebih bermutu, pembinaan kejuruan yang lebih mendalam, perumahan, kerja, dan liburan serta rekreasi yang sewajarnya. Kecuali itu makin canggihnya cara-cara modern untuk menyiarkan gagasan-media cetak, film, radio, televisi, -memungkinkan siapa pun menyimak peristiwa-peristiwa manusiawi di seluruh dunia.
62. Akan tetapi berlipatganda dan makin meluasnya bentuk-bentuk berserikat itu serta-merta memunculkan amat banyak hukum dan peraturan-peraturan yang bersifat membatasi di banyak sektor hidup manusia. Oleh karena itu mempersempit lingkup kebebasan pribadi untuk bertindak. Upaya-upaya yang sering dipakai, cara-cara yang ditempuh, suasana yang diciptakan, semuanya sernetak mempersukar orang untuk berpikir tanpa dipengaruhi oleh pihak-pihak lain, untuk bertindak atas prakarsanya sendiri, untuk mengamalkan tanggung jawabnya, dan mengungkapkan serta memenuhi kepribadiannya sendiri. Lalu bagaimana? Haruskah disimpulkan, bawa bertambahnya hubungan-hubungan sosial itu mau tak mau memerosotkan manusia menjadi otomat-otomat belaka? Sama sekali tidak!
63. Sebab sebenarnya pertumbuhan dalam hidup sosial manusia itu bukan hasil kekuatan-kekuatan alam, yagn seolah-olah bekerja karena naluri buta. Melainkan , seperti telah diulas, diciptakan oleh manusia-manusia, yang menurut kodrat mereka bebas dan otonom, sungguhpun-tentu saja-mereka harus mengakui, dan dalam arti tertentu mematuhi, hukum-hukum  perkembangan ekonomi dan kemajuan sosial, dan tida dapat sama sekali mengelakkan tekanan lingkungan.
64. Oleh karena itu perkembangan hubungan-hubungan sosial itu dapat dan harus diwujudkan dengan cara yang dipertimbangkan semasak mungkin, untuk mendukung keuntungan-keuntungan yang terkait dengannya, dan untuk menangkal atau setidak-tidaknya mengurangi kerugian-kerugian yang dapat menyertainya.

SERIKAT-SERIKAT DAN ORANG PERORANGAN

65. Supaya tujuan itu tercapai para pejabat pemerintah harus secara konkret berpedoman pada pandangan yang cermat tentang kepentingan umum. Mereka harus memperhitungkan semua kondisi sosial yang mendukung perkembagnan pribadi manusia seutuhnya. Lagi pula kami anggap penting sekali bahwa sekian banyak badan pengantara dan usaha-usaha bersama-yang dapat dipandang sebagai wahana utama pertumbuhan sosial itu-sungguh bersifat otonom, dan secara loyal bekerja sama untuk mengusahakan kepentingan-kepentingan mereka sendiri yang khas maupun kepentingan-kepentingan umum. Sebab kelompok-kelompok itu sendiri harus menampilkan bentuk dan hakikat persekutuan yang sejati. Itu hanya akan terlaksana, bila para anggotanya diperlakukan sebagai pribadi manusia dan didorong untuk berperan serta secara aktif dalam mengatur urusan-urusan kelompok mereka.
66. Sementara ikatan-ikatan timbal-balik yang menghimpun orang-orang zaman sekarang itu berkembang dan makin erat, pemerintah akan makin mudah mewujudkan tata-tertib yang semestinya, semakin berhasil menciptakan keeimbangan antara kedua faktor berikut: di satu pihak kebebasan para warga masyarakat serta kelompok-kelompok mereka untuk sementara bekerja sama bertindak secara otonomi, dan di pihak lain kegiatan Negara mengatur dan mendukung sebagaimana layaknya usaha-usaha perorangan maupun kelompok-kelompok.
67. Selama hubungan-hubungan sosial sungguh mematuhi prinsip-prinsip itu dalam perspektif tata-moral, perluasannya tidak usah berarti seolah-olah para warga masyarakat akan mengalami diskriminasi berat atau dibebani secara berlebihan. Sebalinya dapat diharapkan, bahwa hubungan-hubungan itu akan membantu mereka mengembangkan dan menyempurnakan bakat-pembawaan mereka sendiri, dan mengantar kepada rekonstruksi laras-serasi masyarakat, yang oleh pendahulu kami Paus Pius XI dalam Ensiklik beliau ”Quadragesimo Anno” diutarakan sebagai syarat mutlak bagi terpenuhinya hak-hak maupun kewajiban-kewajiban perihidup sosial[26].

UPAH YANG ADIL

68. Hati kami tersayat oleh rasa sedih yang mendalam, menyaksikan pemandangan yang memilukan: jutaan kaum buruh di sekian banyak negeri dan benua-benua akibat tidak layaknya upah mereka terpaksa hidup bersama keluarga mereka dalam keadaan yang sama sekali tak layak manusiawi. Barangkali sebabnya ialah karena proses industrialisasi di negeri-negeri itu baru berada di tahap awalnya, atau belum cukup terkembangkan.
69. Akan tetapi di beberapa di antara negeri-negeri itu kekayaan tak terduga besarnya, kemewahan yagn tak terkendali pada kelompok kecil yang sangat beruntung, merupakan kontras yang tajam dan mengerikan sekali terhadap kemiskinan kebanyakan penduduknya yang sungguh keterlaluan. Di berbagai kawasan dunia orang-orang ditimpa oleh perampasan-perampasan yang tidak manusiawi lagi, sehingga penghasilan ekonomi nasional dapat menanjak tinggi dengan laju kecepatan melampaui apa yang mungkin dicapai, seandainya keadilan sosial dan kelayakan sungguh diindahkan. Sedangkan di negeri-negeri lain persentase cukup besar penghasilan diserap dalam pembangunan ”prestige nasional” dalam arti yang salah, dan jumlah dana yang besar sekali dibelanjakan untuk persenjataan.
70. Di negeri-negeri yang sudah maju perekonomiannya, jasa-jasa yang relatif tidak penting, dan jasa-jasa yang nilainya diragukan, sering mendapat imbalan yagn tinggi sekali di luar segala proporsi, sedangkan kerja keras yang bermanfaat, dijalankan oleh jumlah amat besar orang-orang yang dengan jujur membanting tulang, mendapat imbalan yang kecil sekali. Upah yang mereka terima sama sekali tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok hidup. Upah itu sama sekali tidak sepadan dengan sumbangan mereka kepada kesejahteraan masyarakat, kepada keuntungan perusahaan tempat mereka bekerja, dan kepada ekonomi nasional pada umumnya.
71. Maka kami pandang sebagai tugas kami menyatakan lagi, bahwa upah kerj atidak boleh dibiarkan tergantung dari hukum-hukum pasar saja. Upah juga tidak dapat diputuskan sekehendak mereka yang lebih berkuasa. Upah harus ditetapkan sesuai dengan keadilan dan kelayakan. Itu berarti bahwa kaum buruh berhak menerima upah, yang memungkinkan mereka hidup secara layak manusiawi, dan menunaikan kewajiban-kewajiban mereka terhadap keluarga sebagaimana layaknya pula. Faktor-faktor lain berperanan juga dalam penentuan upah yang adil, yakni sumbangan efektif yang diberikan tiap orang kepada usaha ekonomi, keadaan finansial perusahaan yang dilayaninya, tuntutan-tuntutan kepentingan umum negeri tertentu-khususnya dengan mengindahkan dampak-pengaruhnya pada tersedianya lapangan kerja bagi tenaga kerja negeri itu secara keseluruhan-dan akhirnya tuntutan-tuntutan kepentingan umum segenap keluarga bangsa-bangsa mana pun juga,besar maupun kecil.
72. Prinsip-prinsip itu tadi berlaku selalu dan di mana-mana. Itu jelas. Akan tetapi seberapa jauh dapat diterapkan pada kenyataan-kenyataan konkret, tidak dapat ditetapkan tanpa menunjuk kepada besarnya maupun mutu sumber-sumber yang tersedia. Dan sumber-sumber itu dapat dan menurut kenyataan memang-berbeda-beda dari negeri ke negeri bahkan jug adari masa ke masa dalam negeri yang sama.

PEMILIKAN BERSAMA

73. Mengingat pesatnya laju perkembangan ekonomi-ekonomi nasional, khususnya sejak perang, ada satu prinsip sosial yagn penting sekali, dan hendak kami mintakan perhatian anda. Prinsip itu ialah: kemajuan ekonomi harus disertai dengan kemajuan sosial yang sepadan, sehingga segala lapisan penduduk dapat ikut memanfaatkan produktivitas yang meningkat. Dibutuhkan kewaspadaan dan usaha yang amat intensif untuk menjamin, supaya ketimpangan-ketimpangan sosial jangan bertambah, melainkan dikurangi sedapat mungkin.
74. Dengan cermat sekali pendahulu kami Paus Pius XII memantau: ”Begitu pula perekonomian nasional, sebagai hasil kerja bersama para warga dalam masyarakat Negara, tidak mempunyai tujuan lain kecuali menjamin kelestarian kondisi-kondisi materiil, supaya di situ kehidupan perorangan para warga dapat berkembang sepenuhnya. Bila itu tetap terjamin, suatu masyarakat sungguh-sungguh akan kaya di bidang ekonomi, sebab kesejahteraan umum, dan karena itu hak pribadi mereka semua untuk menggunakan harta-benda jasmani, diwujudkan selaras dengan tujuan yang dikehendaki oleh Sang Pencipta”. Dari situ dapat disimpulkan, bahwa kesejahteraan ekonomi suatu bangsa tidak terutama terletak pada keseluruhan persediaan berupa kekayaan dan harta-milik, melainkan pertama-tama pada pembagian dan pemerataan kekayaan itu. Itulah yagn menjamin perkembangan pribadi para warga masyarakat, yang merupakan tujuansesungguhnya perekonomian bangsa.
75. Sehubungan dengan itu perlu dikemukakan adanya sistem pengelolaan finansial mandiri, yang di banyak negeri dianut oleh perusahaan-perusahaan yagn besar atau relatif besar. Karena penggantian upaya-upaya produksi serta perluasannya dibiayai dari penghasilannya sendiri, perusahaan-perusahaan itu berkembang dengan pesat sekali. Pada hemat kami di situ kaum buruh layak mendapat jatah saham di perusahaan tempat kerja mereka, khususnya bila mereka menerima tidak lebih dari upah minimum.
76. Di sini perlu diingatkan prinsip yagn diutarakan oleh Paus Pius XI dalam Ensiklik ”Quadragesimo Anno”: ”Keliru sama sekali mengaitkan melulu dengan modal atau dengan kerja semata-mata apa pun yang telah diperoleh melalui usaha terpadu keduannya, dan sama sekali tidak adil bagi salah-satu dari kedua faktor produksi, mengingkari daya-guna faktor lainnya, untuk mengakukan pada dirinya apa pun yang sudah diproduksi”[27].
77. Pengalaman menyarankan banyak cara untuk memenuhi tuntutan-tuntutan keadilan. Untuk tidak menyebutkan cara-cara lain, dewasa ini sangat dianjurkan supaya kaum buruh lambat-laun ikut serta memiliki perusahaan, dengan cara-cara dan menurut pola yang agaknya paling sesuai. Sebab sekarang, bahkan masih lebihdari pada zaman pendahulukami, ”setiap usaha perlu dijalankan, supaya setidak-tidaknya di masa mendatang hanya jatah yang adil saja dari hasil-hasil produksi dibiarkan menumpuk di tangan kaum kaya, sedangkan jatah yagn mencukupi bahkan longgar diperuntukkan bagi kalangan buruh”[28].

MENGINDAHKAN KEPENTINGAN UMUM

78. Akan tetapi masih ada pokok yang perlu ditekankan: tiap penyesuaian antara upah dan keuntungan harus memperhatikan tuntutan-tuntutan kepentingan umum negeri tertentu danseluruh bangsa manusia.
79. Apa sajakah tuntutan-tuntutan itu? Pada tingkat nasional antara lain: lapangan kerja bagi jumlah sebesar mungkin kaum buruh; usaha supaya jangan muncul kelas-kelas yang menikmati posisi istimewa, juga di antara kaum buruh; pelestarian keseimbangan antara upah dan harga-harga; kebutuhan untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa bagi jumlah rakyat sebesar mungkin; penghapusan, atau setidak-tidaknya pengurangan, ketimpangan-ketimpangan di berbagai sektor ekonomi-yakni: antara pertanian, industri dan jasa-jasa; usaha menciptakan keseimbangan yagn sewajarnya antara perluasan ekonomi dan perkembangan jasa-jasa sosial, khususnya melalui tindakan-tindakan pemerintah; penyelarasan sebaik mungkin upaya-upaya produksi dengan kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi; usaha agar keuntungan-keuntungan yang memungkinkan cara hidup lebih manusiawi tersedia bukan hanya bagi generasi sekarang, melainkan bagi generasi mendatang juga.
80. Termasuk tuntutan-tuntutan kepentingan umum pada tingkat internasional: usaha menghindari segala bentuk persaingan yang tidak adil antara perekonomian berbagai negeri; usaha memupuk kerja sama timbal-balik dan kehendak baik; dan kerja sama efektif dalam pengembangan masyarakat-masyarakat yang di bidang ekonomi belum maju.
81. Tuntutan-tuntutan kepentingan umum itu, pada tingkat nasional maupun internasional, perlu diperhatikan juga dalam penetapan balas jasa bagi mereka yang bertanggung jawab atas kepemimpinan perusahaan produktif, atau dalambentuk suku bunga dan dividen bagi para pemilik saham.

PARTISIPASI KAUM BURH

82. Keadilan perlu ditegakkan bukanhanya dlaam pemerataan kekayaan, melainkan juga berkenaan dengan kondisi-kondisi mereka yang terlibat dalam menghasilkan kekayaan itu. Menurut hakikatnya tiap orang perlu mengungkapkan diri dalam kerjanya dan sementara itu menyempurnakan diri.
83. Oleh karena itu, kalau seluruh struktur dan organisasi suatu sistem ekonomi sedemikian rupa, sehingga melecehkan martabat manusiawi, mengurangi kesadaran bertanggung jawab orang, atau merampas peluangnya untuk mewujudkan prakarsa-prakarsanya sendiri, menurut keyakinan kami sistem itu sama sekali tidak adil-entah berapa besar kekayaan yang dihasilkannya, atau betapa adil dan serasi pemerataan kekayaan itu.
84. Tidak mungkin menetapkan dengan seksama macam struktur ekonomi yang paling sesuai dengan martabat manusia, dan diperhitungkan sebaik mungkinsehingga mengembangkan padanya kesadaran bertanggung jawab. Akan tetapi Paus Pius XII membantu kit adengan pedoman berikut:”Usaha-usaha kecil dan berukuran rata-rata di bidang pertanian, dalam kesenian dan kerajinan, dalam perdagangan dan industri, harus dijamin dan didukung. Lagi pula harus bergabung dalam serikat-serikat kerja sama untuk beroleh manfaat serta keuntungan-keuntungan, yang lazimnya hanya dapat diperoleh dari organisasi-organisasi yang besar. Dalam perusahaan-perusahaan besar sendiri harus ada kemungkinan mengatur kontrak kerja melalui perjanjian kemitraan”[29].
85. Oleh karena itu usaha-usaha pengrajin dankeluarga petani, begitu pula koperasi-koperasi, yagnbertujuan melengkapi dan menyempurnakan usaha-usaha semacamitu, semua itu perlu dilindungi dan didukung selaras dengan kepentingan umum dan kemajuan teknologi.
86. Kamimasih akan kepada masalah kaum petani. Pada hemat kami di sini sudah semestinya dikatakan sesuatu tentang usaha-usaha pengrajin dan koperasi-koperasi.
87. Pertama-tama perlu ditekankan,bahwa kalau dua macam usaha itu mau berkembang dengan subur, harus terus menerus siap-sedia untuk menyesuaikan perlengkapan produksi serta metode-metode produktifnya supaya menaggapi situasi-situasi baru yagn diciptakan karena kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi serta berubah-ubahnya tuntutan-tuntutan dan pilihan-pilihan konsumen. Penyesuaian itu harus dijalankan terutama oleh para buruh dan para anggota koperasi-koperasi sendiri.
88. Maka, kedua kelompok itu memerlukan pembinaan teknis dan umum yang mendalam, serta membutuhkan organisasi-organisasi kejuruan mereka sendiri. Begitu pula pentinglah pemerintah menempuh langkah-langkah yang tepat berkenaan dengan pendidikan, soal perpajakan, kemudahan-kemudahan kredit, jaminan sosial  dan asuransi.
89. Selain itu dua kategori warga masyarakat itu,yakni para pengrajin dan anggota koperasi-koperasi, berhak sepenuhnya atas daya-upaya Negara yang waspada, karena mereka menjunjung tinggi nilai-nilai manusiawi yang sejati, dan menyumbang bagi kemajuan peradaban.
90. Maka sebagai bapa kami mengundang putera-puteri kami yang terkasih, para pengrajin dan anggota koperasi-koperasi di seluruh dunia, supaya menyadari keagungan tugas mereka itu dalam Negara. Melalui teladan mereka, mereka membantu tetap menghidupkan di masyarakat mereka sendiri kesadaran bertanggung jawab yang sejati, semangat kerja sama, dan keinginan yang tetap dipupuk untuk menciptakan karya baru yang sungguh asli dan besar jasanya.
91. Tidak kurang dari para pendahulu kami, kami yakin bahwa sewajarnyalah kaum buruh ingin berperan serta dalam kegiatan perusahaan industri yang mereka layani. Sudah tentu tidak mungkin menggariskan peraturan-peraturan yang ketat dankaku mengenai cara berperan serta itu, sebab itu harus tergantung dari kondisi-kondisi yang lazim, yang berbeda dari perusahaan ke perusahaan, dan sering terpengaruh oleh perubahan yang pesat dan cukup baku. Akan tetapi kami merasa yakin akan keharusan memberi kaum buruh peranan aktif dalam bisnis perusahaan tempat mereka bekerja, baik perusahaan swasta maupun pemerintah. Perlu dijalankan segala usaha untuk menjamin, agar perusahaan itu memang sungguh merupakan suatu persekutuan manusiawi, penuh kepedulian akan kebutuhan-kebutuhan, kegiatan-kegiatan dan kedudukan masing-masing anggotanya.
92. Terbentuknya persekutuan itu menyaratkan, supaya hubungan antara pihak majikan dan kaum buruh mencerminkan pengertian, penghargaan dan iktikad baik di kedua pihak. Menuntut pula, agar semua pihak bekerja sama secara aktif dan loyal dalam usaha bersama, bukan pertama-tama demiapa yagn dapat mereka peroleh bagi diri sendiri, melainkan terutama karena menunaikan tugas dan menyumbangkan jasa kepada sesama. Semuanya itu mengandaikan, bahwa kaum buruh ikut berperan dan membawa sumbangan mereka sendiri dalam pengelolaan dan pengembangan perusahaan secara efisien. Menurut Paus Pius XII, “fungsi ekonomis dan sosial, yang tiap orang ingin menjalankan, meminta supaya pelaksanaan kegiatan masing-masing jangan sama sekali dikuasai oleh pihak-pihak lain”[30]. Jelaslah tiap perusahaan yang mempunyai kepedulian akan martabat manusiawi para buruhnya harus pula mempertahankan kesatuan kepemimpinan yang memang dibutuhkan dan efisien. Akan tetapi janganlah perusahaan memperlakukan kaum buruhnya, yang melewatkan hari-harinya dalampelayanan di lingkup perusahaan, seolah-olah mereka itu hanya suku cadang belaka dalam “mesin” itu, sementara mereka tidak mendapat peluang mana pun untuk mengungkapkan keinginan-keinginan mereka, atau untuk memanfaatkan pengalaman mereka dalam pekerjaan yang mereka jalankan, dan hanya membiarkan mereka bersikap pasif melulu dalam hal keputusan-keputusan yang serba mengatur kegiatan mereka.
93. Akhirnya ingin kami kemukakan, bahwa tuntutan kaumburuh sekarang untuk berperan serta lebih banyak dalam pengelolaan perusahaan bukan hanya selaras dengan kodrat manusia, melainkan juga dengan kemajuan belakangan ini di bidang ekonomi, sosial dan politik.
94. Sebab sungguhpun sekarang ini masih terdapat banyak ketimpangan yang melanggar keadilan dan perikemanusiaan di bidang ekonomi dan sosial, dan masih terjadi banyak kesalahan pula mengenai kegiatan, sasaran-sasaran, struktur dan pelaksanaan perekonomian di seluruh dunia, tidak dapat diingkari bahwa-berkat dorongan serta dukungan kemajuan ilmu-pengetahuan danteknologi-sistem-sistem produktif sekarang mengalami modernisasi makin pesat dan efisien, melebihi sebelum ini. Oleh karena itu dari pihak kaum buruh dibutuhkan ketrampilan teknis lebih besar, begitu pula kualifikasi kejuruan yang harus melayani tuntutan lebih berat. Itu berarti, bahwa mereka memerlukan bantuan yang lebih besar dan waktu terluang yang lebih banyak, untuk melengkapi pendidikan kejuruan mereka, dan mengujicoba secara lebih tepat pembinaan budaya, moril dan keagamaan mereka.
95. Salah satu konsekuensinya: kaum muda zaman sekarang berpeluang lebih besar untuk mendapat pendidikan dasar dalam berbagai ketrampilan dan ilmu-pengetahuan.
96. Semuanya itu mendukung terciptanya lingkungan,yang mendorong kaum buruh untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar di lapangan kerja mereka sendiri. Di bidang politik pun suatu konsekuensi yang cukup penting ialah, bahwa para warganegara makin menyadari tanggung jawab mereka untuk ikut memajukan kepentingan umum di segala bidang kehidupan.

SERIKAT-SERIKAT DAN PEREKONOMIAN

97. Pada zaman sekarang nampaklah besarnya pertambahan jumlah serikat-serikat buruh. Pada umunya serikat-serikat itu mendapat pengakuan resmi menurut perundang-undangan pelbagai negara danpada tingkat internasional. Anggota-anggota baru tidak lagi diajak bergabung untuk mengadakan aksi-aksi, melainkan untuk menggalang kerja sama, terutama melalui musyawarah bersama. Tetapi di sini sudah selayaknya ditekankan juga, betapa memang tepat-waktu dan sungguh perlulah kaum buruh mendapat peluang untuk berdampak-pengaruh atas kehidupan Negara, dan bukan melulu dalam batas-batas bidang kerja mereka sendiri.
98. Alasannya ialah: perusahaan-perusahaan produktif, entah besar atau kecil, entah daya-guna atau relevansinya dalam Negara, hanya merupakansebagaian-tetapi sebagian yang integral-dalam keseluruhan situasi sosial dan ekonomi bangsa, yang ikut menentukan kesejahteraan perusahaan-perusahaan itu sendiri.
99. Oleh karena itu bukan keputusan-keputusan yang diambil dalam unit-unit produksi itulah yang paling mempengaruhi perekonomian, melainkan ketetapan-ketetapan pemerintah dan lembaga-lembaga, yang menangani pelbagai masalah ekonomi pada taraf nasional atau internasional. Maka wajar sekali juga, atau bahkan perlulah, pemerintah dan lembaga-lembaga itu mengikut-sertakan kaum buruh dalam perundingan-perundingan mereka, begitu pula siapa saja yang mewakili hak-hak, tuntutan-tuntutan serta aspirasi-aspirasi para pekerja; dan tidak membatasi musyawarah mereka itu pada mereka yang semata-mata mewakili kepentingan-kepentingan pengelolaan.
100. Kami anggap suatu kehormatan menjadi bapa, dan ada tempat istimewa dalam pemikiran dan hati-sanubari kami bagi kelompok-kelompok kejuruan dan serikat-serikat buruh Kristiani, yang berada dan  beroperasi di sekian banyak daerah di dunia. Kami menyadari sifat maupun lingkup kesukaran-kesukaran yang ditanggung oleh putera-puteri kami yang terkasih itu, sementara mereka tiada hentinya dan dengan gigihnya berusaha memperjuangkan kepentingan-kepentingan materiil dan moril kaum pekerja di negeri mereka sendiri dan di seluruh dunia.
101. Sudah selayaknya mereka menerima pujian kami. Relevansi usaha-usaha mereka harus dinilai bukan saja berdasarkan buah-hasilnya yang langsun gdan nyata, melainkan juga berdasarkan dampaknya pada dunia pekerja secara keseluruhan. Usaha-usaha itu membantu menyebarluaskan prinsip-prinsip yang sehat untuk bertindak dan pengaruh yang sungguh positif agama Kristiani.
102. Selain itu kami ingin menyampaikan pujian kami kepada para putera-puteri kami, yang dijiwai semangat Kristiani yang sejati berpadu tenaga dengan kelompok-kelompok kejuruan dan serikat-serikat buruh lainnya, yang menghormati hukum kodrati dan kebebasan suarahati para anggotanya.
103. Kami merasa perlu juga menyatakan di sini penghargaan kami setulus hati terhadapa usaha-usaha yang sedang ditempuh oleh Organisasi Kerja Internasional, yang di pelbagai negeri termashur sebagai OIL atau ILO atau OIT. Sudah bertahun-tahun lamanya organisasi itu membawakan sumbangan yang efektif dan amat dihargai untuk membangun di dunia ini tata ekonomi dan tata sosial, yang ditandai oleh keadilan dan perikemanusiaan, dan mengakui serta menjamin hak-hak kaum buruh yang sah.

HAK ATAS MILIK PERORANGAN

104. Siapa pun mengetahui, bahwa selama tahun-tahun terkhir ini di perusahaan-perusahaan industri yang agak besar makin dipertegas pembedaan antara pemilikan modal produktif dan tanggung jawab para pengelola. Itu ternyata menimbulkan masalah-masalah cukup berat bagi pemerintah, yang bertugas mengusahakan, jangan sampai sasaran-sasaran yang hendak dicapai oleh para pemimpin organisasi-organisasi yang utama-khususnya yang memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional-bagaimana pun juga bertentangan dengan kepentingan-kepentingan kesejahteraan umum. Menurut pengalaman soal-soal itu muncul, entah modal yang menopang perusahaan-perusahaan besar itu merupakan milik  warga masyarakat perorangan entah milik lembaga-lembaga resmi.
105. Benar pula bahw asekarang makin banyak orang, karena termasuk anggota kelompok-kelompok asuransi  dan sistem-sistem jaminan sosial, merasa mampu menghadapi masa depan penuh kepercayaan, macam kepercayaan yang di masa lampau ada pada mereka yang mempunyai harta-milik kendati tidak terlalu banyak.
106. Hal lain lagi yang terjadi sekarang yakni, bahwa ada orang-orang yang terutama hendak meningkatkan kemahiran dalam kejuruannya, bukan sekedar menambah harta-kepunyaannya. Mereka lebih menghargai penghasilan berdasarkan kerja atau hak-hak yang berkaitan dengan kerja, dari pada hasil-hasil penanaman modal atau hak-hak yang berhubungan dengannya.
107. Memang begiutlah seharusnya. Kerja, yang secara langsung mengungkapkan kepribadian manusia, selalu pantas dihargai lebih tinggi dari pemilikan harta-benda, yang pada hakikatnya melulu merupakan peralatan. Pandangan tentang kerja itu jelas menunjukkan kemajuan yang tercapai dalam peradaban kita.
108. Lalu bagaimana mengenai prinsip sosial dan ekonomi yang begitu gigih dicanangkan dan dipertahankan oleh para pendahulu kami, yakni: hak kodrati mansia atas milik perorangan, termasuk modal produktif? Apakah sekarang sudah tidak berlaku lagi, atau sudah berkurang maknanya mengingat kondisi-kondisi ekonomi seperti  telah kami lukiskan? Itulah kebimbangan yang timbul pada banyak orang.
109. Keragu-raguan semacam itu tidak beralasan. Hak untuk sebagai perorangan memiliki harta-benda, termasuk modal produktif, tetap masih berlaku. Itu termasuk tata-kodrati, yang menggariskan bahwa orang perorangan mempunyai prioritas terhadap masyarakat, dan masyarakat harus terarahkankepada kepentingan  perorangan. Lagi pula sama sekali tiada gunanya menekankan prakarsa pribadi yang bebas di bidang ekonomi, seandainya sekaligus diingkari hak manusia untuk secara bebas mengatur penggunaan upaya-upaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan prakarsa itu. Kecuali itu sejarah  dan pengalaman menyatakan, bahwa pada pemerintahan politik, yang tidak mengakui hak-hak untuk secara perorangan memiliki harta termasuk modal produktif, pelaksanaan kebebasan hampir di semua bidang lainnlya ditekan atau ditiadakan. Jelaslah itu menandakan, bahwa pelaksanaan kebebasan dijamin dan didukung oleh hak atas pemilikan.
110. Itulah sebabnya mengapa gerakan-gerakan sosial dan politik untuk menyelaraskan keadilan dan kebebasan dalam masyarakat, meskipun sampai beberapa waktu yang lalu masih melawan pemilikanperorangan modal produktif, sekarang sedang meninjau kembali pendirian mereka dalam terang pengertian yang lebih jelas tentang sejarah sosial, dan defacto sekarang menyatakan dukungannya terhadap hak itu.
111. Oleh karena itu kami tegaskan lagi pedoman pendahulu kami Paus Pius XII: ”Dalam mempertahankan prinsip pemilikan perorangan Gereja bermaksud mencapai tujuan etika-sosial yang penting. Gereja tidak melulu hendak melestarikan situasi sekarang ini, seolah-olah itu ungkapan kehendak Allah, atau secara prinsipiil melindungi kaum kaya-raya terhadap kaum miskin yang serba kekurangan...Akan tetapi Gereja bermaksud menjamin, supaya lembaga pemilikan perorangan menjadi sebagaimana harusnya menurut rencana kebijaksanaan ilahi dan tata-hukum kodrati”[31]. Oleh karena itu pemilikan perorangan harus dipandang sebagai jaminan bagi kebebasan hakiki manusia, dan sekaligus unsur yang mutlak perlu dalam tata sosial yang sejati.
112. Lagi pula tahun-tahun terkhir ini ternyata efisiensi produktif banyak perekonomian nasional berkembang dengan pesat. Oleh karena itu keadilan dankewajaran meminta, agar dalam batas-batas kepentindan umum upah pun dinaikkan . Itu berarti, bahwa kaum buruh mampu menabung lebih banyak, dan dengan begitu memperoleh harta-milik secukupnya bagi diri sendiri. Mengingat itu sugnguh mengherankan, bahwa sifat inheren suatu hak yang mendapat kekuatan yang sah dari kerja yagn berpenghasilan toh amsih dipertanyakan; dan itu hak yang merupakan upaya yang efektif untuk menyatakan kepribadian yang empunya serta menjalankan tanggung jawabnya di setiap bidang, lagi pula unsur kemantapan dan jaminan bagi kehidupan keluarga, dan unsur kedamaian dan kesejahteraan yang lebih besar dalam negara.
113. Akan tetapi belum cukuplah menyatakan bahwa hak atas kepunyaan perorangan dan untuk ikut memiliki upaya-upaya produksi melekat pada kodrat manusiawi. Perlu ditekankan juga, bahwa hak itu pada praktekny ameliputi semua lapisan warga masyarakat.
114. Tepatlah pendahulu kami Paus Pius XII menyatakan: martabat pribadi manusia ”sewajarnya menuntut hak untuk menggunaan harta-benda duniawi; karena itu ada kewajiban mendasar juga untuk sejauh mungkin membuka peluang mempunyai milik bagi semua orang”[32]. Tuntutan itu berakar dalam martabat moril kerja. Selain itu juga menjamin ”kelestarian dan penyempurnaan tata sosial, yang memungkinkan tersediannya harta-milik yang pasti kendati secukupnya saja bagi semua golongan masyarakat”[33].
115. Sekarang inilah saatnya untuk mendesak, supaya harta-milik dibagikan secara lebih merata, mengingat pesatnya perkembangan ekonomi di makin banyak negara. Bagi kebijakan umum tidak ada sukar, dengan mengerapkan pelbagai kiat yang sudah terbukti daya-gunanya mengusahakan adanya kebijakan ekonomi dan sosial, yang memperlancar pemerataan  milik perorangan seluas mungkin menyangkut barang-barang berdaya-guna yang tetap, peumahan, tanah, perabot dan perlengkapan (bagi para pengrajin dan pemilik lahan-tani), serta saham-saham dalam perusahaan-perusahaan tengahan dan besar. Kebijakan itu de facto sedang dijalankan dengan sukses cukup nyata oleh berbagai bangsa yang di bidang sosial dan ekonomi sudah maju.

BATAS-BATAS PEMILIKAN NEGARA

116. Tentu saja bukan maksudnya mengingkari sahnya pemilikan modal produktif oleh negara dan instansi-instansi resmi, khususnya modal yang  ”disertai kekuasaan yang terlampau besar, untuk diserahkan kepada orang-orang perorangan tanpa merugikan masyarakat luas”[34].
117. Sekarang ini pemilikan harta oleh negara dan instansi-instansi resmi banyak sekali berkembang. Alasannya terletak pada tuntutan-tuntutan kepentingan umum , yang menghendaki supaya pemerintah memperluas kawasan kegiatannya. Akan tetapi di sini pun ”prinsip subsidiaritas” harus dipatuhi. Negara dan instansi-instansi  resmi lainnya jangan memperluas pemilikannya melampaui apa yang jelas dibutuhkan mengingat kepentingan umum yang dimengerti dengan tepat, dan dalam hal itu pun diperlukan jaminan-jaminan. Kalau tidak, pemilikan perorangan dapat dikurangi secara berlebihan, atau yang masih lebih buruk lagi, sama sekali dihancurkan.
118. Cukuup penting pula tidak mengabaikan kenyataan, bahw ausaha-usaha Negara dan instansi-instansi resmi lainnya di bidang ekonomi harus dipercayakan kepada pribadi-pribadi yang baik reputasinya, dan mempunyai pengalaman serta kemahiran yagn dibutuhkan, serta kesadaran bertanggung jawab yang mendalam atas negeri mereka. Selain itu terus menerus harus diadakan pengawasan yang ketat terhadap kegiatan mereka, untuk menghindarkan tiap kemungkinan konsentrasi kekuasaan ekonomi yang tidak semestinya di tangan sekelompok kecil pejabat negara, sehingga merugikan kepentingan-kepentingan masyarakat.


KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PEMILIKAN

119. Para pendahulu kami berkali-kali menekankan fungsi sosial yang melekat pada hak atas pemilikan perorangan; sebab tidak dapat diingkari, bahwa menurut rencana Sang Pencipta semua harta-benda duniawi pertama-tama dimaksudkan utuk menyediakan rezeki yang selayaknya bagi seluruh bangsa manusia. Oleh karena itu, menurut ajaran Paus Leo XIII yang arif dalam Ensiklik ”Rerum Novarum”: ”Barangsiapa menerima dari Kemurahan ilahi bagian cukup besar kurnia-kurnia duniawi, entah lahiriah dan jasmani, atau anugerah-anugerah akalbudi, ia telah menerimanya supaya dimanfaatkan guna menyempurnakan kodratnya sendiri, dan sekaligus supaya ia sebagai bendahara yang diangkat oleh penyelenggaraan Allah menggunakannya demi kepentingan sesama: ”Ia yang memiliki bakat’, kata St. Gregorius Agung,’hendaklah berusaha, supaya jangan menyembunyikannya; ia yang berkelimpahan, hendaklah bergegas-gegas mengamalkan belaskasihan dan kebesaran jiwa; ia yang berbekal ilmu dan ketrampilan, hendaklah berusaha sedapat mungkin berbagi penggunaan dan kegunaannya bersama dengan sesamanya”[35].
120. Tahun-tahun terakhir ini Negara dan instansi-instansi resmi lainnya telah dan tetap masih memperluas lingkup kegiatan dan prakarsannya. Akan tetapi itu tidak berarti seolah-olah ajaran tentang fungsi sosial pemilikan perorangan sudah ketinggalan zaman, seperti dikatakan oleh beberapa orang. Fungsi sosial itu melekat pada hak pemilikan perorangan sendiri. Kemudian menyusul pertimbangan selanjutnya. Situasi-situasi yang tragis dan masalah-masalah mendesak yang bersifat sangat pribadi terus-menerus muncul, sedangkan Negara beserta segala mekanismenya tidak mampu memecahkan atau mendampinginya. Oleh karena itu senantiasa tetap akan ada bidang yang luas untuk mengamalkan simpati manusiawi dan cintakasih Kristiani terhadap sesama. Akhirnya ingin kami utarakan, bahwa usaha-usaha perorangan, atau kelompok-kelompok warganegara swasta, jelas-jelas lebih efektif dalam memperjuangkan nilai-nilai rohani dari pada kegiatan pemerintahan.
121. Pada saat ini baiklah dicamkan bahwa hak atas pemilikan perorangan dengan jelas dikukuhkan oleh Injil. Akan tetapi sekaligus Sang Guru ilahi sering menyampaikan undangan yang mendesak kepada orang-orang kaya, untuk mengubah harta-benda jasmani mereka menjadi harta rohani dengan mendermakannya kepada kaum miskin.”Janganlah kami mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya”[36]. Tetapi kumpulkannya dan pencuri tidak tidak membongkar serta mencurinya”. Dan Tuhan akan memandang cintakasih yang diamalkan kepada kaum miskin bagaikan diberikan kepada Dirinya: ”Sungguh Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu melakukannya untuk Aku”[37].



III

MASALAH-PERSOALAN KAUM PETANI

122. Sejarah makin jelas menujukkan, bahwa bukanhanya hubungan-hubungan antara kaum buruh dan para majikan sajalah yang perlu ditinjau kembali berdasarkan keadilan dan kewajaran, melainkan juga hubungan-hubungan antara pelbagai sektor ekonomi, antara daerah-daerah yang berpenghasilan berbeda-beda dalam satu negeri, dan antara negeri-negeri yang taraf perkembangan sosial dan ekonominya berlainan tarafnya.
123. Pertama berkenaan denganpertanian, agaknya jumlah penduduk daerah-daerah pedesaan pada umumnya tidak berkurang. Akan tetapi tidak dapat disangkal juga, bahwa banyak orang meninggalkan daerah-daerah pertanian untuk berpindah ke kawasan-kawasan yang berpenghuni lebih padat dan ke kota-kota sendiri. Kalau disadari, bahwa gerakan kependudukan itu berlangsung hampir di mana-mana di dunia, sering secara masal, akan mulai dirasakan juga betapa kompleks masalah-persoalan manusiawi yang terkait dengannya, dan betapa sulit dipecahkan.
124. Kita tahu bahwa menyertai berkembangnya perekonomian jumlah orang yang bercocok-tanam menyusut, sedangkan prosentase yang bekerja dalam industri dan pelbagai jasa-pelayanan meningkat. Akan tetapi pada hemat kami sering sekali gerakan kependudukan  dari pertanian ke industri itu mempunyai sebab-musabab lain kecuali yang tergantung dari pemekaran ekonomi. Termasuk alasan-alasan itu: keinginan untuk lari dari lingkungan yang serba membatasi, yang tidak memberi banyak kemungkinan cara hidup yang lebih nyaman. Hal-hal yang baru dan serba menantang mempunyai daya tarik juga, dan begitu besar pesonanya atas angkatan masa kini; ada bayangan yang menggiurkan mendapat uang  dengan mudah, kebebasan yang lebih besar, dan keleluasaan menikmati sekian banyak hal yang serba menyenangkan pada kehiidupan di kota. Akan tetapi faktor tambahan yang mendukung gerakan meninggalkan daerah pedesaan itu sudah pasti kenyataan juga, bahwa pertanian telah menajdi pekerjaan yang merosot nilainya. Pertanian tidak memadai baik efisiensi produktifnya, maupun sebagai jaminan taraf kehidupan.
125. Oleh karena itu hampir tiap negeri menghadapi masalah mendasar ini: apa yang dapat diusahakan untuk mengurangi ketimpangan efisiensi produktif antara pertanian di satu pihak, dan industri serta jasa-pelayanan di pihak lain; dan untuk menjamin agar taraf hidup par apenghuni kota, yang mendapat rezeki hidup mereka dari industri atau jasa-pelayanan tempat mereka bekerja? Apa yang dapat dikerjakan untuk meyakinkan kamu petani, bahwa mereka sama sekali tidak kalah derajatnya dengan orang-orang lain, melainkan justru berpeluang banyak untuk mengembangkan kepribadian mereka melalui kerja mereka, dan dapat penuh kepercayaan menatap masa depan?

BAGAIMANA NEGARA DAPAT MEMBANTU

126. Pada hemat kami baik juga mengutarakan beberapa pedoman yang dapat menyumbang ke arah pemecahan masalah itu. Petunjuk-petunjuk itu kirannya berharga, entah bagaimana lingkungan konkret tempat orang mengambil tindakan, tentu saja asal diterapkan dengancara dan pada taraf yang dimungkinkan, disarankan, atau bahkan dituntut oleh situasi sekitar.
127. Pertama perlu sungguh diperhatikan, khususnya oleh pemerintah, pengembangan kemudahan-kemudahan pokok yang sewajarnya ada di daerah pedesaan, misalnya: jalan-jalan, angkutan, upaya-upaya komunikasi air minum, perumahan, pelayanan kesehatan; pendidikan dasar, teknik dan kejuruan; fasilitas-fasilitas keagamaan dan rekreasi; pembagunan instalasi-instalasi dan perlengkapan-perlengkapan modern bagi penghuni daerah pertanian. Jasa-jasa seperti itu zaman sekarang sungguh perlu, kalau standar hidup yang layak mau dipertahankan. Di daerah pedesaan yang tidak memilikinya kemajuan ekonomi dan sosial tidak mungkin atau banyak terhambat, sehingga tidak dapat diusahakan apapun untuk memperlambat arus penduduk yang meninggalkan pedesaan malahan menjadi sulit memperkirakan jumlah mereka.
128. Kalau suatu negeri hendak mengembangkan ekonominya, itu harus diusahakan tahap demi tahap, danperlu dijaga keseimbangan antara semua sektor ekonomi. Oleh karena itu sektor pertanian harus diperbolehkan memanfaatkan usaha-usaha pembaharuan yang sama mengenai metode dan corak produksi serta pengelolaan aspek bisnis dalam proyek-proyeknya seperti dimungkinkan atau dibutuhkandalam sistem ekonomi secara keseluruhan. Segala usaha itu sedapat mungkin harus serasi dengan pembaharuan yang diadakan dalam industri dan pelbagai jasa-pelayanan.
129. Dengan demikian pertanian akan menyerap jatah lebih besar hasil-hasil industri dan memerlukan sistem jasa-jasa yagn lebih baik. Akan tetapi sekaligus akan  menyediakan bagi industri dan jasa-jasa serta seluruh negeri tipe produk-produk, yang secara kuantitatif maupun kualitatif paling tepat memenuhi kebutuhan-kebutuhan para konsumen, dan menyumbang bagi stabilitas daya-beli uang, suatu pokok pertimbangan yang cukup penting dalam perkembangan seluruh sistem ekonomi yang serba teratur.
130. Suatu keuntungan yang akan dihasilakan dengan melaksanakan rencana itu ialah: akan lebih mudah memantau gerak tenaga kerja yang terbebaskan karena modernisasi pertanian secara berangsur-angsur. Akan dapat diciptakan fasilitas-fasilitas untuk menatar tenaga-tenaga- itu bagi jenis pekerjaan yan gbaru, dan mereka tidak akan dibiarkan tanpa bantuan ekonomi serta pertolongan mental maupun rohani yang mereka butuhkan untuk menajamin integrasi mereka yang semestinya dalam lingkungan sosial mereka yang baru.
131. Selain itu program pertanian yang sehat memang dibutuhkan kalau pemerintah hendak melestarikan kemajuan yang laras-seimbang dipelbagai sektor ekonomi. Perlu diperhitungkan juga kebijakan-kebijakan perpajakan, kredit, jaminan sosial, harga-harga, pengelolaan industri-industri bantu, dan penyesuaian struktur pertanian sebagai usaha bisnis.
132. supaya sistem perpajakan berdasarkan keadilan dan kewajaran perlu sekalilah beban-beban sepadan dengan kemampuan rakyat yang dikenai pajak.
133. Akan tetapi kepentingan umum meminta juga, supaya pemerintah dalam memperhitungkan besarnya pajak yang harus dibayar, memahami kesulitan-kesulitan ylang khas bagi kaum petani. Mereka hrus menunggu lebih lama dari kebanyakan orang untuk menerima penghasilan, dan penghasilan itu menghadapi risiko-risiko yang lebih besar. Oleh karena itu para petani mengalami kesukaran lebih bear untuk mendapat modal yang dibutuhkan untuk meningkatkan penghasilan mereka.
134. Oleh karena itu pula para investor lebih cenderung menanam yang merek adalam industri dari pada dalam pertanian. Kaum petani tidak mampu membayar suku bunga yang tinggi. Pada umumnya mereka memang tidak mampu juga beroleh keuntungan niaga yang dibutuhkan untuk menyediakan modal guna mengelola dan mengembangkan bisnis mereka sendiri. Oleh karena itu demi kepentingan umum perlulah pemerintah mengembangkan kebijakan kredit yang khas dan mendirikan bank-bank kredit, yang akan menjamin modal semacam itu bagi kaum petani dengan suku bunga yang wajar.
135. Di bidang pertanian kiranya diperlukan dua bentuk asuransi atas jaminan, yakni: yang satu mengenai hasil pertanian, lainnya menyangkut kaum buruh petani beserta keluarga mereka. Kami menyadari, bahwa para petani ” per kapita ” berpenghasilan kurang dari pada kaum buruh industri dan jasa-jasa. Akan tetapi itu bukan alasan untuk dari sudut sosial memandang adil dan wajar, membentuk sistem-sistem jaminan sosial, dengan pembayaran dana kepada kaum buruh petani beserta keluarga mereka, yang pada pokoknya lebih kecil dari dana yang dapat dibayarkan kepada golongan-golongan kaum pekerja lainnya. Program-program jaminan yang disusun bagi rakyat pada umumnya dengan jelas berbeda-beda, seolah-olah melulu tergantung dari sektor ekonomi tempat kerja mereka, atau dari sumber penghasilan mereka.
136. Sistem-sistem asuransi sosial dan jaminan sosial dapat memberi sumbangan yang efektif sekali bagi keseluruhan pemerataan penghasilan nasional seturut asas-asas keadilan dan kewajaran. Maka sistem-sistem itu dapat berdaya-guna untuk mengurangi ketimpangan-ketimpangan antara berbagai lapisan rakyat.
137. Mengingat sifat khas hasil pertanian, para pakar ekonomi modern perlu merancang upaya-upaya yang tepat untuk melindungi harga-harga. Yang ideal yakni: sistem perlindungan harga itu ditegakkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sendiri, meskipun pengawasan pemerintah tidak dapat sama sekali ditiadakan.
138. Mengenai hal itu hendaknya jangan dilupakan, bahwa harga hasil pertanian kebanykan lebih berupa imbalan bagi kerja petani dari  pada hasil modal yang ditanam.
139. Oleh karena itu dalam Ensiklik ”Quadragesimo Anno” Paus Pius XI dengan tepat menyatakan, bahwa ”proporsi yang wajar antara berbagai upah cukup penting juga”. Selanjutnya: ”Dan erat berkaitan dengan itu proporsi yang wajar antara harga-harga yang dikenakan pada produk-produk berbagai sektor ekonomi: pertanian, industri, dan sebagainya”[38].
140. Memang benar hasil pertanian terutama dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer manusia; oleh karena itu harganya harus terjangkau oleh semua konsumen. Akan tetapi itu jangan dipakai sebagai argumen untuk membiarkan sebagian penduduk, yakni para buruh petani, tetap hidup pada tataran ekonomi dan sosial yang lebih rendah, sehingga merampas sumber penghasilan yang mereka butuhkan bagi mutu hidup yang layak. Itu akan samasekali bertentangan dengan kepentingan umum.
141. Lagi pula sudah tiba saatnya meningkatkan di kawasan-kawasan pertanian pembangunan industri-industri maupun jasa-jasa, yang mengurusi penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan hasil-hasil pertanian. Perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya barangkali dapat dibangun di situ juga . Bila itu terjadi penghuni daerah pedesaan akan dapat memanfaatkan upaya penghasilan lain lagi, yang dapat mereka kelola juga di lingkungan sosial yang sudah biasa bagi mereka.
142. Tidak mungkin menetapkan a priori, bagaimana seharusnya struktur kehidupan petani, karena kondisi-kondisi di daerah pedesaan begitu berbeda-beda dari tempat ke tempat dan dari negeri ke negeri di seluruh dunia. Akan tetapi berpegangan pengertian manusiawi dan Kristiani tentang manusia dan keluarga, kita harus memandang sebagai cita-cita bentuk perusahaan yang berpola dasar persekutuan orang-orang yang bekerja sama demi kemajuan kepentingan-kepentingan timbal-balik mereka sesuai dengan asas-asas keadilan dan ajaran Kristiani. Terutama kita wajib memandang sebagai cita-cita corak lahan pertanian yang dimiliki dan dikelola oleh keluarga. Dalam situasi yang sekarang ini cukup umum perlu dikerahkan tiap usaha, untuk secara efektif mendorong usaha-usaha pertanian semacam itu.
143. Akan tetapi supaya usaha pertanian keluarga jangan bangkrut dana harus mencukupi unutk menjamin kehidupan keluarga yang cukup nyaman. Supaya itu terwujudkan , para petani harus diberi penyuluhan yagn aktual tentang metode-metode mutakhir pengelolaan, dan bagi mereka hendaklah tersedia pendampingan para pakar. Mereka juga harus membentuk sistem usaha-usaha bersama yang subur, dan berorganisasi secara profesional untuk berperan serta secara efektif dalam kehidupan masyarakat, pada tingkat administratif maupun politik.

BAGAIMANA PARA PETANI DAPAT MENOLONG DIRI

144. Kami yakin bahwa rukun hidup kaum petani harus berperan serta aktif dalam pengembangan ekonominya sendiri, dalam kemajuan sosial dan peningkatan kebudayaan. Mereka yang hidup di ladang hampir mustahil tidak menghargai keluhuran kerja yang harus mereka jalankan . Mereka hidup dalam keselarasan dekat dengan alam, kenisah agung penciptaan. Kerja mereka bersangkut-paut dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan, perihidup yang perwujudannya tiada habis-habisnya, hukum-hukumnya tetap bertahan, dan kaya isyarat yang menunjuk kepada Allah Pencipta dan Penyelenggara. Mereka menghasilkan pangan untuk menopang hidup manusiawi, serta bahan mentah untuk industri dalam volume yang makin kaya.
145. Kerja para petani mempunyai martabatnya tersendiri. Kerja itu memanfaatkan dengan pelbagai cara ilmu-ilmu pesawat, kimia serta biologi, dan pertaniaan sendiri terus menerus mendorong perkembangan praktis ilmu-ilmu itu, mengingat dampak-pengaruh kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi atas bisnis pertanian. Kerja itu membutuhkan kecakapan berorientasi dan penyesuaian dengan pergantian musim, sikap menunggu dengan sabar, kesadaran bertanggung jawab, dan semangat tabah dan rajin berusaha.
146. Penting juga memperhatikan, bahwa sekarang ini dalam pertanian, seperti juga di sektor-sektor produksi lainnya, serikat memang amat dibutuhkan, khususnya dalam lahan-lahan petani keluarga. Kaum buruh petani harus mengalami rasa solidaritas timbal-balik, dan bersatu untuk membentuk koperasi-koperasi dan serikat-serikat buruh.  Semuanya itu perlu sekali kalau para petani keluarga hendak memanfaatkan metode-metode produksi yang ilmiah-teknis, dan melindungi harga-harga produk mereka. Dibutuhkan juga, kalau mereka ingin sederajat dengan kelompok-kelompok kejuruan lainnya, yang kebanyakan bergabung dalam serikat-serikat. Akhirnya diperlukan, kalau buruh-buruh petani mau mempunyai suara mereka sendiri di kalangan politik dan pemerintahan. Sebab pada zaman sekarang suara tersendiri munkin sekali tidak akan mendapat banyak tanggapan.
147. Dalam menggunakan pelbagai organisasi mereka kaum buruh petani-seperti golongan-golongan buruh lainnya juga-harus selalu mematuhi prinsip-prinsip moril dan menghormati hukum sipil. Mereka hendaklah berusaha menyelaraskan hak-hak serta kepentingan-kepentingan mereka dengan hak-hak maupun kepentingan-kepentingan kelompok-kelompok pekerja lainnya, dan bahkan membawahkan kepentingan yang satu kepada kepentingan lainnya, kalau kepentingan umum menghendakinya. Kalau mereka sungguh menampakkan kepeduliannya mereka terhadap kepentingan bersama dan menyumbangkan tenaga untuk mewujudkannya, mereka dapat secara wajar meminta, supaya daya-upaya mereka untuk memperbaiki kondisi-kondisi pertanian pun didukung dan dilengkapi oleh pemerintah.
148. Maka sekarang kami ingin menyatakan rasa puas kami terhadap putera-puteri kami di seluruh dunia, yang aktif berkecimpung dalam koperasi-koperasi, kelompok-kelompok kejuruan dan gerakan-gerakan buruh dengan maksud meningkatkan taraf ekonomi dan sosial masyarakat petani.
149. Dalam bertani pribadi manusia menemukan segala macam dorongan untuk mengungkapkan serta memekarkan diri dan untuk pertumbuhan rohani. Maka kerja itu harus dipandang sebagai panggilan, misi yang diserahkan oleh Allah, jawaban kepada undangan Allah untuk mewujudkan rencana penyelenggaraan dan penyelamatan-Nya dalam sejarah. Akhirnya harus dinilai sebagai tugas yang luhur, yang dilaksanakan untuk mengangkat diri dan sesama ke tingkat peradaban yang lebih tinggi.

PEREKONOMIAN YANG BERIMBANG

150. Di antara warga-warga satu negara sering terdapat perbedaan taraf ekonomi dan sosial yang cukup besar. Sebabnya yang utama ialah kenyataan, bahwa mereka hidup dan bekerja di bidang-bidang yang berlainan, ada yang dari sudut ekonomi lebih maju dari pada bidang-bidang lainnya. Bila ada situasi seperti itu, keadilan dan kewajaran meminta, supaya pemerintah mencoba meniadakan atau mengurangi ketimpangan-ketimpangan semacam itu. Pemerintah harus menjamin, agar daerah-daerah yang kurang maju mendapat jasa-pelayanan umum yang pokok seperti dituntut oleh situasinya, untuk meningkatkan mutu kehidupan di wilayah-wilayah itu sederajat dengan standar hidup rata-rata pada taraf nasional. Selain itu perlu disusun kebijakan ekonomi dan sosial, yagn akan memperhitungkan penyediaan lapangan kerja, arus kependudukan, upah, perpajakan, kredit dan penanaman modal, khususnya pada industri-industri yang berkembang. Pendek kata, kebijakan itu harus memajukan peluang kerja yang berguna, prakarsa usaha-usaha, dan pemanfaatan sumber-sumber setempat.
151. Akan tetapi tolok-ukur segala tindakan pemerintah yakni kepentingan umum. Oleh karena itu pemerintah harus mengindahkan kepentingan-kepentingan negara secara menyeluruh. Itu berarti: harus mendukung pengembangan ketiga bidang produksi, yakni pertanian, industri dan jasa-pelayanan, sekaligus dan secara serasi. Segala usaha harus dijalankan untuk menjamin, agar rakyat di daerah-daerah yang ketinggalan diperlakukan penuh perikemanusiaan, dan mendapat peluang memainkan peranan lebih besar, untuk mencapai kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka sendiri.
152. Perusahaan swasta pun harus membawakan sumbangannya bagi keseimbangan ekonomi dan sosial di berbagai bidang dalam satu negara. Menurut ”prinsip subsidiaritas” pemerintah memang harus mendorong dan mendampingi perusahaan swasta, dan di mana pun mungkin mempercayakan kepadanya kelangsungan pengembangan ekonomi.

KERJASAMA  ANTAR-BANGSA

153. Di sini selayaknya diperhatikan soal yang terdapat di cukup banyak negeri, yakni ketimpangan besar antara tanah dan penduduk. Di berbagai negeri tanah yagn dapat dikerjakan lebih dari cukup, tetapi penghuninya hanya sedikit. Sedangkan di negeri-negeri lain ada situasi kebalikannya jumlah penduduk cukup besar, sedangkan lahan yang dapat digarap hanya sedikit.
154. Lagi pula di beberap anegeri digunakan cara-cara bercocok-tanam yagn primitif, sehignga hasilnya: meskipun sumber-sumber alam serba melimpah, negeri-negeri itu tidak mampu menghasilkan pangan bagi rakyatnya. Sedangkan negeri-negeri lain, yang megerahkan metode-metode pertanian modern, memproduksi kelebihan pangan, sehingga akibatnya di bidang ekonomi tidak menguntungkan.
155. Oleh karena itu jelaslah solidaritas umat manusia dan persaudaraan Kristiani menghendaki, agar  ketimpangan-ketimpangan itu sedapat mungkin diatasi. Supaya itu tercapai, bangsa-bangsa di seluruh dunia harus menjalin kerja sama aktif di segala bidang, untuk melancarkan penyaluran barang-barang, modal dan tenaga-tenaga dari negeri satu ke lainnya. Pokok itu masih akan diuraikan secara lebih luas.
156. Di sisni kami hendak mengungkapkan penghargaan kami yang tulus terhadap upaya yang dijalankan oleh FAO[39], untuk menggalang kerja sama yang efektif antara bangsa-bangsa, untuk meningkatkan modernisasi pertanian khususnya di negeri-negeri yang belum maju, dan untuk meringankan penderitaan bangsa-bangsa yang kelaparan.
157. Barangkali masalah paling berat zaman sekarang yakni hubungan antara negara-negara yang maju di bidang ekonomi dan yang sedang mengalami proses perkembangan. Sedangkan di negara-negara maju standar hidup tinggi, negara-negara yang lain mengalami kemiskinan yang ekstrim. Solidaritas yang menghimpun semua orang sebagai anggota satu keluarga sama sekali tidak menghendaki bangsa-bangsa yagn kaya-raya untuk tidak mengacuhkan kelaparan, penderitaan dan kemelaratan bangsa-bangsa lain, yang warganya bahkan tidak mampu menggunakan hak-hak manusiawi yang paling asasi. Bangsa-bangsa di dunia makin saling tergantung, dan akan mustahil melestarikan damai selamanya, sementara ketidak-seimbangan di bidang ekonomi tetap masih begitu menyolok mata.
158. Mengingat kedudukan kami selaku bapa segala bangsa, kami merasa tak dapat lain kecuali mengulangi apa yang pernah kami cetuskan di lain kesempatan: ”Kita semua sama-sama bertanggung jawab atas bangsa-bangsa yang kekurangan gisi[40]. (Maka) perlulah pendidikan suarahati untuk meningkatkan kesadaran bertanggung jawab, yang dibebankan atas semua dan setiap orang, khususnya mereka yang lebih diberkati dengan barang-barang dunia”[41].
159. Selalu ditekankan oleh Gereja, bahwa kewajiban untuk menolong mereka yang hidup dalam derita dan kemiskinan seharusnya paling mendalam disadari oleh umat Katolik, mengingat kenyataan bahwa mereka anggota Tubuh mistik Kristus. ”Demikianlah kita ketahui kasih Kristus”, kata St. Yohanes, ”yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan, tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?”[42]
160. Oleh karena itu kami merasa bergembira sekali menyaksikan bangsa-bangsa yang kaya-raya perekonomiannya membantu bangsa-bangsa yang tidak begitu tercukupi kebutuhannya, sehingga dapat secara lebih efektif meningkatkan mutu hidupnya.

BANTUAN INTERNASIONAL

161. Keadilan dan perikemanusiaan meminta, supaya negeri-negeri yang menghasilkan barang-barang konsumsi, khsususnya produk-produk pertanian, melampaui kebutuhan mereka sendiri, memabntu negeri-negeri lain, yang sebagian cukup besar penduduknya sedang menderita kemiskinan dan kelaparan. Sama sekali tidak kurang dari hujatan terhadap keadilan dan perikemanusiaan, menghancurkan atau menghamburkan barang-barang, yang oleh rakyat lainnya masih dibutuhkan, untuk sekedar menopang hidup mereka saja.
162. Tentu disadari juga, bahwa kelebihan produksi khususnya di bidang pertanian dapat menimbulkan kerugian ekonomis bagi golongan penduduk tertentu. Akan tetapi tidak dapat disimpulkan, bahwa karena itu sudah tidak ada kewajiban lagi memberi bantuan darurat kepada pihak yang membutuhkannya. Sebaliknya, apa  pun perlu diusahakan untuk memperkecil sedapat mungkin akibat-akibat buruk kelebihan produksi, dan meratakan beban meliputi seluruh penduduk.
163. Akan tetapi pertolongan darurat itu sendiri tidak akan banyak meringankan kemiskinan dan kelaparan, bila itu- seperti begitu sering terjadi-disebabkan oleh keadaan primitif perekonomian suatu bangsa. Satu-satunya usaha yang tetap akan memabntu yakni mengerahkan segala upaya yang mungkin untuk menyelenggaraan bagi anggota-anggota masyarakat itu pendidikan ilmu, teknologi dan kejuruan yang mereka butuhkan, dan menyediakan bagi mereka modal yang diperlukan untuk memperpesat pengembangan ekonomi mereka berkat bantuan metode-metode modern.
164. Kami sadari, betapa mendalam hatinurani umum selama tahun-tahun terakhir ini tergerakkan oleh kebutuhan mendesak mendukung perkembangan ekonomi dan kemajuan sosial negeri-negeri yang tetap masih berjuang melawan kemiskinan dan kelumpuhan ekonomi.
165. Organisasi-organisasi internasional dan regional, serikat-serikat nasional maupun swasta, semuanya berusaha mencapai tujuan itu, sambil secara berangsur-angsur meningatkan intensitas kerja sama teknis mereka sendiri di semua sektor produksi. Berkat usaha-usaha mereka yang terpadu ribuan orang muda mendapat peluang menempuh studi di universitas-universitas negeri-negeri yang lebih maju, dan memperoleh pendidikan ilmu, teknologi dan kejuruan ayng sungguh mengikuti zaman. Lembaga-lembaga perbankan sedunia, negara-negara tertentu dan pribadi-pribadi perorangan membantu menyediakan modal untuk membentuk jaringan usaha-usaha ekonomi yang makin kaya di negeri-negeri yang tidak begitu kaya. Usaha yang sedang mereka jalankan relevan sekali, dan kami amat bahagia memakai kesempatan ini untuk memujinya sebagaimana layaknya. Akan tetapi usaha itu masih perlu ditingkatkan, dan harapan kami di tahun-tahun mendatang akan tampil bangsa-bangsa lebih kaya, yang menempuh usaha –usaha lebih intensif lagi demi kemajuan ilmu, teknologi dan ekonomi negara-negara, yang perkembangannya baru berada di tahap-tahap awal.
166. Kami merasa wajib menyampaikan nasehat lebih lanjut mengenai pokok itu.
167. Pertama, bangsa-bangsa yang baru berada pada awal perjalanan mereka pada jalan menuju perkembangan ekonomi sebaiknyalah mempertimbangkan dengan seksama pengalaman-pengalaman bangsa-bangsa yang lebih kaya, yang menempuh jalan itu sebelum mereka.
168.Peningkatan produksi maupun efisiensi produksi tentu saja merupakan kebijakan yang sehat, dan memang amat sangat perlu. Akan tetapi tidak kalah perlu-dan memang inilah tuntutan keadilan sendiri-bahwa harta-kekayaan yang dihasilkan diratakan sewajarnya antara semua warga negara. Itu berarti, bahwa perlu ditempuh segala usaha untuk menjamin agar kemajuan sosial mengimbangi pertumbuhan ekonomi. Lagi, setiap sektor ekonomi-pertanian, industri dan jasa-pelayanan harus maju secara serasi dan serentak.
169. Sudah jelas bangsa-bangsa yang sedang berkembang mempunyai ciri-ciri mereka yang istimewa, yang berakar di alam kawasan yang khas maupun disposisi alamiah rakyat mereka beserta tradisi-tradisi dan adat-kebiasaan mereka.
170. Maka dalam menolong bangsa-bangsa itu masyarakat yang lebih maju harus mengakui dan menghormati kekhususan mereka. Hendaklah bangsa yang sudah maju menjaga, jangan sampai bantuan yang mereka selenggarakan menjadi dalih untuk memaksa rakyat yang belum maju memasuki pola nasional pihak yang membantu sendiri.
171. Ada godaan lain lagi yang harus dilawan oleh bangsa-bangsa yang sudah maju perekonomiannya, yakni: memberi bantuan teknologi dan keuangan dengan maksud dapat mengendalikan situasi politik di negeri-negeri yang lebih miskin, dan mengembangkan rencana-rencana mereka sendiri untuk menguasai dunia.
172.  Marilah kita tegaskan saja hal itu. Bangsa yagn bertindak karena terdorong oleh alasan-alasan itu sebenarnya memasukkan bentuk baru kolonialisme-memang diselubungi dengan licik, tetapi tidak lain mencerminkan pola kolonialisme masa lampau yang sudah usang, yang akhir-akhir ini sudah ditinggalkan oleh banyak bangsa. Lagi pula tindakan semacam itu akan berdampak merugikan atas hubungan-hubungan internasional, dan merupakan ancaman terhadap perdamaian dunia.
173. Oleh karena itu kelayakan dan keadilan meminta, supaya segala bantuan teknologi dan keuangan semacam itu diberikan tanpa pamrih mau menguasai, melainkan sungguh untuk menolong bangsa-bangsa yang belum maju mencapai perkembangan ekonomis dan sosial mereka sendiri.
174. Kalau itu terlaksana, itu berarti sumbangan yang sungguh berharga untuk membangun masyarakat dunia, yang memberi ruang kepada tiap bangsa, untuk dalam kesadaran penuh akan hak-hak maupun kewajiban-kewajibannya bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain sebagai rekan sebaya guna mencapai kesejahteraan semesta.
175. Kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi perkembangan ekonomi dan perbaikan kondisi-kondisi hidup, jelas merupakan unsur-unsur yang berharga dalam peradaban. Akan tetapi perlu disadari, bahwa pada hakikatnya unsur-unsur itu bersifat sarana. Jadi bukan nilai-nilai yang tertinggi.
176. Oleh karena itu kami merasa sedih menyaksikan sikap tidak acuh sama sekali terhadap skala nilai-nilai yangsejati, yang nampak pad asekian banyak orang di negeri-negeri yang sudah maju perekonomiannya. Nilai-nilai rohani diabaikan, dilupakan atau diingkari, sedangkan kemajuan ilmu-pengetahuan, teknologi dan ekonomi diperjuangkan sebagai tujuan, seolah-olah kesejahteraan jasmani merupakan yang mutlak dan mutakhir dalam hidup ini. Sikap itu mudah menjalar, khususnya bila menjangkiti usaha-usaha yang sendagn dijalankan bagi negeri-negeri yang belum maju, yang sering mempertahankan dalam tradisi-tradisi kuno mereka kesadaran yang cukup tajam dan hidup-hidup  akan nilai-nilai manusiawi yang lebih penting, yang melandasi tata-moral.
177. Usaha-usaha merongrong keutuhan akhlak bangsa itu jelas melanggar moral. Keutuhan moral harus dihormati dan sedapat mungkin dijelaskan serta dikembangkan, sehingga tetap seperti harusnya: menjadi landasan bagi peradaban yang sejati.

PERANAN GEREJA

178. Atas ketetapan ilahi Gereja bersifat universal. Itu sudah terbukti berdasarkan sejarah, sebab Gereja hadir di mana-mana di dunia, dan tetap mengusahakan segalanya untuk merangkul semua orang.
179. Adapun sementara mengantar orang-orang kepada Kristus, Gereja tiada ubahnya-sekarang maupun di masa silam-mendatangkan banyak keuntungan sosial maupun ekonomis bagi mereka. Sebab umat Kristiani yang sejati mau tak mau merasa wajib menyempurnakan lembaga-lembaga duniawi serta lingkungan mereka sendiri. Mereka berusaha sekuat tenaga mencegah, jangan sampai lembaga-lembaga itu memperkosa martabat manusiawi. Mereka mendorong apa pun yang mengantar kepada kejujuran dan keutamaan, dan berusaha menyingkirkan tiap rintangan yang menghalangi tercapainya tujuan itu.
180. Lagi pula dengan seolah-olah menjadi darah pengemban kehidupan bagi masyarakat, Gereja bukan-pun tidak menganggap diri sebagai-lembaga yang asing di tengahnya. Kehadirannya membuahkan kelahiran baru, kebangkitan, bagi tiap orang dalam Kristus. Barangsiapa lahir kembali dan bangkit dalam Kristus, tidak pernah merasa diri dipaksa  dari luar. Ia merasa diri bebas hingga di lubuk sanubarinya, dan dengan bebas pula diangkat ke dalam hadirat Allah. Begitulah ia mengiakan dan mengembangkan dimensi kodratnya yang paling luhur dan terbaik.
181. ”Gereja Yesus Kristus”-seperti begitu mendalam dinyatakan oleh pendahulu kami Paus Pius XII-”merupakan khazanah kebijaksanaan-Nya. Gereja pasti terlampau bijaksana, untuk tidak mengakui atau malahan meremehkan ciri-ciri khas serta perbedaan-perbedaan yang menandai dan membedakan bangsa yang satu dari yang lain. Memang sudah sewajarnya bangsa-bangsa memperlakukan kekhususan-kekhususan itu sebagai warisan keramat dan menjaganya sekuat tenaga. Gereja mengarah kepada kesatuan, dan kesatuan itu ditentukan dan tetap dihidupi oleh cintakasih adikodrati, yang seharusnya menjiwai setiap orang. Gereja tidak menghendaki keseragaman, yang akibat-akibatnya bersifat lahiriah semata-mata, dan akan mengekang kecondongan-kecondongan alamiah bangsa-bangsa yang bersangkutan. Tiap bangsa memiliki keunggulannya, sifat-perangainya, yang memancar dari sumber-sumber kenyataannya yang terdalam. Pengembangan yang arif-bijaksana, dukungan yang teratur terhadap bakat-kemampuan yang unggul serta sifat-sifat itu, tidak merugikan. Dan kalau suatu bangsa berusaha bersikap waspada, menggariskan pedoman-pedoman untuk maksud itu, bangsa itu mendapat persetujuan Gereja. Gereja sungguh bersikap keibuan, dan mendukung proyek-proyek semacam itu dengan doa-doanya”[43].
182. Merupakan sumber rasa puas yang mendalam bagi kami menyaksikan peranan menonjol, yang dimainkan oleh para warganegara Katolik di negeri-negeri yang tidak kaya dalam pengembangan ekonomi dan sosial negara mereka sendiri.
183. Lagi pula umat Katolik di negeri-negeri yang lebih kaya berusaha sedapat mungkin meningkatkan daya-guna karya-karya sosial ekonomi yang sedang dijalankan bagi bangsa-bangsa yang lebih miskin. Secara istimewa kami restui meningkatnya segala macam bantuan yang mereka berikan kepada kaum pelajar dari Afrika dan Asia, yang tersebar di universitas-universitas di Eropa dan Amerika; bagitu pula usaha-usaha membina mereka yang bersedia melawat ke daerah-daerah yang miskin untuk melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan teknis dan kejuruan.
184. Kepada para putera-puteri kami yang terkasih di tiap negeri, yang dengan meningkatkan kemajuan serta peradaban yang sejati merupakan bukti yang nyata bagi vitalitas Gereja yang tak kunjung reda, kami ingin menyamapikan kata penghargaaan dan dorongan kami sebagai seorang bapa yang penuh perhatian.

USAHA MEMACAHKAN SOAL-SOAL PERTAMBAHAN PENDUDUK

185. Bagaimanakah pengembangan ekonomi dan penyediaan pangan dapat berlangsung sepadan dengan terus menerus meningkatnya jumlah penduduk? Itulah persoalan, yang tiada hentinya tampil ke muka sekarang ini-masalah sedunia, probelm khususnya bagi bangsa-bangsa yang miskin.
186. Sebagai masalah modial soal dirumuskan sebagai berikut: menurut statistik-statistik yang cukup andal, selama beberapa dasawarsa mendatang ini jumlah penduduk akan pesat sekali bertambah, sedangkan laju perkembangan ekonomi lebih lambat . Oleh karena itu konon, kalau tiada usaha mana pun untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dunia di masa mendatang yang tak terlampau jauh akan menghadapi kekurangan kian parah mengenai kebutuhan-kebutuhan hidup.
187. Berkenaan dengan negeri-negeri yang belum maju, soal dirumuskan begini: sumber-sumber higiene dan obat-obatan modern tidak lama lagi akan nyata-nyata menurunkan angka kematian, khususnya pada anak-anak, sedangkan angka kelahiran-yang di negeri-negeri itu tinggi sekali-akan cenderung kurang-lebih tetap sama, setidak-tidaknya untuk periode yang cukup lama. Oleh karena itu kelebihan angka kelahiran terhadap angka kematian akan naik dengan pesatnya, sedangkan takkan ada pertambahan yang serasi dalam efisiensi produktif tata ekonomi. Maka standar hidup di negeri-negeri yang miskin tidak akan mungkin diperbaiki. Pasti akan memburuk, bahkan sampai situasi sungguh parah.Oleh karena itu ada yang beranggapan, bahwa untuk mencegah krisis yang makin gawat, kehamilan maupun kelahiran anak-anak secara diam-diam harus dihindari, atau bagaimana pun juga dengan suatu cara atau lain dikendalikan.
188. Terus terang saja, agaknya kita tidak menghadapi masalah sedunia yang langsung atau di ambang pintu, disebabkan oleh ketidak serasian antara pertambahan pendududk dan penyediaan pangan. Argumen-argumen untuk menguatkan kendala itu didasarkan pada data yang tak dapat diandalkan dan begitu kontroversial, sehingga hanya dapat dinilai sangat meragukan.
189. Selain itu sumber-sumber yang oleh Allah dalam kebaikan serta kebijaksanaan-Nya telah ditanam dalam alam semesta hampir tak dapat dihabiskan; sementara itu Ia menganugerahi manusia dengan kecerdasan akal untuk menemukan cara-cara maupun upaya-upaya guna memanfaatkan sumber-sumber itu demi keuntungannya sendiri dan  untuk beroleh rezeki hidupnya. Oleh karena itu pemecahan soal yang sesungguhnya tidak terletak pada upaya-upaya, yang melanggar tata-moral yang ditetapkan oleh Allah, dan yang menyerang hidup manusiawi pada sumbernya sendiri, melainkan pada usaha ilmiah dan teknis yang diperbaharui di pihak manusia, untuk memperdalam dan memperluas kedaulatannya atas alam. Kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi yang sekarang sudah tercapai membuka cakrawala hampir tak terbatas di bidang itu.
190. Tentu kami sadari , bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa-bangsa yang lebih miskin di pelbagai kawasan dunia sangat reil. Sering sekali soal-soal itu timbul karena serba kurangnya penataan ekonomi dan sosial, yang tidak menyajikan kondisi-kondisi hidup yang serasi dengan meningkatnya jumlah penduduk. Sebab lain ialah: karena tiadanya solidaritas efektif antara bangsa-bangsa itu.
191. Akan tetapi kendati begitu kami sangat tegas menyatakan, bahwa tidak ada penryataan soal atau pemecahannya yang dapat diterima kalau itu memperkosa martabat hakiki manusia. Mereka yang mengajukan pemecahan-pemecahan semacam itu mendasarkannya melulu pada pengertian yang materialistis sama sekali tentang manusia sendiri serta hidupnya.
192. Satu-satunya penyelesaian masalah yang mungkin ialah: yang mengindahkan kemajuan sosial dan ekonomi baik perorangan maupun seluruh masyarakat manusia, dan yang menghormati serta mendukung nilai-nilai manusiawi yang sejati. Pertama jelaslah perlu diperhatikan nilai-nilai yang menyangkut martabat manusia pada umumnya, serta nilai tak terhingga setiap kehidupan manusiawi. Selain itu perlu diperhatikan juga kebutuhan akan kerja sama antar–manusia sedunia, untuk dapat mengadakan pertukaran ilmu-pengetahuan, modal dan tenaga kerja, yang akan berhasil dan ditata dengan baik.
193. Kami perlu menegaskan secara resmi, bahwa hidup manusiawi disalurkan melalui keluarga, dan keluarga didasarkan pada pernikahan yang monogam dan tidak terceraikan, lagi pula bagi umat Kristiani diangkat kepada martabat sakramen. Penyaluran hidup manusiawi merupakan buah tindakan antar-pribadi dan sadar, dan justru karena itu harus mematuhi hukum-hukum Allah yang kudus, tidak boleh dilanggar dan tidak dapat diubah; tidak seorang pun boleh mengabaikan atau melanggarnya. Oleh karena itu manusia tidak diperbolehkan menggunakan cara-cara atau upaya-upaya tertentu, yang boleh dipakai untuk membiakkan tumbuh-tumbuhan atau hewan.
194. Semua orang wajib mengakui bahwa hidup manusiawi itu keramat. Dari saat awalnya hidup itu menyingkapkan Tangan Allah Pencipta. Mereka yang melanggar hukum-hukum-Nya tidak hanya melawan Allah mahaagung dan memerosotkan diri maupun umat manusia, mereka juga merongrong daya hidup masyarakat lingkungan mereka.
195. Sungguh penting sekali, bahwa para orangtua melaksanakan hak serta kewajiban mereka terhadap angkatan muda dengan sedapat mungkin mengusahakan pendidikan yang sehat di bidang budaya dan keagamaan. Orangtua wajib membina anak-anak mereka juga, supya mengembangkan kesadaran bertanggung jawab yang mendalam atas kehidupan, khususnya berkenaan dengan hal-hal yang menyangkut pembentukan  keluarga dan kelahiran serta pendidikan anak-anak. Orangtua hendaknya menanam di hati mereka kepercayaan yang takkan goyah akan Penyelenggaraan Ilahi, dan tekad untuk menerima pelbagai pengorbanan dan jerih-payah berkaitan degnan tugas begitu mulia dan penting, yakni bekerja sama dengan Allah dalam menyalurkan hidup manusiawi dan mendidik anak-anak. Untuk mencapai tujuan itu tiada hal yang dapat lebih membantu dari prinsip-prinsip maupun bantuan adikodrati, yang disediakan oleh Gereja. Dalam perspektif itu saja hak Gereja atas kebebasan sepenuhnya dalam menunaikan misinya harus diakui.
196. Kitab Kejadian mengisahkan, bagaimana Allah menurunkan dua perintah kepada orangtua kita pertama, yakni: menyalurkan hidup manusiawi- ”Beranakcuculah dan bertambah banyak”[44]-dan menguasai alam ciptaan-”Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu”[45].Kedua perintah itu saling melengkapi.
197. Tak sepatah kata pun dikatakan dalam perintah yang kedua tentang menghancurkan alam. Sebaliknya, alam itu harus diabdikan kepada hidup manusiawi.
198. Oleh karena itu kami merasa sedih sekali menyaksikan kontradiksi yang mengelabui banyak pemikiran modern. Di satu pihak yang kelihatan yakni pemandangan mengeriakn yang menggelarkan kemiskinan serta penderitaan, yang mengancam hidup manusiawi dengan kepunahan, dan di lain pihak bermunculan penemuan-penemuan ilmiah, rekayasa teknologi dan sumber-sumber ekonomi yang sedang disalahgunakan sebagai alat-alat penyebab kehancuran dan kematian yang menakutkan.
199. Allah maha-penyelenggara menganugerahi umat manusia upaya-upaya yang memadai untuk menemukan pemecahan yang terhormat bagi masalah-persoalan sekitar penyaluran hidup manusiawi. Akan tetapi soal-soal itu dapat sulit dipecahkan, atau bahkan tidak akan terselesaikan, bila manusia yang sesat hatinya dan berkehendak jahat menggunakan upaya-upaya yang bertentangan dengan akal sehat, dan mengejar tujuan-tujuan yang berlawanan dengan kodrat sosialnya serta dengan maksud Allah Penyelenggara.

KEBUTUHAN AKAN KERJASAMA INTERNASIONAL

200. Kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi di segala bidang kehidupan khususnya sekarang ini mendukung meningkatnya hubungan-hubungan antar bangsa, dan menjadikan bangsa-bangsa makin saling tergantung.
201. Pada umumnya tidak satu negara pun memiliki sumber-sumber yang mencukupi untuk memecahkan masalah-masalah yang cukup gawat di bidang ilmu-pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan, yang sekarang ini dihadapi. Soal-soal itu mau tak mau harus merupakan pokok keprihatinan sekelompok besar bangsa-bangsa, barangkali bahkan seluruh dunia.
202. Barangkali negara-negara tertentu memang telah mencapai tataran tinggi kebudayaan dan peradaban. Barangkali mempunyai jumlah besar penduduk yang bekerja keras, tata-ekonomi yang maju, banyak sumber-sumber alam dan wilayah yang cukup luas. Tetapi kendati begitu bila menyendiri terhadap negara-negara lain di dunia, juga sama sekali tidak mampu menemukan pemecahan yang memuaskan terhadap masalah-masalahnya yang agak besar. Oleh karena itu bangsa-bangsa wajib bekerja sama untuk saling mendukung pengembangan dan penyempurnaannya. Negara-negar aitu hanya dapat menolong diri sejauh berhasil dalam saling membantu. Itulah sebabnya mengapa pengertian dan kerja sama internasional begitu dibutuhkan.
203. Sungguhpun orang-orang dan bangsa-bangsa makin yakin akan kedua kebutuhan itu, agaknya mereka pada umumnya, dan khususnya pribadi-pribadi yang memikul tanggung jawab berat dalam kehidupan bangsa, ternyata sama sekali tidak mampu mewujudkannya. Akar ketidak-mampuan itu tidak terletak pada alasan-alasan ilmiah, teknis atau ekonomis, melainkan karena mereka tidak saling mempercayai. Orang-orang, dan karena itu juga negara-negara tertentu takut sekali satu terhadap yang lain. Masing-masing mengkawatirkan, jangan-jangan pihak lain mempunyai rencana-rencana untuk merebut kekuasaan, dan hanya menunggu suatu kesempatan yang mendukung pelaksanaan rencana-rencana itu. Oleh karena itu masing-masing mengatur pembelaan dirinya, dan membangun perlengkapan senjata perang, untuk menakut-nakuti pihak lain yang berangkali mau menyerang.
204. Alhasil: banyak sekali energi manusia dan sumber-sumber alam dikurbankan guna menunjang proyek-proyek yang justru memporak-porandakan masyarakat manusia, dan tidak mendatangkan keuntungan baginya. Sementara itu rasa makin tidak enak menggerogoti hati banyak orang dan mengurangi kepekaan hati mereka untuk menanggapi panggilan usaha-usaha yang lebih luhur.

YANG PALING PENTING NILAI-NILAI MORIL.

205. Sebab utama sekian banyak kecurigaan ialah adanya perbedaan-perbedaan ideologi antara bangsa-bangsa, dan khususnya antara para pemimpin mereka. Memang ada yang hingga mengingkari adanya tata susila yang adisemesta, mutlak, univeral dan sama-sama mengikat semua orang. Dan di mana pun hukum keadilan tidak sama-sama dipatuhi oleh semua, tidak dapat diharapkan tercapainya persetujuan yang terbuka dan sepenuhnya tentang masalah-masalah yang penting sekali.
206. Memang kedua pihak berbicara tentang keadilan dan tuntutan-tuntutan keadilan, tetapi sering kata-kata itu diartikan secara berbeda atau bahkan bertentangan, menurut  pihak yang memakainya. Oleh karena itu bila para pemimpin bangsa-bangsa menyerukan keadilan serta tuntutan-tuntutan keadilan, mereka tidak hanya berbeda anggapan tentang istilah-istilah, melainkan sering justru memperuncing ketegangan antara negara-negara mereka. Begitulah timbul kepercayaan, bahwa kalau suatu bangsa hendak menyatakan hak-haknya dan mengejar kepentingan-kepentingannya sendiri, hanya satulah jalannya, yakni: menempuh jalan kekerasan, dengan menginkari kenyataan, bahwa kekerasan itu sumber kejahatan-kejahatan yang besar.
207. Kepercayaan timbal-balik antara para pemimpin negara-negara tidak dapat tumbuh atau berkembang, kecuali dengan  mengakui adanya tata susila dan menghormatinya.
208. Akan tetapi tidak ada tata susila kecuali dalam Allah. Terlepas dari Allah tata susila itu mau tak mau berantakan. Lagi pula manusia bukan melulu organisasi jasmani. Ia itu roh juga. Ia dibekali akalbudi dan kebebasan. Maka juga menuntut adanya tata susila dan keagamaan. Dan tata itulah-jadi bukan pertimbangan-pertimbangan yang melulu bersifat lahiriah dan jasmani-yang paling baku dan andal untuk memecahkan masalah-persoalan berkenaan dengan hidupnya sebagai perorangan-sekaligus warga masyarakat, serta soal-soal menyangkut negara-negara tertentu dan antar bubungannya.
209. Ada yang berpandangan, bahwa pada zaman kejayaan ilmu-pengetahuan dan teknologi seperti sekarang in manusia memang boleh saja mengandalkan daya-kekuatannya sendiri, dan mampu membangun peradaban yang gemilang tanpa Allah. Akan tetapi kenyataannya ialah, bahwa justru kemajuan=kemajuan di bidang ilmu-pengetahuan dan teknologi itu acapkali melibatkan seluruh umat manusia dalam kesulitan-kesulitan, yan ghanya mungkin dipecahkan dalam terang iman yang tulus akan Allah, Pencipta yang maha berdaulat atas manusia serta dunianya.
210. Cakrawala hampir tidak terbatas, yang digelar oleh penelitian ilmuiah, hanya meneguhan kebenaran itu. Manusia mulai makin menyadari, bahwa sampai sekarang ilmu-pengetahuan hanya mencapai sedikit lebih dari menggaruk-garuk permukaan alam tercipta dan kenyataan saja. Masih ada saja jurang-jurang luas dan tersembunyi yang perlu ditelusuri dan dibentangkan secara memadai. Orang-orang seperti itu merasa ngeri menyaksikan, bagaimana daya-kekuatan raksasa untuk berbuat baik itu justru dapat diubah oleh ilmu pengetahuan menjadi mesin-mesin penghancur. Lalu mereka menyadari amat pentingnya nilai-nilai rohani dan moril, kalau kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi memang mau diabdikan kepada peradaban, dan tidak justru menjerumuskan segenap umat manusia ke dalam malapetaka yang sudah tidak mungkin lagi diatasi.
211. Lagi pula kian meningkatnya rasa tidak puas dengan harta-benda duniawi, yang makin berkecamuk antara para warga bangsa-bangsa yang lebih kaya, dengan pesat menghancurkan khayalan-khayalan yang ada mengenai firdaus di dunia. Banyak orang pun makin menyadari hak-hak mereka sebagai manusia, hak-hak yang bersifat universal dan tidak boleh dilanggar. Dan mereka  mendambakan hubungan-hubungan yang lebih adil serta lebih manusiawi dengan sesama mereka. Semuanya itu mengakibatkan manusia modern makin mendalam menyadari batas-batasnya sendiri, dan menggerakkan padanya usaha-usaha meraih nilai-nilai rohani. Semuanya membesarkan harapan kita, bahwa suatu ketika kelak orang-orang perorangan maupun bangsa-bangsa akan belajar bersatu dalam semangat saling pengertian yang tulus serta kerja-sama yang sungguh bermanfaat.

IV
PEMUGARAN MASYARAKAT

212. Sesudah seglaa kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi itu, bahkan justru karena itu, masih tetaplah masalahnya: bagaimana membangun tata masyarakat yang baru berdasarkan hubungan manusiawi yang lebih seimbang antara negara-negara pada tingkat nasional maupun internasional?
213. Usaha menemukan pemecahan soal itu melahirkan sejumlah teori-teori. Di antaranya ada usaha-usaha yang praktis bersifat sementara saja; ada pula yang telah dan masih mengalami perubahan cukup mendasar; ada lagi yang ternyata makin berkurang daya-tariknya bagi manusia modern. Mengapa begitu? Karena ideologi-ideologi itu tidak mempertimbangkan manusia seutuhnya, bahkan tidak pula asppek manusia yang terpenting. Khususnya tidak banyak diperhatikan kelemahan-kelemahan  manusiawitertentu yang tidak terelakkan; misalnya penyakit dan penderitaan; padahalitu kelemahan-kelemahan yang  bahkan sistem-sistem ekonomi dan sosial yang paling canggih pun tidak mampu menyingkirkan sama sekali. Akhirnya usaha-usaha itu tidak memperhitungkan kesadaran religiusitas yang berakar mendalam, dan terdapat pada semua orang di mana pun juga, serta yang tidak dapat ditiadakan oleh kekerasan atau kecerdasan akal.
214. Kesesatan modern yang paling mendasar yakni membayangkan solah-olah rasa keagamaan manusia yang bersifat alami tidak melebihi hasil cipta perasaan atau angan-angan, yang harus dihapus dari jiwanya bagaikan anakronisme yang merintangi kemajuan manusiawi. Padahal justru kebutuhan akan agama itulah yang menyingkapkan, apakah manusia itu sebenarnya: makhluk yang diciptakan oleh Allah dan senantiasa menuju kepada Allah. Tulis S. Agustinus:”Tuhan, Kau ciptakan manusia untuk Dikau sendiri, maka gelisahlah hati kami selama belum beristirahat dalam Dikau”[46].
215. Biar betapa besar pun kemajuan teknologi dan ekonomi yang tercapai, tidak akan ada damai atau keadilan di dunia, selama manusiabelum kembali kepada kesadaran akan martabatnya selaku ciptaan dan anak-anak Allah, yang merupakan Penyebab pertama dan terakhir segala makhluk. Terceraikan dari Allah manusia hanya suatu monster, dalam dirinya maupun bagi sesama. Sebab tertibnya penataan masyarakat manusia mengandaikan bahwa hatinuraninya tepat terarahkan kepada Allah, yakni sumber segala keadilan, kebenaran dan cintakasih.
216. Terpaparkan suatu pemandangan bagi seluruh dunia: ribuan putera-puteri dan saudara-saudari kami, yang begitu kami kasihi, bertahun-tahun lamanya menanggung penganiayaan yang keji di banyak negeri, juga di daerah-daerah yang sejak kuno mempunyai kebudayaan Kristiani. Lalu tidakkah orang yang jeli penglihatannya, dan membandingkan keunggulan martabat mereka yang dianiaya dengan kebiadaban para penindas yang begitu ”canggih”, akan menajdi sadar lagi, kalau memang selama ini mereka belum insyaf?
217. Aspek khusus yang paling fatal pada zaman modern terletak pada usaha yang tak masuk akal untuk membangun tata dunia yang mantap dan menguntungkan terlepas dari Allah, padahal sesungguhnya Ialah satu-satunya dasar bagi kelestariannya. Untuk memantapkan keagungannya manusiaberkhayal memabayangkan, bahwa tata dunia dapat diwujudkan dengan mengeringkan sumber yang menumbuhkan dan menghidupkan keagungan itu. Dengan kata lain, kalau mungkin ia hendak mematikan kerinduan jiwa akan Allah. Akan tetapi pengalaman zaman sekarang tentang sekian banyak kekecewaan dan pertumpahan darah hanya meneguhkan pesan Kitab suci saja: ”Kalau bukan Allah yang membangun rumah, percuma saja mereka berjerih-payah untuk mendirikannya”[47].

AJARAN SOSIAL GEREJA

218. Pantang diragukan, bahwa ajaran sosial Gereja Katolik tetap berlaku.
219. Ajaran itu bertumpu pada satu asas dasar: manusia perorangan merupakan dasar, sebab dan tujuan tiap lembaga sosial. Memang seharusnya begitu, sebab manusia itu pada hakikatnya makhluk sosial. Kenyataan itu harus diakui, begitu pula kenyataan, bahwa menurut rencana Penyelenggaraan ilahi ia diangkat ke alam adikodrati.
220. Berdasarkan prinsip dasar yang menjamin martabat manusia itu Gereja membangun ajaran sosialnya. Khususnya selama seratus tahun terakhir ini, dan melalui usaha-usaha sekelompok imam dan awam yang sungguh ahli, Gereja telah merumuskan ajaran sosial yang dengan jelas menunjukkan jalan yang andal bagi pembangunan masyarakat. Asas-asas yang disajikannya tetap berlaku di mana-mana, sebab mengindahkan kodrat manusia, serta pelbagai kondisi kehidupan manusia. Kaidah-kaidah itu juga memperhatikan ciri-ciri pokok masyarakat zaman sekarang, dan karena itu dapat diterima oleh semua orang.
221. Akan tetapi sekarang ini lebih dari sebelumnya amat pentinglah bahwa ajaran itu dikenal, diresapkan dan dilaksanakan dalam bentuk dan menurut cara yang mungkin dan diperlukan dalam bermacam-macam situasi. Sungguh itu tugsa yang berat, tetapi amat mulia. Untuk menunaikannya kami mengundang bukan hanya putera-puteri kami yang tersebar di seluruh dunia, melainkan mereka yang beriktikad baik, di mana pun mereka berada.
222. Pertama perlu kami tegaskan sejelas-jelasnya, bahwa ajaran sosial Katolik itu merupakan dimensi integral pengertian Kristiani tentang kehidupan.
223. Oleh karena itu kami sungguh menginginkan, agar ajaran itu makin intensif dipelajari. Pertama perlu diajarkan sebagai bagian kurikulum harian di segala macam sekolah Katolik, khususnya di seminari-seminari, meskipun kami sadari juga bahwa memang sudah lama itu dijalankan di seminari-seminari dengan cara yang usngguh baik. Kami himbau juga, supaya ajaran sosial itu diintegrasikan dalam program-program pelajaran agama di paroki-paroki dan di serikat-serikat kerasulan awam. Ajaran itu perlu disebarluaskan melalui segala sarana modern yang tersedia: koran-koran, majalah-majalah, terbitan-terbitan populer dan ilmiah, radio dan televisi.
224.Putera-puteri kamikaum awam yang terkasih dapat berjasa banyak dengan memabntu penyiaran ajaran sosial Katolik dengan mendalami dan melaksanakannya sendiri, dan dengan berusaha keras supaya orang-orang lain pun memahaminya.
225. Hendaklah mereka yakin, bahwa cara terbaik untuk membuktikan kebenaran dan daya-guna ajaran itu ialah: menunjukkan bahwa ajaran itu dapat menyajikan cara-cara mengatasi kesukaran-kesukaran dewasa ini. Begitulah mereka akan menginsyafkan orang-orang yang semula menentangnya karena tidak mengetahuinya. Siapa tahu barangkali suatu ketika sinar ajaran itu akan menerangi akalbudi mereka.
226. Belum cukuplah hanya merumuskan ajaran sosial saja. Ajaran itu perlu diwujudkan menjadi kenyataan. Khususnya itu berlaku bagi ajaran sosial Gereja. Cahaya itu kebenaran, sasarannya keadilan, dan daya dorongnya cintakasih.
227.Oleh karena itu penting sekalilah putera-puteri kami berusaha memahami ajaran itu. Mereka memerlukan pembinaan untuk itu.
228. Tidak ada pendidikan Kristiani dapat dipandang lengkap selama belum meliputi segala macam kewajiban. Maka pendidikan harus bertujuan menanam dan memupuk di kalangan umat kesadaran akan tugas mereka menjalankan kegiatan-kegiatan mereka di bidang ekonomi dan sosial secara Kristiani.
229. Peralihan dari teori ke praktek pada hakikatnya cukup sulit; dan itu khususnya bila oran gberusaha menjabarkan secara konkret ajaran sosial seperti diberikan oleh Gereja. Ada berbagai alasan untuk itu. Antara lain dapat disebutkan cinta diri manusia yang berakar dalam, materialisme yang sudah meresapi masyarakat modern, dan acap kali kesulitan menetapkan, apakah tepatnya yang dalam situasi tertentu dituntut oleh keadilan.
230. Oleh karena itu pelajaran teoretis melulu tentang kewajiban-kewajiban manusia di bidang sosial dan ekonomi belum mencukupi. Perlu ditunjukkan cara-cara untuk menunaikan kewajiban-kewajiban itu sebagaimana mestinya.
231. Maka pada hemat kami supaya pelajaran formal sungguh berhasil, harus dilengkapi dengan kerjasama aktif para pelajar dengan menjalakan latihan-latihan sendiri. Mereka memerlukan pengertian berdasarkan pengalaman tentang pokok yang bersangkutan, melalui kegiatan positif mereka sendiri.
232. Prakteklah yang menyempurnakan, juga dalam hal-hal seperti tepatnya penggunaan kebebasan. Jadi perilaku Kristiani di bidang sosial dan ekonomi dilatih melalui kegiatan Kristiani aktual di bidang-bidang itu.
233. Oleh karena itu kerasulan awam memainkan peranan penting dalam pendidikan sosial, khususnya serikat-serikat dan organisasi-organisasi yang sasaran  khasnya Kristianisasi masyarakat masa kini. Selain secara pribadi beruntung dari pengalaman lapangan mereka sehari-harian, para anggota serikat-serikat itu juga dapat memberi bantuan dalam pembinaan sosial angkatan muda dengan menyalurkan keuntungan pengalaman yang mereka peroleh sendiri.
234. Akan tetapi di sini anda perlu kami ingatkan akan kebenaran yang relevan: pengertian Kristiani tentang kehidupan meminta dari siapa pun juga-entah yang berkedudukan tinggi atau yang biasa-biasa saja semangat pengendalian diri dan pengorbanan. Untuk itulah kita dipanggil oleh Allah berkat rahmat-kemurahan-Nya.
235. Patut disayangkan: sekarang ini hasrat mencari kenikmatan menghanyutkan banyak orang hingga beranggapan, seolah-olah hidup itu tidak lebih dari keinginan mengejar kesenangan serta pemuasan nafsu-nafsu manusiawi melulu. Sikap itu sumber malapetaka. Akibat-akibatnya yang bruuk pad ajiwa maupun raga pantang disangkal. Pada taraf kodrati saja pengendalian diridan keugaharian hidup merupakan tuntutan kebijakan yang sehat. Pad atingkat adikodrati baik Injil maupun seluruh tradisi askese Gereja meminta semangat matiraga dan ulahtapa, yang efektif untuk melunasi siksaan dosa, yang menyangkut semua orang kecuali Yesus Kristus dan Bunda-Nya yang tak bernoda.

MEMPRAKTEKAN AJARAN SOSIAL

236.Ada tiga tahap biasanya harus ditempuh untuk mewujudkan prinsip-prinsip sosial dalam praktek. Pertama orang mengamati situasi konkret ; kedua, ia menilai situasi itu dalam terang masa-asas itu juga; ketiga, ia memutuskan apa yang dalam keadaan itu dapat dan harus dilakukan untuk mengamalkan prinsip-prinsip tadi. Itulah tiga tahap, yang lazimnya diungkapkan dengan istilah : mengamati, menilai, bertindak.

237. Bagi kaum muda pentinglah memahami dan mempraktekkan metode itu. Pengertian yang diperoleh melalui cara itu tidak bersifat abstrak semata – mata, melainkan dipandang sebagai sesuatu yang meminta diterjemahkan dalam tindakan.

238. Ada kalanya timbul perbedaan-perbedaan pandangan menegnai penerapan prinsip-prinsip itu, juga di kalangan umat Katolik yang tulus hati. Bila itu terjadi, hendaknya mereka waspada, jangan sampai kehilalangan sikap saling menghormati dan saling menghargai. Mereka justru harus berusaha menemukan pokok-pokok kesepakatan untuk mengambil tindakan terpadu yang efektif dan kena sasaran, dan tidak menghamburkan tenaga dengan perdebatan yang bertele-tele, atau dengan dalih mana yang lebih atau paling baik justru melalaikan langkah baik yang mungkin dan karena itu merupakan kewajiban.

239. Dalam kegiatan mereka di bidang ekonomi dan sosial umat Katolik sering berhubungan dengan pihak-pihak lain, yang mengenai makna hidup berbeda padangan dengan mereka. Dalam situasi itu tentu saja mereka harus membawakan diri sebagai orang Katolik, dan tidak berbuat apa pun yang melecehkan agama maupun moralitas. Namun sementara itu harus menampilkan bahwa mereka dijiwai semnagat pengertian dan tanpa pamrih, bersedia bekerja sama secara loyal dalam mencapai tujuan-tujuan yang memang baik, atau dapat dijadikan baik. Tentu saja, kalau Hirarki yang telah mengambil keputusan tertentu, umat Katolik wajib mematuhi pedoman-pedomannya. Gereja berhak dan wajib bukan hanya mempertahankan prinsip-prinsip kesusilaan dan keagamaan, melainkan juga menyatakan penilainnya yang berwibawa mengenai pelaksanaan prinsip-prinsip itu.

240. Berikut inilah asa-asas pembinaan yang dalam praktek, harus dipatuhi. Khusunya ini termasuk tuga putara-puteri kami kaum awam, sebab memang panggilan merekalah menghayati hidup aktif di dunia dan menghimpun diri untuk mencapai sasaran-sasaran di dunia ini.

241. Dalam menunaikan tugas yang luhur itu mereka bukan hanya harus mempunyai kemahiran secukupnya dalam kejuruan atau profesi mereka dan mempraktekkannya menurut hukum-hukumnya sendiri. Mereka juga wajib melaksanakan kegiatan profesi itu sehaluan dengan ajaran sosial Gereja. Mereka harus bersikap penuh kepercayaan, loyal, patuh sebagai putera-puteri terhadap para pemimpin Gereja. Hendaklah mereka ingat juga, bahwa bila dalam menangani urusan-urusan duniawi mereka mengabaikan prinsip-prinsip sosial yang diajarkan oleh Gereja, dan yang sekarang ini kami kukuhkan, mereka gagal menjalankan kewajiban-kewajiban mereka dan mudah dapat melanggar hak-hak sesama. Bahkan mereka dapat sampai mendiskreditkan ajaran Gereja, dan memberi dukungan kepada anggapan seolah-olah kendati nilai intrinsiknya, ajaran itu nyatanya tidak mampu mengarahkan hidup manusia.

MENENTUKAN PRIORITAS-PRIORITAS DENGAN CERMAT

242. Seperti telah diuraikan, manusia modern sudah banyak memperdalam dan memperluas pengertiannya tentang hukum-hukum alam, dan menguasai daya-kekuatan alam serta mengabdikannya kepada tujuan-tujuannya. Keagungan prestasi-prestasinya selayaknya dikagumi dengan tulus. Akan tetapi ia belum menuntaskan sumber-sumber dayanya. Kendati begitu, dalam perjuangannya menguasai dan merombak dunia lingkungannya ia terancam bahaya melalaikan dan mengahancurkan dirinya. Dalam ensiklik ”Quadragesimo Anno” pendahulu kami Paus Pius XI sangat menyesalkan , bahwa ”dengan demikian kerja jasmani, yang sesudah dosa asal pun ditetapkan oleh Penyelenggaraan ilahi demi kepentingan jiwa-raga manusia, sering diubah menjadi sarana untuk melakukan kejahatan. Sebab keluarnya bahan mati dari pabrik sudah diperbaiki, sedangkan di situ manusia dirusak dan merosot derajatnya”[48].

243. Begitu pula pendahulu kami Paus Pius XII dengan tepat menyatakan, bahwa zaman sekarang ditandai kontras yang jelas antara kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi yang luar biasa dan kemerosotan manusiawi yang mengerikan dan nampak pada ”hasilkaryannya yang dahsyat, yakni: mengubah manusia menjadi raksasa alam jasmani hingga merugikan rohnya, yang merosot menjadi kerdil di dunia adikodrati dan kekal”[49].

244. Demikianlah dewasa ini kata-kata penyair Mazmur tentang kaum penyembah berhala terpenuhi secara relevan. Manusia kehilangan jatidirinya dalam hasil karyanya, yang dikaguminya sampai seakan-akan disembahnya bagaikan berhala:”Berhala mereka perak dan emas; buatan tangan manusia”[50].
245. Dalam reksa kebapaan kami selaku gembala yang hendak merangkul semua orang, dengan sangat kami meminta putera-puteri kami, kendati mereka tenggelam dalam urusan-urusan duniawi, supaya jangan membiarkan hatinurani mereka terbuai, jangan sampai melupakan tatasusunan nilai yang sejati.
246. Memang Gereja senantiasa mengajarkan, bahwa kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi serta kesejahteraan jasmani yang dihasilkannya hal-hal yang baik, dan menandai tahap penting dalam peradaban manusiawi. Akan tetapi Gereja mengajarkan pula, bahwa harta-kekayaan semacam itu harus diniali juga menurut kenyataannya yang sesungguhnya: sebagai upaya bagi manusia untuk dengan lebih baik meraih tujuannya; sarana-sarana yang memabantunya menjadi manusia yang lebih baik dalam tata kodrati maupun adikodrati.
247. Semoga peringatan Sang Guru ilahi selalu menggema di hati manusia: ”Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?”[51]

PENTINGNYA HARI MINGGU

248. Berhubungan dengan apa yang diuraikan sampai sekarang ialah istirahat pada hari Minggu.
249. Untuk melindungi martabat manusia sebagai makhluk Allah yang jiwanya diciptakan menurut citra-keserupaan Allah, Gereja selalu meminta, supaya perintah ketiga dipatuhi dengan setia: ”Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat”[52]. Jelaslah Allah berhak dan berkuasa untuk memerintahkan agar manusia mentakdiskan satu hari tiap minggu bagi kewajibannya berbakti kepada Allah yang maha-agung dan kekal. Bebas dari kesibukan duniawi manusia harus mengangkat jiwanya kepada perkara-perkara  surgawi, dan menggali lubuk hatinuraninya, untuk memeriksa bagaimana posisinya terhadap Allah mengenai hubungan-hubungan yang harus ada dan tak boleh diganggu-gugat antara ciptaan dan Penciptanya.
250. Salain itu manusia berhak beristirahat sejenak dari kerjanya. Itu memang dibutuhkannya juga, kalau ia mau membaharui kekuatan badannya dan menyegarkan jiwanya dengan rekreasi yang sesuai. Ia harus memikirkan keluargannya juga, yang kesatuannya begitu erat tergantung dari kontak yang sering  dan hidup bersama semua anggotanya dalam damai.
251. Begitulah baik agama maupun kesejahteraan moril dan fisik serentak memerlukan istirahat berkala itu. Sudah berabad-abad lamanya Gereja menyisihkan bagi umat beriman hari Minggu sebagai hari yang khas untuk beristirahat. Pada hari itu mereka ikut-serta dalam korban Misa kudus, yakni kenangan dan penerapan karya penyelamatan Kristus bagi umat manusia.
252. Kami hanya dapat menyesalkan dengansedih hati makinkuatnya arus di daerah-daerah tertentu untuk mengabaikan perintah yang keramat itu, kalau bukan untuk terus-terang menolaknya. Sikap itu mau tak mau akan merongrong kesehatan rohani maupun jasmani kaum buruh, yang kesejahteraannya begitu kami prihatinkan.
253. Oleh karena itu demi nama Allah dan demi kepentingan rohani maupun  jasmani umat manusia, kami serukan kepada semua pihak, para pejabat pemerintah, majikan-majikan dan kaum buruh, untuk mematuhi perintah Allah serta Gereja-Nya, dan tetap menyadari beratnya tanggung jawab mereka di hadirat Allah dan terhadap masyarakat.

NILAI  KRISTIANI  KERJA

254. Kami hanya dapat sekedar menyinggung perkara ini. Tetapi putera-puteri kami, khususnya kaum awam, jangan mengandaikan seolah-olah mereka bertindak bijaksana dengan mengendurkan komitmen Kristiani mereka masing-masing di dunia yang serba sementaraini. Sebaliknya, kami justru sangat mendorong mereka untuk tiada hentinya mengintensifkan dan meningkatkan komitmen itu.
255. Dalam doa-Nya yang meriah untuk kesatuan Gereja Kristus Tuhan kita tidak memohon Bapa-Nya supaya menyingkirkan para mudid-Nya dari dunia:”Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka terhadap yang jahat”[53]. Oleh karena itu janganlah ada yang membayangkan seolah-olah perihidup aktif di dunia tidak dapat diselaraskan dengan kesempurnaan rohani. Keduanya dapat diserasikan dengan baik sekali. Merupakan kesesatan yang besar mengandaikan, seakan-akan manusia tidak mampu menyempurnakan diri selain dengan mengesampingkan segala kegiatan duniawi, berdasarkan dalih seolah-olah kegiatan itu mau tak mau akan membawanya ke arah pencemaran martabat pribadinya sebagai manusia dan orang Kristiani.
256. Bahwa manusia harus mengembangkan dan menyempurnakan diri melalui kerjanya sehari-hari-yang kebanyakan memang bersifat duniawi-selaras sepenuhnya dengan rencana Penyelenggaraan ilahi. Gereja zaman sekarang menghadapi tugas raksasa: memanusiakan dan mengkristianikan peradaban kita yang modern ini. Perkembangan berkelanjutan peradaban ini, bahkan kelestariannya sendiri, meminta dan mendorong Gereja agar memainkan peranannya di dunia. Itulah sebabnya, seperti telah dikatakan, mengapa Gereja menghendaki kerja sama dari pihak kaum awam. Mereka hendaknya menyadari, bahwa dengan menangani urusan-urusan manusiawi mereka sebaik mungkin, mereka berjasa bagi umat manusia, dalam persatuan mesra dengan Allah melalui Kristus, dan demi bertambahnya kemuliaan Allah. Seperti ditekankan oleh S. Paulus: ” Bila engkau makan atau minum, atau bila melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”[54].
”Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau  perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus Kristus, sambil mengucap syukur dengan perantaraan-Nya kepada Allah Bapa kita”[55].
257. Mengusahakan kesempurnaan rohani dan keselamatan kekal dalam mengerjakan urusan-urusan dan menglola lembaga-lembaga manusiawi tidak berarti merampas daya-kekuatan semuanya itu untukm mencapai sasaran-sasarannya yang langsung dan khas, melainkan justru berarti mendukung kekuatan itu. Amanat Guru ilahi kita berlaku selamnya:”Carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”[56]. Bila manusia menjadi ”terang dalam Tuhan”[57] dan bertindak sebagai ”anak terang”[58], ia mempunyai keyakinan yang pasti akan tuntutan-tuntutan pokok keadilan di segala susah-payah dan sulit-rumit hidupnya, kendati semuannya itu masih dikaburkan lagi oleh sekian banyak cinta-diri perorangan, nasional dan rasial. Karena dijiwai juga oleh cintakasih Kristus, ia merasa mustahil tidak mengasihi sesamanya. Segala kebutuhan, penderitaan dan kegembiraan mereka dijadikannya kebutuhan, penderitaan dan kegembiraannya sendiri. Semua kegiatannya di segala bidang diwarnai kepastian, penuh energi, dilandasi kebesaran jiwa danpertimbangan yang masak. Sebab ”Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungannya sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidak-adilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu,percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”[59].

KARYA KRISTUS TERUS BERLANGSUNG

258. Sebagai penutup, saudara-saudara yang terhormat, kami ingin mengingatkan anda akan kebenaran luhur menurut ajaran Katolik, yakni: penyaturagaan kita sebagai anggota-anggota yang hidup dalam Tubuh mistik Kristus, yakni Gereja, ”Sebab sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan semua anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, begitu pula Kristus”[60].
259. Dengan sangat kami meminta semua putera-puteri kami di seluruh dunia, klerus maupun awam, agar sedalam-dalamnya menyadari martabat serta keluhuran mereka, karena dicangkokkan pada Kristus bagaikan cabang-cabang pada pokok anggur:”Akulah pokok anggur; kamu cabang-cabangnya”[61]. Jadi mereka dipanggil untuk ikut serta menghayati hidup ilahi-Nya sendiri. Dan karena mereka dipersatukan dalam budi dan roh dengan Penebus ilahi, juga bila berkecimpung dalam urusan-urusan duniawi, kerja mereka menjadi kelangsungan kerja Kristus, dirasuki dengan kekuatan penebusan. ”Barangsiapa tinggal dalam Aku, dan Aku dalam dia, ia menghasilkan banyak buah”[62].Begitulah kerja manusia diangkat dan diluhurkan-ditinggikan sedemikian rupa, sehingga menjadi upaya penyempurnaan jiwanya sendiri, dan membantu menyalurkan buah-buah penebusan kepada sesama di seluruh dunia. Kerja menjadi upaya bagi cara hidup Kristiani, untuk menjadi ragi bagi peradaban ini, yang menjadi lingkungan hidup maupun kerja kita –dan meresapinya dengan ragi Injil.

260. Zaman kita sekarang dicengkram oleh kesesatan-kesesatan yang membinasakan; serba berantakan karena kekacauan yang mendalam. Akan tetapi juga zaman, yang bagi mereka yang bekerja beserta Gereja membuka peluang-peluang besar di bidang kerasulan. Di situlah letak harapan kita.
261. Saudara-saudara yang terhormat dan putera-puteri yang terkasih, kami memulai dengan Ensiklik Paus Leo XIII yang mengagumkan, dan melintaskan bagi pemandangan anda pelbagai masalah-persoalan kehidupan sosial yang serba modern. Telah kamisajikan asas-asas maupun pedoman-pedoman, dan kami anjurkandengan sangat supaya anda merenungkannya, serta dari pihak anda sekarang: melaksanakannya dalam praktek. Kerja sama anda penuh keberanian dalam hal ini pasti akan membantu mewujudkan Kerajaan Kristus di dunia, ”Kerajaan kebenaran dan kehidupan, Kerajaan kekudusan dan rahmat, Kerajaan keadilan, cintakasih, dan damai”[63]. Kerajaan itu menjamin turunnya berkat-berkat surgawi, yang merupakan tujuan kita diciptakan, dan yang kita dambakan penuh kerinduan.
262. Di sini pokok kepedulian kami ialah ajaran Gereja Katolik dan Apostolik. Gereja itu Ibu dan Guru semua bangsa. Cahayanya menyinari, menyalakan dan mengobarkan. Setiap zaman mendengarkan amanat peringatannya, penuh kebijaksanaan surgawi. Gereja penuh daya-kekuatan untuk menyediakan usada-usada yang cocok dan mujarab bagi kebutuhan bangsa manusia yang kian meningkat, serta bagi duka-derita dan kegelisahan hidup di dunia ini. Amanat Gereja menggemakan kata-kata penyair Mazmur di masa silam, kata-kata yang tiada hentinya mengangkat semangat kita yang memudar dan menanam keberanian:”Aku mau mendengar apa yang hendak disabdakan Allah Tuhan. Bukankah Ia hendak bersabda tentang damai kepada umat-Nya dan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya, supaya jangan mereka kembali kepada kebodohan? Sesungguhnya keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga kemuliaan diam di negeri kita. Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan Tuhan akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan”[64].
263. Sudah beberapa waktu lamanya, saudara-saudara yang terhormat kepedulian kami akan Gereja semesta tertujukan untuk menulis surat ini. Kami hendak mengakhirnya dengan menungkapakan dambaan-dambaan berikut: semoga Penebus ilahi umat manusia, ”yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita, membenarkan dan menguduskan serta menebus kita”[65], meraja dan mulia-jaya selama segala abad, dalam segalanya dan di atas segalanya. Dan semoga melalui penataan masyarakat manusia yang seksama, segala bangsa akhirnya menikmati kesejahteraan, kebahagiaan dan damai yang sejati.
264. Sebagai bukti ketulusan dambaan-dambaan kami, sebagai jaminan kehendak baik kami selaku bapa, semoga berkat apostolik, yang kami sampaikan dalam Tuhan sepenuh hati, turun atas anda, saudara-saudara yang terhormat, dan atas segenap umat beriman yang dipercayakan kepada reksa kegembalaan anda, dan khususnya atas mereka yang penuh kebesaran jiwa menanggapi seruan kami.

Diberikan di Roma, di Basilika St. Petrus pada tanggal 15 Mei 1961, tahun ketiga masa kepausan kami.


PAUS YOHANES XIII
   











[1] Bdk. 1Tim 3:15.
[2] Yoh 14:6.
[3] Yoh 8: 12.
[4] Mrk 8:2.
[5] “Acta Leonis XIII”, XI (1891)hlm. 97-144.
[6] “Acto Leonis XIII”, XI (1891) hlm.107.
[7] St. Tomas, “De regimine prinsipum”, I,15.
[8] Bdk. AAS 23 (1931) hlm. 185.
[9] Bdk. AAS 23 (1931) hlm. 189.
[10] Bdk. AAS 23 (1931) hlm. 177-228.
[11] Bdk. Ibid., hlm. 199.
[12] Bdk. Ibid., hlm. 200.
[13] Bdk. Ibid., hlm. 201.
[14] Bdk. Ibid., hlm. 210 dsl.
[15] Bdk. Ibid., hlm. 211.
[16] Bdk. AAS 33 (1941) hlm. 196.
[17] Bdk. Ibid., hlm. 197.
[18] Bdk. Ibid., hlm. 196.
[19] Bdk. Ibid., hlm. 198 dsl.

[20] Bdk. Ibid., hlm. 199.
[21] Bdk. Ibid., hlm. 201.
[22] Bdk. Ibid., hlm. 202.
[23] Bdk. Ibid., hlm. 203.

[24] AAS 23 (1931) hlm.203.
[25] Ibid., hlm. 203.
[26] Bdk. Ibid., hlm. 222 dst.
[27] AAS 23 (1931) hlm. 195.
[28] Ibid., hlm. 198.
[29] Amanat radio pada tgl. 1 September 1944; bdk. AAS 36 (1944) hlm. 254.
[30] Amanat pada tgl. 8 Oktober 1956: AAS 48 (1956) hlm. 799-800.
[31] Amanat Radio pada tgl. 1 September 1944: bdk. AAS 36 (1944) hlm. 253.
[32] Amanat Radio pada tgl.24 Desember 1942; bdk. AAS 35 (1943) hlm. 17.
[33] Bdk. Ibid.hlm.20.
[34] Ensiklik “Quadragesimo Anno”: AAS 23 (1931) hlm.214.
[35] Acta Leonis XIII, XI (1891) hlm. 114.
[36] Mat 6: 19-20.
[37] Mat 25: 40.
[38] Bdk. AAS 23 (1931) hlm. 202.
[39] “Food and Agriculture Organization”, suatu lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bermarkas di Roma.
[40] Amanat tgl. 3 Mei 1960: AAS 52 (1960) hlm. 465.
[41] Bdk. Ibid.
[42] 1 Yoh 3: 16-17.
[43] Ensiklik “Summi Pontificatus”: AAS 31 (1939) hlm. 428-429.
[44] Kej 1:28.
[45] Ibid.
[46] Pengakuan, I, 1.
[47] Mzm 126:1
[48] AAS 23 (1931) hlm. 221 dsl.
[49] Amanat Radio, malam menjelang Natal 1953: AAS (1954) hlm.10.
[50] Mzm 113:4.
[51] Mat 16:26.
[52] Kel 20:8.
[53] Yoh 17:15.
[54] 1Kor 10: 31.
[55] Kol 3:17.
[56] Mat 6: 33.
[57] Ef 5:8.
[58] Bdk. Ibid.
[59] 1Kor 13:4-7.
[60] 1Kor 12: 12.
[61] Yoh 15:5.
[62] Ibid.
[63] Prefasi pada Hari Raya Yesus Kristus Raja.
[64] Mzm 84: 9 dsl.
[65] 1Kor 1: 30.