POPULORUM PROGRESSIO - PERKEMBANGAN BANGSA-BANGSA


ENSIKLIK
PAUS PAULUS VI

“POPULORUM PROGRESSIO”
(PERKEMBANGAN BANGSA-BANGSA)

            Saudara-saudara Yang Terhormat dan Putera-puteri Yang Terkasih. Salam dan Berkat Apostolik.

KEPEDULIAN GEREJA TERHADAP PERKEMBANGAN

1. PERKEMBANGAN BANGSA-BANGSA secara berangsur-angsur merupkan pokok perhatian dan kepedulian yang mendalam bagi Gereja. Secara khas itu berlaku mengenai bangsa-bangsa yang berusaha membebaskan diri dari bencana kelaparan, kemiskinan, wabah penyakit dan kebodohan; bangsa-bangsa yang mengupayakan partisipasi yang lebih luas dalam keuntungan-keuntungan peradaban serta perbaikan lebih aktif sifat maupun bakat manusiawi mereka; bangsa-bangsa yang secara sadar memperjuangkan pengembangan diri yang lebih penuh. Sejak Konsili Vatikan II Gereja bahkan lebih jelas lagi menyadari tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh Injil Kristus di bidang itu. Gereja memandang sebagai kewajibannya membantu semua orang mengkaji masalah yang berat itu dalam segala dimensinya, dan pada saat sejarah yang gawat ini meyakinkan mereka akan perlunya kegiatan yang terpadu.

2. Para pendahulu kami akhir-akhir ini tiada kurangnya menunaikan kewajiban mereka di bidang itu. Amanat-amanat mereka yang selayaknya diperhatikan menyinarkan terang Injil atas soal-soal social zaman sekarang. Paus Leo XIII menerbitkan Ensiklik  “Rerum Novarum”[1], Paus Pius XI Ensiklik “Quadragesimo Anno”[2], Paus Pius XII menyampaikan amanat radio ke seluruh dunia[3], dan Paus Yohanes XXIII menulis dua Ensiklik, yakni “Mater et Magistra” [4]dan “Pacem in Terris”.[5]

3. Sekarang ini bagi masyarakat penting sekali memahami dan menghargai, bahwa masalah-persoalan social mempertemukan semua orang di mana-mana di dunia. Paus Yohanes XXIII dengan jelas menyatakan itu[6], dan Konsili Vatikan II mengukuhkannya dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja Dunia Modern[7]. Relevansi dan mendesaknya ajaran-ajaran itu harus segera diakui. Bangsa-bangsa dunia yang menanggung kelaparan menunjukkan jeritannya kepada para bangsa yagn diberkati dengan kelimpahan. Dan Gereja terdorong oleh jeritan itu meminta semua dan setiap orang supaya mendengarkan permintaan saudara-saudari dan menanggapinya penuh kasih.

4. Sebelum menjabat Paus, kami menempuh perjalanan ke Amerika Latin (1960) dan ke Afrika (1962). Di situ kamisaksikan masalah-masalah yang sungguh mengejutkan, yang menimpakan malapetaka dan merajalela di benua-benua itu, yang sebetulnya penuh gairah hidup dan memberi harapan. Dengan dipilih menjadi Paus kami menjadi bapa bagi semua orang. Kami mengunjungi Palestina dan India, dan di situ mendapat pengetahuan langsung tentang kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi oleh peradaban-peradaban yang berabad-abad usianya itu dalam perjuangannya demi perkembangan selanjutnya. Menjelang akhir Konsili Vatikan II, berkat Penyelenggaraan Ilahi situasi mengizinkan kami menyampaikan amanat kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan membela masalah bangsa-bangsa yagn mengalami pemiskinan di hadapan sidang yang mulia itu.

5. Sesudah itu kami berusaha memenuhi harapan-harapan Konsili dan menunjukkan kepedulian Takhta Suci kepada bangsa-bangsa yang berkembang. Untuk maksud itu kami merasa perlu menambahkan Panitia Kepausan lain pada tata-pemerintahan pusat Gereja. Tujuan Panitia itu ialah: ”membangkitkan pada Umat Allah kesadaran penuh akan misinya dewasa ini. Demikianlah mereka dapat menunjang kemajuan bangsa-bangsa yang lebih miskin serta keadilan sosial pada tingkat internasional, begitu pula pula membantu bangsa-bangsa yang kurang berkembang untuk ikut mengusahakan perkembangan mereka sendiri”[8]. Nama Panitia itu, yakni”Keadilan dan Perdamaian”, dengan tepat melukiskan program maupun tujuannya. Kami yakin, bahwa semua orang yang beriktikad bagik akan bersedia bergabung dengan sesama umat Katolik dan sesama umat Kristen dalam melaksanakan program itu. Maka sekarang kami dengan sangat mendesak semua orang untuk memadukan ide-ide maupun kegiatan-kegiatan mereka demi perkembangan manusia seutuhnya dan perkembangan seluruh bangsa manusia.

I
SOAL-SOAL YANG DIHADAPI OLEH NEGARA-NEGARA YANG SEDANG BERKEMBANG

6. Zaman sekarang ini kita saksikan usaha masyarakat menjamin pastinya penyediaan pangan, pengobatan penyakit-penyakit, dan pekerjaan yang tetap. Masyarakat nampak berusaha menyingkirkan setiap kemalangan, menghalau setiap halangan yang merugikan martabat manusia. Tiada hentinya mereka berusaha menunaikan tanggung jawab pribadi yang lebih besar; berbuat lebih banyak, belajar lebih banyak, dan memiliki lebih banyak sehingga mampu meningkatkan nilai pribadi mereka. Akan tetapi sekaligus sejumlah besar mereka hidup di tengah kenyataan-kenyataan yang menyia-nyiakan aspirasi yang wajar itu. Lagi pula bangsa-bangsa yang belum lama ini meraih kemerdekaan menghalami bahwa kemerdekaan politik saja belum cukup. Mereka juga perlu mewujudkan struktur-struktur sosial-ekonomi dan proses-proses, yang sesuai dengan hakikat serta kegiatan manusia, kalau para warganegara hendak mencapai pertumbuhan pribadi, dan kalau negeri mereka mau mendapat tempat yang sewajarnya dalam persekutuan internasional.

7. Meskipun tidak memadai untuk menangani tugas yang seberat itu dan mendesak, upaya-upaya yang diwaris dari masa lampau bukannya sama sekali tak berguna. Memang benar bangsa-bangsa kolonial kadang tak lain hanya mempedulikan kepentingan-kepentingan, kekuasaan dan gengsi mereka sendiri saja. Keberangkatan mereka meninggalkan ekonomi negeri-negeri itu dalam keadaan tidak seimbang yang mengkhawatirkan sekali-misalnya ekonomi satu macam penghasilan, yang amat mudah terbawa oleh pasang-surut harga-harga pasar, yang mendadak dan berdampak luas. Berbagai corak kolonialisme tertentu jelas cukup merugikan dan membukan jalan bagi kekacau-balauan selanjutnya. Di lain pihak, perlu ada kata-kata pujian juga bagi kaum kolonial, yang kemampuan-kemampuan serta ketrampilan teknisnya menguntungkan bagi banyak tanah yang sebelumnya tidak diolah, dan yang hasil kerjanya masih terasa hingga sekarang. Mekanisme struktural yang mereka tinggalkan memang belum terkembangkan sepenuhnya atau disempurnakan tetapi toh membantu juga untuk mengurangi kebodohan dan penyakit untuk meningkatkan komunikasi dan memperbaiki kondisi-kondisi hidup.

8. Mengingat semuanya itu jelaslah, bahwa struktur-struktur itu tidak memadai untuk menanggapi kenyataan-kenyataan pahit ekonomi sekarang ini. Kalau tiada perubahan dalam mekanisme yang ada sekarang, kesenjangan antara negeri-negeri yang kaya dan yang miskin akan bertambah besar, tidak berkurang. Negari-negeri kaya akan maju dengan pesat, sedangkan kemajuan negeri-negeri miskin akan tersendat-sendat. Dari hari ke hari ketimpangan bertambah: sendangkan produksi pangan pada beberapa bangsa berkelebihan, kebutuhan bangsa-bangsa lain akan pangan sangat mendesak, atau tidak ada kepastian tentang pasar ekspornya.

9. Sementara itu keresahan sosial makin meluas ke seluruh dunia. Kegelisahan yang benar-benar menggoncangkan lapisan-lapisan rakyat yang lebih miskin di negeri-negeri yang sekarang sedang mengalami industrialisasi telah meluas meliputi kawasan-kawasan yang pokok perekonomiannya terletak pada pertanian. Kaum petani sangat merasakan ”nasibnya yang malang”[9]. Selain itu ada pula pelanggaran-pelanggaran keadilan yang menyolok, bukan hanya menyangkut pemilikan harta-benda, melainkan lebih lagi dalampenggunaan kekuasaan. Di berbagai daerah suatu minoritas yang berposisi serba menguntungkan menikmati hidup yang serba terjamin; sedangkan massa penduduk yang lain, yang bertambah miskin dan tercerai-berai, ”hampir tidak mempunyai kemungkinan apa pun untuk bertindak atas prakarsa dan tanggung jawab mereka sendiri, dan seringkali berada dalam kondisi-kondisi hidup dan kerja, yang tidak pantas bagi pribadi manusia[10].

10.Lagi pula kebudayaan tradisional berlawanan dengan teknik-teknik yangmaju dalam industrialisasi modern. Struktur-struktur sosial yang berbeda haluan dengan tuntutan-tuntutan zaman sekarang terancam kepunahan. Bagi generasi usia lebih lanjut tata budaya tradisional yang kaku dibutuhkan untuk menopang hidup pribadi dan keluarga, serta tidak dapat ditinggalkan. Di lain pihak generasi yang lebih muda memandangnya sebagai hambatan-hambatan tradisional yang tidak berguna, dan menolaknya untuk mengenakan bentuk-bentuk baru hidup kemasyarakatan. Konflik antar generasi menimbulkan dilema yang tragis, yakni: atau melestarikan pokok-pokok kepercayaan dan struktur-struktur tradisional serta menolak kemajuansosial; atau menampung teknologi maupun kebudayaan luar negeri serta menolak tradisi-tradisi para leluhur berserta kekayaan akan nilai-nilai manusiawi. Yang menyedihkan yakni: seringkali nilai-nilai moral rohani dan religius yang kuno tersingkirkan tanpa menemukan tempat dalam tata-sosial yang baru.

11.Dalam zaman yang kacau seperti itu ada yang kuat-kuat tergoda oleh janji-janji yang meggiurkan tetapi penuh tipu-muslihat yang dicanangkan oleh penyelamat-penyelamat yang semu. Siapakah tidak melihat bahaya-bahaya yang menyertainya: huru-hara umum, pemberontakan rakyat, dorongan untuk mengikuti ideologi-ideologi totaliter? Itulah kenyataan-kenyataan yang tercakup dalam soal yang dibahas di sini, dan beratnya persoalan pasti jelas bagi siapa pun juga.

12. Karena mematuhi ajaran dan teladan Pendiri ilahinya, yang menyatakan pewartaan Injil kepada kaum miskin sebagai ciri perutusanNya[11], gereja tidakpernah tidak mendukung kemajuan manusiawi bangsa-bangsa, yagn menerima pewartaan iman akan Kristus dari padanya. Selain membangun gereja-gereja, para misionaris juga mendorong pembangunan rumah sakit, sanatorium, sekolah-sekolah dan universitas-universitas. Dengan mengajarkan kepada rakyat pribumi bagaimana memanfaatkan sumber-sumber daya alam sepenuhnya, para misionaris sering melindungi mereka terhadapa keserakahan kaum pendatang dari luar negeri. Tentu kami akui juga, bahwa karya itu ada kalanya jauh dari sempurna, karena memang pekerjaan manusia. Kadang-kadang para misionaris mencampuradukkan pola-pola pemikiran maupun perilaku tanah asal mereka sendiri dengan amanat Kristus yang otentik. Akan tetapi kendati begitu mereka memang melindungi dan mengembangkan lembaga-lembaga pribumi. Banyak di antara mereka menjadi perintis pengembangan kemajuan materiil dan budaya setempat. Cukuplah disebutkan saja usaha-usaha Pater Charles de Foucauld: ia menyusun kamus bahasa Tuareg yang bermutu tinggi, dan cintakasihnya memperolehkan baginya gelar” saudara siapa pun juga”. Maka kami memandang selayaknya memuji para perintis yang sering terlupakan itu, yang didorong oleh cintakasih akan Kristus, seperti kami menghormati para pengikut dan pengganti mereka juga, yang sekarang tetap membaktikan diri dengan kebesaran jiwa dan tanpa cintadiri kepada rakyat, yang mereka wartai Injil.

13.Akan tetapi pada zamansekarang di negeri-negeri itu usaha perseorangan dankelompok saja sudah tidak memadai lagi. Situasi dunia meminta usaha bersama semua pihak, penyelidikan mendalam tentang setiap aspek persoalan-sosial, ekonomi, budaya dan rohani. Gereja, yang berpengalaman lama dalam hal-ihwal manusiawi dan tidak ingin terlibat dalam kegiatan politik negara mana pun, ”hanya mempunyai satu tujuan, yakni: melangsungkan karya Kristus di bawah bimbingan Roh cintakasih. Dan Kristus memasuki dunia ini untuk memberi kesaksian akan kebenaran; untuk menyelamatkan, bukan untuk menghakimi;untuk melayani, bukan untuk dilayani”[12]. Gereja didirikan untuk membangun Kerajaan Surga di dunia, bukan untuk merebut kekuasaan duniawi. Maka Gereja secara terbuka menyatakan, bahwa dua kekuatan, yakni Gereja dan Negara, saling terbedakan. Masing-masing tertinggi dalam bidang kompetensinya sendiri[13]. Akan tetapi karena Gereja diam di antara manusia. Gereja wajib ”menyelidiki anda-tanda zaman dan menafsirkannya dalam terang Injil”[14]. Gereja ikut menghayati aspirasi-aspirasi manusia yang amat luhur, dan menderita kalau menyaksikan, bahwa aspirasi-aspirasi itu tidak terpenuhi. Gereja hendak membantu orang-orang mencapai realisasi mereka seutuhnya. Maka gereja menyampaikan kepada mereka sumbangannya yang khas: suatu perspektif global mengenai manusia dan realitas-realitas manusiawi.

PEMBANGUNAN MANUSIA PERORANGAN MAUPUN JEMAAT-JEMAAT.
14. Perkembangan yang dibicarakan di sini tidak dapat dibatasi pada pertumbuhan ekonomi melulu. Supaya otentik, perkembangan harus menyeluruh; harus memupuk perkembangan tiap manusia dan manusia seutuhnay. Seorang pakar ulung di bidang ini dengan tepat mengatakan: ”janganlah kita biarkanekonomi diceraikan dari kenyataan-kenyataan manusiawi, atau perkembangan dari peradaban yang menjadi gelanggangnya. Yang bagi kita penting ialah manusia-tiap manusia perorangan, tiap kelompok manusiawi, dan umat manusia secara keseluruhan”[15].
15. Dalam rencana Allah setiap manusia lahir untuk mengusahakan pemenuhan dirinya. Bagi tiap orang kehidupan dipanggil oleh Allah untuk tugas tertentu. Pada saat lahirnya manusia memiliki kemampuan-kemampuan dan kecakapan-kecakapan tertentu dalam bentuk benih, dan sifat-sifat itu harus diolah supaya dapat membuahkan hasil. Dengan mengembangkan sifat-sifat itu melalui pendidikan formal dan daya-upaya pribadi, manusia menempuh jalannya ke arah tujuan yang  ditetapkan baginya oleh Sang Pencipta. Karena dianugerahi akalbudi dan kehendak bebas, tiap orang bertanggung jawab atas pemenuhan dirinya seperti juga atas keselamatannya. Ia dibantu, tetapi kadang juga dihambat, oleh guru-gurunya dan sesama di sekitarnya. Akan tetapi, entah dampak-pengaruh mana saja yang dialaminya dari luar, dialah perancang-bangun sukses atau kegagalannya sendiri. Hanya dengan menggunakan bakat-kemampuan dan dengan mengerahkan kekuatan kehendaknyalah tiap orang dapat bertumbuh kemanusiaannya, mendukung nilai pribadinya dan menyempurnakan diri.

16. Akan tetapi penegembangan diri tidak terserah kepada pilihan manusia melulu. Seperti seluruh alam tercipta tertujukan kepada Penciptanya, begitu pula makhluk berakalbudi atas kehendaknya sendiri harus mengarahkan hidupnya kepada Allah, kebenaran perdana dan kebaikan tertinggi. Demikianlah pemenuhan diri manusia dapat dianggap merangkum kewajiban-kewajiban kita. Lagi pula integrasi laras-serasi kodrat manusiawi kita, yang terlaksana berkat usaha pribadi dan kegiatan yang bertanggung jawab, dimaksudkan untukmencapai tingkat kesempurnaan yanglebih luhur. Bersatu denga Kristus sumber kehidupan, hidup manusia beroleh dukungan baru. Hidup itu menerima humanisme adisemesta, yang melampaui kodratnya dan memberi kepenuhan hidup yang baru. Itulah tujuan tertinggi pemenuhan diri manusia.

17. Setiap orang juga anggota masyarakat. Maka ia termasuk persekutuan manusia.Bukan hanya orang-orang tertentu saja, melainkan semua orang dipanggil untuk memajukan perkembangan masyarakat manusiawi secara keseluruhan. Peradaban-peradaban muncul, mengalami masa kejayaan dan surut. Seperti riak-gelombang laut berangsur-angsur makin jauh masuk ke dalam di sepanjang pantai, begitu pula bangsa manusia merintis perjalanannya maju di sepanjang sejarah. Kita menjadi ahliwaris angkatan-angkatan sebelum kita, dan kita menuai buah-keuntungan dari usaha-usaha orang-orang sezaman. Kita mempunyai kewajiban terhadap semua orang. Oleh karena itu kita tidak dapat mengabaikan kesejahteraan mereka yang akan menyusul kita untuk menumbuhkan bangsa manusia. Kenyataan solidaritas manusia tidak hanya membawa keuntungan, tetapi juga kewajiban.

18. Pemenuhan manusia secara perorangan maupun kolektif dapat terancam bahaya, kalau tata-nilai yang sesungguhnya tidak dipertahankan. Perjuangan memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup memang sewajarnya. Maka kita terikat kewajiban untuk mengusahakan apa yang memungkinkan kita memenuhinya: ”Kalau ada orang yang tidak mau bekerja, biar ia jangan makan saja”[16]. Akan tetapi usaha memperoleh barang-barang dunia dapat membangkitkan keserakahan, keinginan yang pantang mengendur untuk mendapat makin banyak, perjuangan mendapat kekuasaan pribadi yang lebih besar. Mereka yang kaya seperti juga yang miskin-entah perorangan, keluarga-keluarga atau bangsa-bangsa – dapat menjadi mangsa keserakahan dan materialisme yang mencekik jiwa.

19. Baik orang-orang perorangan maupun bangsa-bangsa jangan memandang kian bertambahnya harta-kepunyaan sebagai sasaran mutakhir. Tiap jenis kemajuan ibarat pedang bermata dua. Memang itu dibutuhkan kalau orang hendak bertumbuh sebagai manusia. Tetapi dapat pula memperbudakkannya, kalau ia sampai menganggapnya sebagai harta yang tertinggi dan pandangannya tidak melampaui itu. Bila itu terjadi, manusia menegarkan hatinya, menyingkirkan sesama dari minat-perhatiannya, dan menimbun harta melulu demi kepentingan sendiri, bukan demi persaudaraan. Langsung menyusullah percekcokan dan perpecahan. Begitulah usaha untuk menghimpun harta-milik materiil semata-mata mencegah pertumbuhan manusia sebagai manusia, dan berlawanan dengan keagungannya yang sejati. Keserakahan, pada orang perorangan maupun bangsa-bangsa, merupakan bentuk paling jelas perkembangan moril yang konyol.

20. Perkembangan memerlukan jumlah kian besar pakar-pakar di bidang teknik. Tetapi yang masih lebih dibutuhkan lagi ialah gagasan dan pemikiran mendalam para arif-bijaksana yang mengusahakan humanisme baru, yang akan memungkinkan umat manusia zaman sekarang untuk memiliki nilai-nilai lebih luhur cintakasih dan persaudaraan, doa dan kontemplasi[17], dan dengan demikian menemukan diri mereka. Itulah yang akan menjamin perkembangan manusia yang sejati-peralihannya dari kondisi yang tak layak manusiawi ke kondisi yang sungguh manusiawi.

21. Apakah yang dimaksudkan dengan kondisi yang tak layak manusiawi? Kemiskinan materiil mereka yang kekurangan hal-hal yang mutlak perlu untuk hidup, dan kemiskinan moril mereka yang tergilas di bawah beban cinta-diri mereka sendiri; struktur-struktur penindasan politik akbiata penyalahgunaan pemilikan atau pelaksanaan kekuasaan yang  tidak wajar, akibat penghisapan buruh atau transaksi-transaksi yang tidak adil. Apakah yang dimaksudkan dengan kondisi yang sungguh  manusiawi? Terangkatnya manusia dari kemiskinan hingga ia memperoleh apa yang dibutuhkankannya untuk hidup; tersingkirkannya kendala-kendala sosial; melebarnya cakrawala pengetahuan; tercapainya penyempurnaan dan kebudayaan. Dari situ manusia dapat melangkah maju untuk meningkatkan kesadarannya akan martabat sesama, makin merasakan luhurnya semangat kemiskinan[18], minat-perhatian aktif terhadapa kepentingan bersama, dan keinginan akan damai. Begitulah manusia dapat mengenali nilai-nilai yang amat luhur dan Allah sendiri, yang menjadi sumber dan tujuannya. Akhirnya dan terutama ada iman-kurnia Allah kepada manusia yang beriktikad baik-dan kesatuan kita penuh kasih dalam Kristus, yang memanggil semua orang untuk ikut menghayati kehidupan Allah sebagai putera-puteri Allah yang hidup, Bapa semua orang.

HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PERKEMBANGAN

22. Dalam halaman-halaman pertama Kitab suci tertulis: ”Penuhilah bumi dan taklukkanlah”[19]. Di situ diajarkan, bahwa seluruh ciptaan diperuntukkan bagi manusia; ia ditugaskan untuk memberinya makan melalui kegiatannya yang bernalar, dan untuk melengkapi serta menyempurnakannya melalui daya-upayanya dan demi keuntungannya sendiri. Maka kalau bumi sungguh diciptakan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia dan menyediakan sarana-sarana bagi kemajuannya sendiri, kesempulannya yakni: tiap manusia berhak menentukan apa yagn dibutuhkannya dari bumi.Konsili yangterakhir mengulangi kebenaran ini:”Allah memaksudkan bumi dansegala isinya untuk dimanfaatkan olehsemua orang dan semua bangsa-bangsa. Demikianlah atas tuntunan keadilan dan disertai cintakasih, hal-hal yang tercipta harus terjangkau oleh semua sebagaiman mestinya”[20]. Semua hak lainnya, entah itu apa , termasuk hak-hak untuk memiliki dan berniaga secara bebas, harus diatur menurut kaidah itu. Semuannya itu sama sekali tidak boleh menghalang-halanginya. Malahan harus secara aktif melancarkan pelaksanaannya. Mengatur lagi hak-hak itu sesuai dengan tujuannya yang asli harus dipandang sebagai tugas kemasyarakatan yang penting dan mendesak.

23. ”Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan, tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimana kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?”[21]. Siapa puntahu, bahwa para Bapa Gereja mencanangkan tugas kaum kaya terhadap kaum miskin dengan jelas sekali. Berkata St. Ambrosius:”Apa yagn kamu miliki, tidak kamu hadiahkan kepada orang miskin; tetapi kamu mengembalikanmiliknya kepadanya. Kamu telah menjadikan kepunyaanmu hal-hal yang dimaksudkan untuk digunakanoleh semua orang. Bumi milik semua orang, bukan milik orang-orang kaya”[22]. Kata-kata itu menunjukkan, bahwa hak atas milik perorangan tidaklah mutlak dan tanpa syarat. Tidak seorang pun boleh memperoleh bagi dirinya kelebihan harta milik melulu untuk digunakannya secara pribadi, bila sesama kekurangan hal-hal yang mutlak perlu bagi hidupnya. Pendek kata, ”menurut pandangan para Bapa Gereja dan para teolog ulung lainnya, hak atas milik perorangan tidak pernah boleh dilaksanakan hingga merugikan kepentingan umum”. Bila ”terjadi konflik antara keuntungan pribadi dan kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat”, termasuk kewenangan pemerintahlah”mencari pemecahan soal-soal itu, dengan keterlibatan aktif para warganegara perorangan maupun kelompok-kelompok sosial”[23].

24. Kalau milik berupa tanah tertentu merintangi kesejahteraan umumkarena amat luas, tidak diolah atau sangat kurang dimanfaatkan, ataukarena mendatangkan penderitaanbagi banyak orang, atau merugikan kepentingan negeri, ada kalanya kepentingan umum menuntut penyitaannya. Konsili Vatikan II dengan tegas-tandas menyatakannya[24]. Sekaligus Konsili dengan jelas mengajarkan,bahwa penghasilan yang diperoleh melalui cara itu tidak boleh digunakan semau sendiri, dan bahwa usaha untuk mendapat keuntungan pribadi semata-mata dilarang. Oleh karena itu para warganegara, yang menimbun penghasilan banyak sekali dari sumber-sumber daya maupunkegiatan-kegiatan bangsa mereka sendiri,tidak diperbolehkan mendepositokan sebagian besar penghasilan mereka di luar negeri melulu demi keuntungan perorangan mereka sendiri, tanpa mengindahkan kepentingan negerinya. Dengan melakukannya mereka jelas-jelas merugikan negeri mereka[25].

25. Mulainya industrialisasi, yang memang perlu bagi pertumbuhan ekonomi dan kemajuan manusiawi, sekaligus menandakan perkembangan dan merangsangnya. Melalui kecerdasan berpikir dan kerja keras manusia secara berangsur-angsur menyingkapkan hukum-hukum alam yang tersembunyi dan belajar menggunakan sumber-sumber alam dengan lebih baik. Sementara mengendalikan cara hidupnya, ia didorong untukmengadakan penelitian-penelitian baru dan menghasilkan penemuan-penemuan yang baru pula, untuk mengambil risiko-risiko yang bijaksana, dan melancarkan proyek-proyek baru , untuk bertindak secara bertanggung jawab dan membaktikan diri tanpa pamrih.

26. Akan tetapi berbagai anggapan dengan suatu atau lain cara telah muncul dari kondisi-kondisi yang baru itu, dan menyusup ke dalam jaringan masyarakat manusia. Anggapan-anggapan itu menyajikan keuntungan sebagai dorongan utama bagi kemajuan ekonomi, persaingan bebas sebagai norma pemandu bagi ekonomi, dan pemikiran perorangan upaya-upaya produksi sebagai hak mutlak, tanpa batas-batas, tanpa disetai kewajiban-kewajiban sosial. Liberalisme yang tak terkendalikan itu merintis jalan bagi corak tirani yang khas, yang dengan tepat dikecam oleh pendahulu kami Paus Pius XI, sebab mengakibatkan ”imperialisme internasional uang”[26]. Manipulasi-manipulasi daya-kekuatan ekonomi yang tidak pantas itu tidak pernah dapat dicela secukupnya. Sekali lagi perlu ditegaskan, bahwa ekonomi diandaikan mengabdi kepada manusia[27]. Akan tetapi kendati benarlah corak kapitalisme, menurut istilahnya yang lazim, telah menimbulkan penderitaan berat, praktek-praktek yang melanggar keadilan, dan konflik-konflik antar saudara yang tetap berlangsung hingga sekarang, akan tetapi keliru juga munculnya industrialisasi sendiri dijadikan biang keladi kejahatan-kejahatan itu; sebab semuanya itu sebenarnya bersumber pada faham-faham ekonomi yagn fatal, yang tumbuh bersama dengannya. Secara jujur harus diakui peranan vital sistematisasi kerja dan organisasi industri dalam tugas pengembangan.

27. Faham kerja dapat menjadi suatu ”mistik”yang berlebihan. Kendati begitu, kerja memang sesuatu yagn dikehendaki dan direstui oleh Allah. Manusia, yang diciptakan menurut citra Allah, ”harus bekerja sama dengan Allah dalam menyelesaikan karya penciptaan, dan memahatkan pada dunia meterai rohani yang telah diterimanya sendiri”[28]. Allah menganugerahkan kepada manusia akalbudi, perasaan peka dan daya berpikir-bekal untuk menyelesaikan dan menyempurnakan kerja yang telah dimulainya. Sampai batas tertentu tiap pekerja ialah pencipta-entah ia seniman, pengrajin, pelaksana, buruh atau petani. Dengan menggumuli bahan yang tak mudah ditaklukkan dengan daya-upayanya, pekerja meninggalkan meterainya padanya. Sekaligus ia mengembangkan daya-kemampuannya sendiri untuk bertekun, menciptakan sesuatu dan memusatkan perhatian. Selanjutnya, bila bekerja dijalankan bersama-bila pengharapan, kesukaran, keinginan berprestasi dan kegembiraan dirasakan bersama-kerja menghimpun dan dengan teguh memadukan kehendak, akalbudi dan hati orang-orang. Dengan melaksanakannya mereka mengalami diri sebagai saudara[29].

28. Kerja pun mempunyai dua segi. Karena menjanjikan uang, kenikmatan dan kekuasaan, pada oang-orang tertentu kerja merangsang cinta diri dan pada orang-oang lain mendorong ke arah pemberontakan. Di lain pihak, kerja juga memupuk pandangan kejuruan, kesadaran akan kewajiban, dan cinta terhadap sesama. Sungguhpun sekarang diatur secara lebih ilmiah dan lebih efisien, kerja masih dapat mengancam martabat manusia dan memperbudakkannya. Sebab kerja itu hanya bersifat manusiawi kalau dihasilkan oleh penggunaan akalbudi dan kehendak bebas oleh manusia. Pendahulu kami Paus Yohanes XXIII menekankan mendesaknya kebutuhan untuk memulihkan martabat buruh dan menjadikannya mitra yang sejati dalam tugas bersama:”Upaya mana pun perlu dijalankan untuk menjamin, agar perusahaan memang sungguh merupakan persekutuan manusiawi, penuh perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan, kegiatan-kegiatan dan mutu anggotanya masing-masing”[30]. Ditinjau dari sudut pandangan Kristiani, kerja bahkan mempunyai makna lebih luhur juga. Kerja bertujuan pembentukan tata adikodrati di dunia ini[31], dan tugas itu tidak akan selesai sebelum kita semua bersatu untuk membentuk kemanusiaan yang sempurna, menurut Paulus:”tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus”[32].

29. Kita harus cekatan! Terlampau banyak orang menderita. Sedangkan ada sejumlah yang maju, yang lain-lain terhenti atau bahkan mundur. Dan kesenjangan antara kedua kelompok makin melebar. Akan tetapi usaha harus berlangsung melalui langkah-langkah yang diperhitungkan, kalau keseimbangan yang sewajarnya mau dipertahankan. Pembaharuan-pembaharuan yang tambal–sulam di bidang pertanian dapat gagal mencapai sasarannya. Industrialisasi yang tergesa-gesa dapat merongrong lembaga-lembaga yang vital dan membuahkan situasi sosial yang buruk, serta mengakibatkan kemerosotan nilai-nilai manusiawi sejati.

30. Ketidak-adilan situasi-situasi tertentu menjerit menarik perhatian Allah. Ada bangsa-bangsa, yang sama sekali tidak tercukupi kebutuhan-kebutuhan pokok hidup mereka, dan ditekan oleh bangsa-bangsa lain. Mereka tidak mampu bertindak atas prakarsa sendiri; tidak mampu menunaikan tanggung jawab mereka; tidak mampu mengusahakan taraf lebih tinggi perhalusan kebudayaan atau partisipasi lebih penuh dalam kehidupan sosial dan umum. Mereka kuat-kuat tergoda untuk membalas serbuan-serbuan terhadap kodrat manusiawi mereka dengan upaya-upaya kekerasan.

31. Akan tetapi siapa pun tahu, bahwa pemberontakan-pemberontakan revolusioner-kecuali bila jelas-jelas ada tirani yang berlangsung lama dan banyak merugikan hak-hak asasi pribadi, serta menimbulkan kerugian yang membahayakan kepentingan umum nasional-akan mengakibatkan pelanggaran-pelanggaran baru terhadap keadilan, bentuk-bentuk ketidak-adilan yang baru, dan bencana-bencana yang baru. Situasi kejahatan yang ada, dan memang itu jahat, jangan ditangani dengan cara yang menimbulkan situasi yang justru lebih buruk lagi.

32. Dalam hal ini kami ingin dimengerti dengan jelas: situasi zaman sekarang harus ditanggapi dengan berani, dan pelbagai bentuk ketidakadilan yang menyertainya harus ditantang dan diatasi. Perkembangan yang berkelanjutan memerlukan langkah-lagkah pembaharuan yang berani dan akan menghasilkan perubahan-perubahan yang mendalam. Keadaan kritis harus segera sungguh diperbaiki. Siapa pun wajib bersedia membantu demi terlaksananya tugas itu, khususnya mereka yang mampu berbuat banyak sekali karena pendidikan, jabatan atau kewenangan mereka. Mereka wajib memberi teladan baik dengan menyumbangkan sebagian harta-milik mereka, seperti telah dijalankan oleh berbagai rekan Uskup kami[33]. Dengan begitu mereka akan tanggap terhadap aspirasi-aspirasi sesama dan setia terhadap Roh Kudus, karena ”ragi Injil pun telah dan masih membangkitkan dalam hati manusia tuntutan tak terkendali akan martabatnya”[34].

33. Prakarsa perorangan melulu dan ikut berperannya persaingan tidak akan menjamin perkembangan yang memuaskan. Kita tidak dapat terus saja meningkatkan kemewahan dan kekuasaan kaum kaya, sementara mereka yang dalam kemiskinannya serba kekurangan justru kita langgar hak-haknya dan mereka yang tertindas kita perberat penderitaannya. Program-program yang diatur dengan baik sungguh dibutuhkan untuk ”mengarahkan, mendorong, mengkoordinasi, melengkapi dan mengintegrasikan”[35] usaha orang-orang perorangan maupun organisasi-organisasi tengahan. Termasuk tugas-kewenangan pemerintah: menetapkan dan menggariskan sasaran-sasaran yang diinginkan, rencana-rencana perlu dilaksanakan, dan metode-metode yang harus digunakan untuk mewujudkannya. Termasuk tugasnya pula mendorong usaha-usaha mereka yang melibatkan diri dalam kegiatan bersama itu. Akan tetapi pemerintah harus mengusahakan juga, supaya prakarsa perorangan dan organisasi-organisaisi tengahan melibatkan diri dalam usaha itu. Dengan demikian pemerintah akan menghindari terwujudnya kolektivitas yang menyeluruh dan bahaya-bahaya perekonomian berencana, yang dapat mengancam kebebasan manusiawi dan merintangi pelaksanaan hak-hak asasi manusia.

PERLUNYA BERORGANISASI.

34.Program-program yang disusun dan ditata untuk meningkatkan produktivitas hanya boleh mempunyai satu tujuan, yakni mengabdi kodrat manusia. Program-program itu harus mengurangi ketidak-adilan, menyingkirkan diskriminasi, membebaskan manusia dari belenggu-belenggu perbudakan, dan dengan demikian memampukan mereka di bidang kenyataan-kenyataan duniawi memperbaiki nasib mereka, menunjang pertumbuhan moril dan mengembangkan bakat-kemampuan rohnai mereka. Kalau kami berbicara tentang perkembangan, yang kami maksudkan kemajuan sosial maupun pertumbuhan ekonomi. Tidak cukup meningkatkan perbendaharaan umum kekayaan, kemudian membagi-bagikannya secara lebih adil. Tidak cukup pula mengembangkan teknologi sehingga bumi menjadi daerah huni yang lebih cocok bagi manusia. Kekeliruan-kekeliruan mereka yang di masa silam menjabat kepemimpinan harus membantu mereka yang sekarang menempuh jalan menuju perkembangan untuk menghindari bahaya-bahaya tertentu. Kedaulatan teknologi-istilahnya: teknokrasi-dapat  mengakibatkan kerugian yang sama parahnya bagi dunia masa mendatang seperti di masa lampau liberalisme. Ekonomi dan teknologi kehilangan maknanya kalau tidak  berfaedah bagi manusia, sebab manusialah yang harus dilayaninya. Manusia hanyalah manusiawi sejati kalau ia menguasai tindakannya sendiri dan menilai kegiatannya, hanya kalau ia menjadi perancang-bangun kemajuannya sendiri. Ia harus bertindak seturut kodrat yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya, dengan secara bebas menerima kemungkinan-kemungkinan serta tuntutan-tuntutannya atas dirinya.

35. Bahkan dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung dari kemajuan sosial, tujuan yang diperjuangkannya; begitu pula pendidikan dasar merupakan sasaran pertama bagi setiap bangsa yang berusaha mengembangkan diri. Kekurangan pendidikan sama parahnya dengan kekurangan pangan. Orang yang buta aksara ialah roh yang kelaparan. Dengan belajar membaca-menulis, orang berbekal cukup untuk menjalankan pekerjaan dan melaksanakan kejuruan, untuk mengembangkan sikap percaya-diri dan menyadari kemampuannya maju bersama dengan sesamanya. Seperti kami nyatakan dalam amanat kami pada sidang UNESCO di Teheran, kemampuan membaca-menulis ialah ”perlengkapan pertama dan paling mendasar bagi perkayaan pribadi dan integrasi sosial; sekaligus merupakan perlengkapan masyarakat yang paling berharga untuk mendukung perkembangan dan kemajuan ekonomi”[36]. Kami bergembira juga atas jasa baik yang di bidang ini dilaksanakan oleh prakarsa perorangan, oleh pemerintah, dan oleh organisasi-organisasi internasional. Mereka itulah pengemban-pengemban utama perkembangan, karena mereka memampukan manusia untuk bertindak bagi diri sendiri.

36. Akan tetapi manusia bukan sesungguhnya dirinya sendiri kecuali di dalam rangka masyarakat, dan di situ keluarga memainkan peranan mendasar dan penting sekali. Mungkin saja di beberapa periode sejarah dan di berbagai daerah dampak-pengaruh keluarga di masa lampau berlebih-lebihan, sehingga merugikan hak-hak asasi perorangan. Akan tetapi kerangka-kerangka sosial yang sudah lama dihargai dan terdapat pada bangsa-bangsa yang sendang berkembang, untuk sementara masih perlu pula, juga kalau pembatasan-pembatasan yang keterlaluan secara berangsur-angsur diperlunak. Keluarga alami yang bersifat tetap dan monogam-seperti diciptakan oleh Allah[37] dan dikuduskan oleh agama Kristiani-”lingkup berbagai generasi bertemu dan saling membantu untuk meraih kebijaksanaan yang lebih penuh, dan untuk memperpadukan hak-hak pribadi-pribadi dengan tuntutan-tuntutan hidup sosial lainnya, merupakan dasar bagi masyarakat”[38].

37. Pantang disanggah, bahwa makin pesatnya laju petumbuhan penduduk mendatangkan banyak kesukaran tambahan pada masalah-masalah perkembangan, bila besarnya jumlah penduduk meningkat secara lebih cepat dari pada banyaknya sumber-sumber daya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga agaknya situasi mengalami kemacetan. Dalam situasi itu orang-orang condong untuk menerapkan upaya-upaya yang drastis guna mengurangi laju kelahiran. Jelaslah bahwa di bidang itu pemerintah dapat bercampur-tangan dalam batas-batas kewenangannya. Mengenai hal itu pemerintah dapat menyelenggarakan penyuluhan bagi rakyat dan menerapkan upaya-upaya yang sesuai, selama upaya-upaya itu sejalan dengankaidah-kaidah moril, dan kebebasan para suami-isteri yang sewajarnya tetap dipertahankan seutuh-utuhnya. Bila hak atas pernikahan dan keturunan yang tak dapat diganggu-gugat toh dikesampingkan, serta merta martabat manusiawi pun diabaikan. Akhirnya termasuk kewajiban orangtualah menyelidiki persoalannya secermat mungkin, dan mengambil keputusan tentang jumlah anak-anak mereka. Itu suatu kewajiban yang mereka sanggupi terhadap anak-anak yang telah lahir, dan di hadapan persekutuan yang menampung mereka  sebagai warganya-sambil mematuhi suarahati mereka sendiri, yang menerima pengertian dari hukum Allah yang ditafsirkan secara otentik, dan dikukuhkan oleh kepercayaan mereka akan Allah[39].

38. Dalam tugas pengembangan manusia menghadapi keluarga sebagai struktur sosial yang pertama dan paling mendasar. Akan tetapi sering ia dibantu oleh organisasi-organisasi profesional. Karena didirikan untuk membantu dan mendampingi para anggotanya, organisasi-organisasi itu memikul tanggung jawab yang berat atas tugas pendidikan, yang dapat dan harus dijalankannya. Dengan mendidik dan mengembangkan orang-orang, organisasi-organisasi itu berjasa besar dengan memupuk pada mereka kesadaran akan kepentingan umum serta tuntutan-tuntutannya terhadap semua orang.

39. Tiap bentuk kegiatan sosial mencakup ajaran tertentu. Umat Kristiani menolak ajaran yagn bertumpu pada filsafaf materialisme dan ateisme, yakni yang tidak menghormati pandangan relidius tentang hidup, kebebasan atau martabat manusiawi. Akan tetapi selama nilai-nilai yang lebih luhur itu dipertahankan utuh, adanya pelbagai organisasi profesional dan serikat buruh dapat dibiarkan. Bahkan kemacam-ragaman dapat membantu melestarikan kebebasan dan menciptakan persaingan yang bersahabat. Dengan senang hati kami mendorong mereka, yang tanpa pamrih melayani sesama dengan bekerja dalam organisasi-organisasi itu.

40. Lembaga-lembaga budaya pun banyak berjasa dalam memajukan karya pengembangan. Peranannya yang penting ditekankan oleh Konsili: ”...bila tidak bangkit orang-orang yang lebih bijaksana, nasib dunia di kemudian hari terancam bahaya. Kecuali itu perlu diperhatikan, bahwa pelbagai bangsa, yang memang lebih miskin harta ekonominya, tetapi lebih kaya kebijaksanaan, dapat menyumbangkan jasanya yang sungguh besar kepada bangsa-bangsa lain”[40]. Setiap negeri, kaya atau miskin, memiliki tradisi budaya warisan generasi-generasi masa silam. Tradisi-tradisi itu mencakup lembaga-lembaga yang dibutuhkan oleh kehidupan di dunia, serta ungkapan-ungkapan lebih luhur kehidupan roh di bidang kesenian, ilmu-pengetahuan dan agama. Bila ungkapan-ungkapan itu mengejawantahkan nilai-nilai manusiawi sejati, sangat kelirulah mengorbankannya demi lembaga-lembaga tadi. Kelompok mana pun juga yang membiarkan itu terjadi, mengorbankan bagian warisannya yang lebih baik. Kalau bagitu, mereka mengikhlaskan alasan-alasan bagi kehidupan, untuk dapat hidup. Pertanyaan Kristus ditujukan kepada bangsa-bangsa juga: ” Apakah gunanya bagi manusia, memperoleh seluruh dunia, kalau ia kehilangan nyawanya?”[41].

41. Bangsa-bangsa yang lebih miskin tak pernah dapat terlalu waspada menghadapi godaan dari pihak bangsa-bangsa yang lebih kaya. Sebab bangsa-bangsa itu, dengan hasil-hasil yang lebih menguntungkan karena peradaban tekbnologi tinggi serta kebudayaan  yang sudah maju, menyajikan contoh kerja dan ketekunan, yang tujuan utamanya kesejahteraan duniawi. Memang tidak dengan sendirinya kesejahteraan duniawi itu memustahilkan kegiatan roh manusiawi. Kenyataannya, dalam situasi itu ”jiwa manusia makin dibebaskan dari perbudakan harta-benda, dan dapat lebih leluasa mengangkat diri untuk beribadat kepada Sang Pencipta dan berkontemplasi”[42]. Di lain pihak ”Peradaban zaman sekarang pun, bukannya dari diri sendiri, melainkan karena terlalu erat terjalin dengan hal-hal duniawi, acap kali dapat lebih mempersulit orang untuk mendekati Allah”[43]. Bangsa-bangsa yang sedang berkembang harus dengan bijaksana memilih dari antara hal-hal yang ditawarkan kepada mereka. Mereka harus menguji dan menolak nilai-nilai semu, yang justru akan mencemarkan cara hidup yang sungguh manusiawi; sedangkan nilai-nilai yang luhur dan bermanfaat mereka terima untuk mereka kembangkan dengan cara mereka yang khas, dalam paduan dengan pusaka warisan pribumi mereka sendiri.
42. Tujuan mutakhir ialah humanisme yang terwujudkan seutuhnya[44]. Dan tidakkah itu berarti pemenuhan manusia seutuhnya dan tiap manusia? Humanisme yang picik, terkungkung dalam dirinya, dan tidak terbuka bagi nilai-nilai roh dan bagi Allah yang menjadi Sumbernya, barangkali nampaknya saja berhasil, sebab manusia dapat berusaha menata kenyataan-kenyataan duniawi tanpa Allah. Akan tetapi ”bila kenyataan-kenyataan itu tertutup bagi Allah, akhirnya justru akan berbalik melawan manusia. Humanisme yang tertutup bagi kenyataan-kenyataan lain menjadi tidak manusiawi”[45]. Humanisme yang sejati menunjukkan jalan kepada Allah serta mengakui tugas yang menjadi pokok panggilan kita, tugas yang menyajikan kepada kita makna sesungguhnya hidup manusiawi. Bukan manusialah norma mutakhir manusia. Manusia hanya menjadi sungguh manusiawi bila melampaui diri sendiri. Menurut Pascal: ”Manusia secara tak terbatas mengungguli manusia”[46].

II

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN MEREKA YANG KAYA.
43. Perkembangan manusia mau tak mau mengandaikan usaha bersama demi perkembangan umat manusia seluruhnya. Di kota Bombay kami tegaskan:”Manusia harus menjumpai manusia, bangsa harus menjumpai bangsa, sebagai saudara-saudari, putera-puteri Allah. Dalam saling pengertian dan persahabatan itu, dalam persekutuan yang kudus itu, kita harus mulai bekerja sama juga, untuk membangun masa depan bersama bangsa manusia”[47]. Kami juga mendesak orang-orang untuk menjajagi cara-cara yang konkret dan praktis untuk mengatur dan mengkoordinasi usaha-usaha mereka, sehingga sumber-sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan bersama; sehingga sumber-sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan bersama; dengan demikian diharapkan akan terjalin ikatan-ikatan antar bangsa.

44. Itu pertama-tama termasuk kewajiban bangsa-bangsa yang lebih kaya. Kewajiban-kewajiban mereka berakar dalam persaudaraan manusiawi dan adikodrati manusia, dan mencakup tiga kewajiban:(1) solidaritas timbal-balik-bantuan yang oleh bangsa-bangsa yang lebih kaya harus diberikan kepada bangsa-bangsa yang sedang berkembang; (2) keadilan sosial-usaha membereskan hubungan-hubungan niaga antara bangsa-bangsa yang kuat dan yang lemah; (3) cintakasih yang meliputi semua orang-usaha membangun persekutuan global yang lebih manusiawi, yang memungkinkan semua orang untuk memberi dan menerima sehingga kemajuan pihak-pihak tertentu tidak diperoleh dengan merugikan pihak-pihak lain. Hal itu mendesak sekali, sebab dari padanya tergantung masa depan dunia peradaban.

45. ”Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: ’selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!’, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubunya, apakah gunanya itu?”[48]. Sekarang ini tidak seorang pun mustahil menyadari kenyataan, bahwa di beberapa benua tidak terbilanglah jumlah orang yang menanggung kelaparan dan tak terhitung pula  jumlah anak-anak yang kekurangan gizi. Banyak anak kecil meninggal; jauh lebih banyak lagi yang terhambat perkembangan fisik dan mentalnya. Begitulah banyak penduduk tenggelam dalam keadaan yang mengenaskan dan serba putus asa.

46. Seruan-seruan mendesak meminta bantuan telah dilontarkan. Seruan pendahulu kami Paus Yohanes XXIII telah disambut dengan hangat[49]. Kami mengungkapkan ulang perasaan-perasaan beliau dalam sambutan Hari Natal tahun 1963[50], dan sekali lagi pada tahun 1966 untuk membantu India[51]. Karya Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mendapat dorongan dari Takhta suci dan beroleh dukungan yang melimpah. Organisasi kami sendiri, ”Caritas Internationalis”, menjalankan kegiatannya di seluruh dunia. Banyak orang Katolik, didesak oleh rekan-rekan kami para Uskup, telah memberi sumbangan tanpa batas untuk menolong mereka yang serba kekurangan, dan lambat laun memperluas lingkup orang-orang yang mereka sebut sesama.

47. Akan tetapi usaha-usah aitu, begitu pula alokasi-alokasi derma-derma, pinjaman-pinjaman dan penanaman-penanaman modal, baik oleh pemerintah maupun swasta, tidak memadai. Soalnya bukan sekedar menghalau kelaparan dan mengurangi kemiskinan. Bukan pula memerangi kondisi-kondisi yang sudah parah, meskipun itu memang tugas yang mendesak danperlu. Pokoknya mencakup pembangunan persekutuan manusiawi, yang memberi manusia tempat untuk hidup secara sungguh manusiawi, bebas dari diskriminasi berdasarkan suku, agama atau kebangsaan, bebas dari perbudakan kepada sesama manusia atau daya-daya alam, yang belum dapat mereka kendalikan secara memuaskan. Mencakup juga pembangunan paguyuban manusiawi, yang memberi makna yang nyata kepada kebebasan, tempat Lazarus si miskin dapat duduk semeja perjamuan bersama si kaya[52]. Dari pihak orang yang kaya itu membutuhkan kebesaran jiwa, pengorbanan sukarela dan usaha yang tekun. Tiap orang perlu memeriksa batinnya, sesuatu yang pada zaman sekarang kedengaran sebagai panggilan baru. Bersediakah ia atas biaya sendiri mendukung proyek-proyek dan usaha-usaha yang dimaksudkan untuk menolong kaum miskin? Relakah ia membayar pajak lebih tinggi sehingga pemerintah dapat memperluas usaha-usahanya dalam karya pengembangan? Maukah ia membayar lebih banyak untuk barang-barang impor, sehingga produsen luar negeri akan mendapat keuntungan yang lebih wajar? Siapkah ia beremigrasi meninggalkan tanah air kalau memang perlu dan ia masih muda,untuk membantu bangsa-bangsa yang mulai tampil?

48. Tugas meningkatkan solidaritas manusiawi termasuk tanggung jawab bangsa-bangsa juga: ”Merupakan tugas amat penting bangsa-bangsa yang sudah maju membantu bangsa-bangsa yang sedang berkembang.....”[53]. Ajaran Konsili itu harus dilaksanakan. Memang sewajarnya bangsa sendirilah yang pertama-tama menikmati buah hasil jerih-payahnya sendiri, yang diterimannya dari Allah. Akan tetapi janganlah ada bangsa yang memberanikan diri menimbun harta-kekayaan untuk digunakan sendiri melulu. Semua dan setiap bangsa harus menghasilkan barang-barang danproduk-produk yang lebih banyak dan lebih baik, sehingga semua warga negaranya dapat hidup secara sungguh manusiawi, dan bangsa itu membawakan sumbangannya bagi perkembangan semesta umat manusia. Mengingat makin parahnya kemiskinan negeri-negeri yang kurang terkembangkan, sudah selayaknyalah bangsa yang sejahtera menyisihkan sebagian kekayaan yagn dihasilkannya, untuk meringankan kebutuhan-kebutuhanmereka. Semestinya pula bangsa itu membina pendidik-pendidik, para insinyur, ahli-ahli teknik dan pakar-pakar lain, yang akan menyumbangkan ilmu-pengetahuan serta ketrampilan mereka kepada negeri-negeri yang kurang beruntung itu.

49. Perlu kami ulangi, bahwa kelebihan harta-milik bangsa-bangsa yang lebihkaya harus disediakan bagi bangsa-bangsa yang lebih miskin. Pedoman yang dimasa lampau mencanangkan, bahwa mereka yang paling dekat dengan kita dalam keadaan yang sukar harus dibantu, sekarang ini berlaku bagi semua orang miskin di seluruh dunia. Dan bangsa-bangsa yang sejahteralah yang pertama-tama akan memungut keuntungan dari padanya. Sedangkan keserakahan terus menerus di pihak mereka akan membangkitkan penghakiman Allah serta kemarahan kaum miskin, dengan konsekuensi-konsekuensi yang tak terduga sebelumnya. Kalau bangsa-bangsa yang sejahtera tetap masih mati-matian membela keuntungan mereka sendiri melulu, mereka akan membahayakan nilai-nilai mereka yang tertinggi, dengan mengorbankan usaha-usaha mencari kunggulan untuk mendapat harta-milik semata-mata. Perumpamaan tentang orang kaya kiranya dapat diterapkan pada bangsa-bangsa itu. Ladang orang itu menghasilkan panenan yang  melimpah, dan ia tidak tahu di mana menyimpannya.”Akan tetapi Allah bersabda kepadanya:’Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu...’”[54].

50. Kalau maksudnya supaya usaha-usaha berhasil, usaha-usaha itu jangan terpisah-pisah atau tanpa koordinasi; jangan pula saling menyaingi untuk mencari kekuasaan atau reputasi. Yang dibutuhkan sekarang perencanaan proyek-proyek dan penyusunan program-program yang terkoordinasi, sehingga jauh lebih efektif dari usaha-usaha, yang pada masa-masa tertentu saja didukung oleh iktikad baik perorangan. Seperti telah kami katakan, persoalan perlu dipelajari, sasaran-sasaran perlu ditetapkan, metode-metode dan upaya-upaya perlu dipilih, dan kegiatan para pakar perlu dikoordinasi. Hanya begitulah kebutuhan-kebutuhan zaman sekarang akan dipenuhi dan tuntutan-tuntutan masa depan diantisipasi. Lagi pula program-program yang terencana seperti itu menghasilkan lebih  dari sekedar mendukung kemajuan di bidang ekonomi dan sosial. Program-program itu memantapkan dan memberi makna kepada karya yang dijalankan, menciptakan keteraturan yang semestinya dalam kehidupan manusia, dan dengan demikian menunjang martabat serta bakat-kemampuan manusia.

51. Perlu diambil langkah selanjutnya. Ketika berada di kota Bombay untuk menghadairi Kongres Ekaristi, kami memohon para pemimpin dunia untuk menyisihkan sebagian pembelanjaan persenjataan mereka guna menghimpun dana sedunia, untuk meringankan kebutuhan-kebutuhan bangsa-bangsa yang dimiskinkan[55]. Yang berlaku untuk secara langsung memerangi kemiskinan, berlaku pula bagi usaha pembangunan nasional. Hanya usaha terpadu semua bangsa, yang diwujudkan dalam dana sedunia itu dan diselenggarakan olehnya, akan menghentikan persaingan-persaingan yang tak masuk akal itu dan memajukan dialog yang bersahabat dan subur antara bangsa-bangsa.

52. Sudah jelas baiklah melangsungkan perjanjian-perjanjian bilateral dan multilateral. Melalui persetujuan-persetujuan itu ikatan-ikatan ketergantungan dan rasa perasaan iri hati-sisa-sisa zaman kolonialisme-digantikan oleh hubungan-hubungan bersahabat solidaritas yang sejati berdasarkan kesetaraan yuridis dan politik. Akan tetapi perjanjian-perjanjian itu akan bebas dari segala kecurigaan, kalau diintegrasikan ke dalam kebijakan menyeluruh kerja sama sedunia. Para bangsa anggota, yang beroleh keuntungan karena persetujuan-persetujuan itu, akan berkurang alasan mereka untuk merasa takut atau curiga. Mereka tidak usah kuwatir, jangan-jangan bantuan finansial atau teknis disalah-gunakan sebagai selubung bagi suatu bentuk baru kolonialisme, yang mengancam kebebasan sipil mereka, menimbulkan tekanan ekonomi atas mereka, atau menciptakan kelompok kekuasaan baru, yang berpengaruh melalui pengawasan.

53. Tidakkah jelas bagi siapa pun, bahwa dana semacam itu akan mengurangi kebutuhan akan pembelanjaan-pembelanjaan lain, yang didorong oleh rasa takut dan kesombongan yang tegar? Berjuta-juta rakyat menderita kelaparan, tak terbilang jumlah keluarga yang serba kekurangan, tak terhitung pula orang-orang yang tuna pengetahuan; jutaan rakyat membutuhkan sekolah-sekolah, rumahsakit-rumahsakit, dan rumahtangga yang selayaknya. Dalam keadaan itu jangan dibiarkan saja pembelanjaan-pembelanjaan pemerintah maupun swasta yang bersifat pemborosan. Kami harus mengecam pameran kemewahan yang berlebihan oleh bangsa-bangsa maupun orang-orang perorangan. Tidak dapat kami setujui perlombaan senjata yang serba melumpuhkan. Termasuk kewajiban resmi kami memprotes semuanya itu. Semoga para pemimpin dunia mendengarkan seruan kami sebelum terlambat.

KERJASAMA ANTARA BANGSA-BANGSA.
54. Semua bangsa hendaklah memulai dialog seperti kami serukan dalam Ensiklik kami yang pertama, yakni ”Ecclesiam Suam”[56]. Dialog antara mereka yang menyumbangkan bantuan dan mereka yang menerimanya akan memungkinkan suatu penilaian yang seimbang terhadap dukungan yang perlu disediakan, dengan mengindahkan bukan hanya kebesaran jiwa dan tersedianya kekayaan pada bangsa-bangsa penyelenggara, melainkan juga kebutuhan-kebutuhan yang nyata pada negeri-negeri penerima, dan cara memanfaatkan bantuan finansial. Begitulah negeri-negeri yang sedang berkembang tidak akan terancam bahaya lagi akan ditimbuni hutang-hutang yang pelunasannya menelan sebagian terbesar penghasilannya. Suku-suku bunga dan jangka waktu pelunasan pinjaman dapat diatur sedemikian rupa, sehingga tidak terlampau membebani kedua pihak, sambil memperhitungkan hadiah-hadiah yanh bebas, pinjaman-pinjaman yang bebas bunga atau berbunga rendah, dan masa yang dibutuhkan untuk meniadakan hutang-hutang. Para peminjam tentu saja boleh meminta jaminan-jaminan mengenai bagaimana dana akan dipakai. Dana itu harus digunakan untuk tujuan yang dapat diterima oleh kedua pihak, dan disertai harapan yang masuk akal akan berhasil; sebab soalnya bukan mendukung kaum penganggur atau parasait. Di lain pihak para penerima pasti berhak juga meminta, agar jangan ada campurtangan dalam urusan-urusan intern pemerintah mereka, atau jangan sampai tata-masyarakat mereka mengalami kekacauan. Sebagai bangsa-bangsa yang berdaulat mereka berhak mengurusi perkara-perkara mereka sendiri, menyusun kebijakan-kebijakan mereka sendiri, dan memilih pola pemerintahan mereka sendiri. Dengan kata lain, yang dibutuhkan yakni kerja sama timbal-balik antara bangsa-bangsa, yang dijalin secara bebas, sehignga masing-masing pihak mempunyai martabat yang  sama dan mampu membantu pembentukan persekutuan dunia yang sungguh layak bagi manusia.

55. Barangkali tugas itu nampak mustahil di daerha-daerah, tempat perjuangan sehari-hari untuk mencari nafkah menyita perhatian keluarga, orang-orang menghadapi jalan buntu menemukan pekerjaan yang kiranya memperbaiki nasib mereka selama sisa hidup mereka di dunia.Mereka itu harus mendapat segala bantuan yang mungkin. Mereka memerlukan dorongan untuk menempuh langkah-langkah demi meningkatkan mutu hidup dan untuk menemukan upaya-upaya yang memungkinkan semuanya itu. Sudah jelaslah tugas bersama itu membutuhkan usaha yang terpadu, berkelangsungan dan berani. Akan tetapi tak usah diragukan lagi, tugas itu mendesak. Yang dipertaruhkan kehidupan bangsa-bangsa yang miskin, perdamaian masyarakat di negeri-negeri yang sedang berkembang, dan perdamaian dunia sendiri.

56. Sedang ditempuh usaha-usaha untuk menolong bangsa-bangsa yang sedang berkembang di bidang finansial dan teknologi. Sejumlah usaha memang cukup berarti. Akan tetapi semua itu akan ternyata sia-sia dan percuma, kalau hasil-hasilnya sebagian besar ditiadakan akibat hubungan-hubungan niaga yang tidak stabil antara bangsa-bangsa yang kaya dan yang miskin. Bangsa-bangsa miskin tidak akan mempunyai dasar untuk berharap atau percaya, kalau mereka kawatir, jangan-jangan apa yang diberikan kepada mereka dengan satu tangan, direbut lagi dengan tangan yang lain.

57. Bangsa-bangs ayang berindustri tingkat tinggi mengekspor sebagian terbesar produk-produk yang mereka hsilkan sendiri. Di lain pihak bangsa-bangsa yang ketinggalan perkembangannya tidak mempunyai apa pun untuk dijual keculai bahan mentah dan hasil-hasil pertanian. Akibatnya kemajuan teknis yakni: harga barang-barang produksi menanjak dengan pesat dan dapat dipasarkan dengan mudah. Sedangkan hasil panenan yang dasar serta bahan-bahan mentah, yang diproduksi oleh negeri-negeri yang kurang berkembang mudah terkena oleh pergeseran-pergeseran harga pasar yang mendadak dan berlingkup luas. Bahan-bahan itu tidak berperan dalam peningkatan harga pasar produk-produk industri.
            Itu menimbulkan kesukaran-kesukaran yang cukup berat bagi bangsa-bangsa yang sedang berkembang. Bangsa-bangsa itu sebagian besar tergntung dari ekspor, untuk mengusahakan ekonomi yang berimbang dan untuk menempuh langkah-langkah pembangunan selanjutnya. Begitulah negara-negara yang misin menjadi makin miskin, sendangkan bangsa-bangsa yang kaya menjadi kian kaya.

58. Jelaslah prinsip perdagangan bebas sendiri sudah tidak memadai lagi untuk mengatur perjanjian-perjanjian internasional. Memang prinsip itu berfungsi dengan baik kalau perekonomian kedua pihak kurang lebih sepadan. Dalam keadaan itu prinsip itu merangsang kemajuan dan hasilnya mengimbangi usahanya. Itulah sebabnya mengapa bangsa-bangsa yang sudah maju industrinya menemukan unsur keadilan pada prinsip itu. Akan tetapi perkaranya jauh berbeda bila bangsa-bangsa yang bersangkutan jauh dari sepadan. Harga-harga pasar yang disetujui dengan bebas akhirnya dapat ternyata sangat tidak adil. Harus diakui terus terang bahwa dalam keadaan itu kaidah dasar liberalisme (begitu istilahnya) sebagai norma pemasaran layak sekali dipertanyakan.

59. Ajaran yang diuraikan oleh pendahlu kami Pus Leo XIII dalam Ensiklik ”Rerum Novarum” sekarang pun tetap masih berlaku; bial posisi kedua pihak sangat tidak seimbang, persetujuan timbal-balik mereka saja belum menjamin adilnya kontrak. Pedoman mengenai persetujuan bebas tetap harus mematuhi tuntutan-tuntutan hukum kodrati[57]. Dalam ”Rerum Novarum” prinsip itu digariskan berkenaan dengan upah yang adil bagi buruh-buruh. Tetapi prinsip itu harus sama-sama diterapkan pada kontrak-kontrak antara bangsa-bangsa: hubungan-hubungan dagang sudah tidak dapat didasarkan lagi pada prinsip persaingan bebas dan tak terkendali melulu; sebab sering sekali itu menimbulkan diktator ekonomi. Perdagangan bebas hanya dapat disebut adil, kalau memenuhi tuntutan-tuntutan keadilan sosial.

60. Kenyataanya negara-negara yang sangat maju telah mulai menyadari itu. Ada kalanya negara-negara itu menjalankan upaya-upaya yang kena sasaran untuk memulihkan keseimbangan perekonomiannya sendiri, akan tetapi bila dibiarkan saja keseimbangan itu acap kali terganggu oleh persaingan. Maka bangsa-bangsa itu sering meningkatkan pertaniannya, sedangkan sektor-sektor yang di bidang ekonomi mendapat dukungan lebih besar menderita kerugian. Begitu pula untuk memelihara hubungan-hubungan komersial yang berkembang  antara mereka sendiri, khususnya di bidang pasar bersama, kebijakan keuangan, perpajakan dan sosial negara-negara itu mencoba memulihkan peluang-peluang yang serasi kepada industri-industri saingan, yang tidak sama suburnya.

PERSAINGAN PENYAKIT MASYARAKAT.
61. Sekarang dalam hal itu satu tolok ukur harus berlaku umum. Apa yang berlaku bagi perekonomian nasioanl dan bagi bangsa-bangsa yang amat maju harus berlaku juga bagi hubungan-hubungan niaga antara bangsa-bangsa yang kaya dan yang miskin. Memang persaingan jangan disingkirkan dari transaksi-transaksi perdagangan; tetapi harus dikendalikan dalam batas-batas tertentu, sehingga berfungsi dengan adil dan wajar, dan dengan demikian menjadi usaha sungguh manusiawi. Ada pun dalam hubungan-hubungan dagang antara ekonomi-ekonomi yang sedang berkembang dan yang maju sekali ada perbedaan cukup besar dalam situasinya secara keseluruhan dandalam kebebasannya bergerak. Supaya perdagangan internasional menjadi manusiawi dan moril, keadilan sosial menuntut agar kepada para mitra niaga dipulihkan keserasian tertentu mengenai peluang-peluang. Jelas keserasian itu tidak segera akan tercapai. Akan tetapi kita harus mulai mengusahakannya sekarang, dengan memasukkan kadar keserasian tertentu ke dalam perdebatan-perdebatan dan pembicaraan-pembicaraan tentang harga. Lagi di sini perjanjian-perjanjian internasional pada skala yang luas dapat membantu banyak. Perjanjian-perjanjian itu dapat menetapkan norma-norma umum untuk mengatur harga-harga, meningkatkan fasilitas-fasilitas produksi, dan mendukung industri-industri keciltertentu. Tidakkah jelas bagi siapa pun, bahwa usaha-usaha untuk menggalang keadilan yang lebih besar dalam perniagaan internasional akan banyak menguntungkan bangsa-bangsa yang sedang berkembang, dan bahwa usaha-usaha itu akan membuahkan hasil-hasil yang permanen?

62. Ada halangan-halangan lain yang menghambat usaha unutk menciptakan tata sosial yang lebih adil dan mengembangkan solidaritas semesta, yakni: nasionalisme dan rasisme. Memang mudah sekali dimengerti, bahwa bangsa-bangsa yang belum lama ini mencapai kemerdekaan politik mati-matian mempertahankan kesatuan mereka yang baru saja terwujudkan tetapi masih rapuh, dan menjalankan segala usaha untuk melestarikannya. Masuk akal juga bagi bangsa-bangsa yang bertradisi budaya berabad-berabad lamanya untuk membanggakan warisan tradisional mereka. Akan tetapi sikap yang pantas dianjurkan itu harus makin disempurnakan dengan cintakasih, yakni cintakasih terhadap seluruh keluarga manusia. Kebanggaan yang tinggi hati atas bangsa sendiri menimbulkan perpecahan antara bangsa dan menaruh hambatan terhadap kesejahteraan mereka yang sesungguhnya. Kebanggaan semacam itu khususnya sangat merugikan, bila kerapuhan perekonomian memerlukan perpaduan informasi, usaha-usaha dan sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan program-program pembangunan dan meningkatkan pertukaran perdagangan serta kebudayaan.

63. Rasisme tidak melekat pada bangsa-bangsa muda melulu, kadang-kadang terselubung di balik persaingan-persaingan antar marga danantar partai politik, dengan kerugian-kerugian berat bagi keadilan dan risiko perang saudara. Pada zaman kolonial rasisme sering berkobar antara kuam kolonial danpenduduk pribumi, dan merintangi pengertian  yang saling menguntungkan; sering pula membangkitkan rasa pahit sesudah terjadi pelanggaran-pelanggaran keadilan yang serius. Rasisme masih menghambat kerja sama antara bangsa-bangsa yang bernasib malang, dan menyebabkan perpecahan serta kebencian dalam negeri, bila orang-orang dan keluarga-keluarga tertentu  menyaksikan, betapa hak-hak pribadi manusia yang tak dapat diganggu-gugat dilecehkan, kalau mereka sendiri-bertentangan dengan keadilan-hidup di awah pemerintahan yang menjalankan diskriminasi berdasarkan suku atau warna kulit mereka.

64. Keadaan yang mengandung ramalan buruk bagi masa depan itu menyebabkan kamimerasa sedih sekali dan gelisah. Tetapi kami masih mengharapkan ini: bahwa sikap curiga dan cinta-diri antara bangsa-bangsa akhirnya akan diatasi oleh kerinduan yang lebih kuat akan kerja sama timbal-balik dan oleh meningkatkan rasa solider. Kami berharap agar bangsa-bangsa yang sedang berkembang memanfaatkan kenyataan, bahwa secara geografis mereka saling berdekatan, untuk berorganisasi pada tingkat wilayah yang lebih luas, dan untuk memadukan usaha-usaha mereka demi pembangunan wilayah tertentu. Kami berharap, agar bangsa-bangsa itu menyusun program-program bersama, dengan arif mengkoordinasi dana-dana investasi, membagikan kuota produksi secara wajar, dan menjalankan manajemen atas pemasaran produk-produk itu. Kami berharap pula, bahwa perserikatan-perserikatan multilateral dan internasional yang luas akan menangani karya organisasi yang begitu dibutuhkan, untuk menemukan cara-cara membantu bangsa-bangsa yang miskin, sehingga bangsa-bangsa itu dapat membebaskan diri dari ikatan-ikatan yang sekarang masih membelenggu mereka, dan mereka sendiri menemukan jalan ke arah kemajuan budaya dan sosial, sementara tetap berpegang teguh pada bakat-kemampuan asli negeri mereka.

65. Itulah tujuan yang harus kita perjuangkan. Solidaritas sedunia yangmakinefektif harus memungkinkan semua bangsa menjadi pembangun hari depan mereka sendiri. Hingga sekarang hubungan-hubungan antar bangsa terlampau sering didominasi oleh kekuatan. Memang itulah ciri sejarah di masa silam. Semoga tibalah saatnya hubungan-hubungan internasional akan bercirikan sikap hormat dan persahabatan, kerja sama timbal-balik menandai usaha-usaha untuk berpadu tenaga, dan penggabungan usaha untuk meningkatkan mutu hidup semua bangsa akan dipandang sebagai kewajiban setiap bangsa. Bangsa-bangsa sedang berkembang, yang sekarang tampil kemuka, meminta supaya diperbolehkan berperan serta dalam membangun dunia yang lebih baik, dunia yang akan memberi perlindungan yang lebih aman kepada hak-hak maupun kewajiban-kewajiban setiap orang. Pasti itu tuntutan yang wajar, maka siapa pun wajib mendengarkan dan memenuhinya.

66. Masyarakat manusia sedang sakit parah. Sebab-musababnya bukan terutama pengurasan sumber-sumber daya alam, bukan pula monopoli pengawasan oleh segelintir orang yang serba menguntungkan posisinya. Sebab yang sesungguhnya yakni merenggangnya ikatan persaudaraan antara orang-orang perorangan dan bangsa-bangsa.

67. Kami tidak usahterlampau kuat menekankan kewajiban menyambut orang-orang asing dengan ramah-tamah. Itu kewajiban berdasarkan solidaritas manusiawi dan cintakasih Kristiani, dan menajdi tanggungan keluarga-keluarga serta lembaga-lembaga pendidikan pada bangsa-bangsa yang mereka datangi. Khususnya orang-orang muda harus disambut dengan hangat. Makin banyak keluarga dan asrama harus membuka pintu bagi mereka. Itu terutama perlu dijalankan, supaya mereka terlindung terhadap rasa-perasaan kesepian, kesedihan dan keputus-asaan, yang akan melumpuhkan kekuatan mereka. Itu dibutuhkan juga supaya mereka terlindungi terhadapa dampak-pengaruh lingkungan baru yang dapat merusak mereka, bila di situ kontras antara kemelaratan yang parah di tanah air mereka dan kemewahan yang berkelimpahan di lingkungan mereka sekarang seolah-olah ditonjolkan kepada mereka. Dan akhirnya semua itu harus dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga mereka dilindungi terhadap faham-faham subversif dan godaan-godaan kekerasan, yang akan makin tercamkan di akalbudi mereka, bila mereka berpikir-pikir tentang ’masalah mereka yangamat menyedihkan”[58]. Pendek kata, mereka harus disambut dengan semangat cintakasih persaudaraan, sehingga teladan konkret hidup sehat dapat menanam pada mereka pandangan yang luhur tentang cintakasih Kristiani yang otentik dan tentang nilai-nilai rohani.

68. Kami sedih seklai menyaksikan apa yang terjadi pada banyak orang muda itu. Mereka mengunjungi bangsa-bangsa yang lebih kaya untuk memperoleh ilmu pengetahuan, pendidikan profesional, dan pembinaan bermutu tinggi, yang akan memungkinkan mereka membaktikan diri kepada negeri mereka sendiri secara lebih efektif. Memang mereka mendapat pendidikan yang baik, tetapi sering sekali mereka kehilangan sikap hormat terhadap warisan budaya tanah air mereka sendiri, yang tak terduga nilainya.

69. Tenaga-tenaga kerja dalam perantauan hendaknya disambut denganhangat juga. Acap kali kondisi hidup mereka tidak layak manusiawi, dan mereka harus  hemat sekali dengan penghasilan mereka, untuk masih dapat mengirimkan bantuan kepada keluarga-keluarga mereka, yang ditinggalkan dalam keadaan melarat di tanah air mereka.

70. Sepatah kata baik pul akami tujukankepada mereka yagn untuk keperluan bisnis mengunjungi bangsa-bangsa yang belum lama mengalami industrialisasi: mereka yang berkecimpung di bidang industri dan niaga, para manajer dan wakil-wakil usaha bisnis yang besar. Seringkali di negeri mereka sendiri mereka menampakkan adanya kesadaran sosial. Tetapi mengapa gerangan mereka mengikuti motivasi-motivasi yang lebih rendah demi kepentingan sendiri , kalau menangani bisnis di negeri-negeri yang sedang berkembang? Sebenarnya posisi mereka yang lebih menguntungkan harus mendorong mereka untuk menjadi perintis kemajuan sosial dan peningkatan mutu hidup manusiawi di negeri-negeri itu. Pengalaman mereka perihal organisasi sebetulnya harus membantu mereka menemukan cara-cara untuk pandai-pandai mengerahkan tenaga kerja penduduk pribumi, guna melatih pekerja-pekerja yang trampil, mendidik insiyur-insiyur dan ahli-ahli manajemen lainnya, memupuk prakarsa bangsa itu, dan menyiapkannya untuk tugas-jabatan yang disertai tanggung jawab makin besar. Dengan demikian mereka akan menyiapkan bangsa itu untuk mengambil alih beban managemen di masa mendatang. Sementara itukeadilan perlu ditegakkan dalam hubungan kerja antara pihak pimpinan dan bawahan mereka. Kontrak-kontrak yang sah harus mengatur hubungan-hubungan kerja itu, dengan jelas-jelas menguraikan tugas-tugas yang terkait. Dan jangan ada seorang pun, entah mana statusnya, yang secara tidak adil menjadi korban kesewenang-wenangan orang lain.

KOMITMEN PERORANGAN.
71. Sudah selayaknya kami bergembira , bahwa kian banyaklah jumlah para pakar yang diutus dalam misi pembangunan oleh kelompok-kelompok swasta, perserikatan-perserikatan bilateral, dan organisasi-organisasi interanasional. Para spesialis itu janganlah ”bertindak sebagai penguasa, melainkan sebagai pembantu dan rekan-rekan sekerja”[59]. Rakyat pribumi segera menemukan, benarkah para pembantu baru itu bermotivasi kehendak baik atau tidak; benarkah mereka bermaksud mendukung martabat manusiawi, atau melulu mengujicobakan teknik-teknik mereka yang khas. Pesan seorang pakar pasti akan ditolak oleh rakyat itu, kalau tidak berinspirasikan cintakasih persaudaraan.

72. Keahlian teknis sungguh penting, tetapi harus disertai tanda-tanda konkret cintakasih yang sejati. Tanpa dicemarkanoleh kesombongan kebangsaan yang serba mendominasi atau gelagat diskriminasi rasial sedikit pun, pakar-pakar harus belajar bagaimana bekerja sama dengan siapa pun juga. Mereka perlu menyadari,bahwa keahlian mereka tidak memberi mereka keunggulan di segala bidang kehidupan. Kebudayaan yagn membentuk adat-kebiasaan hidup mereka memang mencakup unsur-unsur universal manusiawi tertentu; akan tetapi tidakdapat dianggap satu-satunya kebudayaan, pun tidak boleh dengan congkak meremehkan kebudayaan-kebudayaan lain. Kalau kebudayaan itu dibawa masuk ke negeri-negeri asing, harus mengalami penyesuaian. Jadi mereka yang menjalankan tugas semacam itu harus menyadari, bahwa mereka itu tamu di negeri asing. Mereka hendaklah berusaha dengan seksama mengindahkan tradisi-tradisi sejarahnya, kebudayaannya yang kaya, dan keunggulannya yang khas. Begitulah akan terjadi pendekatan antar budaya, yang menguntungkan kedua pihak.

73. Dialog yang tulus antara kebudayaan-kebudayaan, seperti juga antara individu-individu, merintis jalan bagi ikatan-ikatan persaudaraan. Rencana-rencana yang diajukan untukmeningkatkanmutu hidup manusia akan menyatukan semua bangsa dalam usaha terpadu yang harus dijalankan, bila tiap warganegara –entah pemimpin pemerintahan, pejabat negara, atau pekerja yang sederhana-didorong oleh cintakasih persaudaraan, dan sungguh ingin membangun peradaban manusiawi semesta, yagn meliputi seluruh dunia. Lalu akan kita saksikan awal dialog tentang manusia, bukan melulu tentang hasilbumi atau produk-produk teknologi. Dialog itu akan subur, kalau menunjukkan kepad apara pesertanya, bagaimana mencapai kemajuan di bidang ekonomi dan sekaligus pertumbuhan rohani. Akan subur pula, kalau para ahli teknik sekaligus memainkan peranan guru dan pembina; kalau pendidikan yang diselenggarakan ditandai kepedulian akan nilai-nilai rohani dan moril, sehingga menjamin perbaikan manusiawi seperti juga perkembangan ekonomi. Kalau begitu ikatan-ikatan solidaritas akan lestari, juga bila program-program bantuan sudah lewat dan tiada lagi. Tidakkah jelas bagi siapa pun juga, bahwa ikatan-ikatan yang lebih erat semacam itu akan merupakan sumbangan tiada hingganya bagi pelestarian perdamaian dunia?

74. Kami sadari sepenuhnya, bahwa banyak kaum muda telah menanggapi sepenuh hati ajakan pendahulu kami Paus Pius XII, yang mengundang umat awam untuk berperan serta dalam karya misioner[60]. Kami tahu pula, bahwa orang-orang muda lainnya telah menyumbangkan pengabdian mereka kepada organisasi-organisasi pemerintah mau pun swasta, yang berusaha menolong bangsa-bangsa yang sedang berkembang. Kami bergembira mendengar, bahwa pada berbagai bangsa tuntutan dinas militer dapat dipenuhi, setidak-tidaknya sebagiannya, dengan pengabdian sosial, atau melulu pengabdian. Usaha-usaha itu kami anjurkan, dan mereka yang beriktikad baik kami dorong supaya ikut serta. Semoga siapa saja yang menyatakan diri pengikut Kristus mengindahkan seruan ini: ”Aku lapar, dan kamu memberi Aku makanan; Aku haus dan kamu memberi Aku minuman; Aku pendatang, dan kamu menampung Aku; Aku telanjang, dan kamu memberi Aku pakaian; Aku sakit dan kamu mengunjungi Aku; Aku dipenjara dan kamu datang menengok Aku”[61]. Tidak seorang pun boleh mengabaikan persoalan sesamanya yang hidup dalam kemiskinan, terjerat dalam kebodohan dan tersiksa oleh rasa tidak aman. Orang Kristiani,yang hatinya tergerak oleh situasi yangmenyedihkan itu, harus menggemakan sabda Kristus: ”Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan melihat orang banyak ini”[62].

75. Hendaklah setiap orang memohon kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, supaya
umat manusia, yang pasti menyadari keadaan-keadaan yang buruk itu, mengerahkan segala usaha akalbudi maupun jiwanya, untuk memberantasnya. Doa permohonan itu harus diteguhkan dengan komitmen tiap oran gperorangan sepenuh hati. Tiap orang harus berbuat sebanyak mungkin dan sedapat mungkin, untuk menandingi lambannya kemajuan pada berbagai bangsa. Lagi pula diharapkan, agar orang-orang perorangan, organisasi-organisasi sosial dan bangsa-bangsa akan berpadu tenaga secara persaudaraan-yang kuat membantu yang lemha, -dan semua menyumbangkan pengetahuan mereka, semangat mereka, cintakasih mereka, kepada tugas itu, tanpa menghiraukan rasa mapan mereka. Pribadi yagn didorong oleh cintakasih sejati, lebih dari siapa pun lainnya itulah yang mengerahkan kecerdasan akalnya untuk menanggulangi soal-soal kemiskinan, sambil mencoba menyingkapkan sebab-musababnya, dan mencari cara-cara yang efektif untuk memerangi dan mengatasinya. Sebagai pendukung perdamaian ”ia terus maju, sambil memegang tinggi obor kegembiraan, dan memancarkan cahaya serta rahmat atas hati sesamanya di seluruh dunia. Ia membantu mereka menyeberangi lintasan batas-batas geografis, untuk menerima setiap orang sebagai sahabat dan saudaranya”[63].

DUKUNGAN BAGI ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL.
76. Perbedaan ekstrim antara bangsa-bangsa pada taraf ekonomi, sosial danpendidikan membangkitkan iri hati dan perpecahan, yagn sering membahayakan perdamaian. Sepulang kami dari perserikatan Bangsa-bangsa kami sampaikankepada para Bapa Konsili:”Kita harus memperhatikan situasi bagnsa-bangsa yang masih berjuang untuk maju. Lebih jelas lagi, yagnkami maksudkan  ialah bahwa cintakasih kita terhadap  kaum miskin, yang jumlahnya di dunia tidak terbilang lagi, harus ditandai denganmeningkatnya keprihatinan,efektivitas dan kebesaran jiwa”[64]. Bila kita memerangi kemiskinan dan menentang kondisi-kondisi tidak adil zaman sekarnag, kita tidak sekedar memajukan kesejahteraan manusiawi. Kita juga mendukung perkembangan rohani dan moril manusia, dankarena itu kita mendatangkan manfaat bagi seluruh bangsa manusia. Sebab damai tidak melulu berarti tidak adanya perang, berdasarkan keseimbangan kekuatan yangmudah sekali goncang. Damai diwujudkan melalui usaha-usaha yagn dari hari ke hari ditujukkan kepada pembangunan alam semesta yang serba teratur seperti dikehendaki oleh Allah, disertai perwujudan keadilan yang lebih sempurna antar manusia[65].
77. Bangsa-bangsa ialah perancang-bangun perkembangan mereka sendiri, dan harus menanggung beban kerja itu. Akan tetapi tidak mungkin mereka melaksanakannya, kalau hidup tersendirikan dari bangsa-bangsa lain. Perjanjian-perjanjian bantuan timbal-balik di tingkat regional antara bangsa-bangsa yang lebih miskin, program-program yang lingkupnya lebih luas untuk mendukung bangsa-bangsa itu, perserikatan-perserikatan lebih besar antara bangsa-bangsa untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan itu-semuanya itu rambu-rambu jalan yang menunjukkan arah kepada perkembangan nasional dan perdamaian sedunia.

78.Kerja sama internasional antara bangsa-bangsa di dunia seperti itu sudah tentu membutuhkan lembaga-lembaga yang memajukan, mengkoordinasi dan mengarahkannya, sampai suatu tata-hukum yang baru terbentuk dengan mantap dan mendapat pengesahan sepenuhnya. Dengan sukarela dan sepenuh hati kami mendukung organisasi-organisasi resmi, yang sudah ebrgaung untuk meningkatkan perkembangan bangsa-bangsa, dan sungguh-sungguh berharap, supaya organisasi-organisasi itu makin bertambah kewibawaannya. Telah kami utarakan pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York: ”Termasuk panggilan anda: menghimpun bukan hanya beberapa bangsa saja, melainkan semua bangsa dalam ikatan persaudaraan...Siapa yang tidak menyadari perlu dan relevannya proses berangsur-angsur pembentukan kewibawaan sedunia, yang mampu menempuh langkah efektif pada tingkat yuridis dan politik?”[66].

79. Barangkali ada yang menganggap harapan-harapan itu khayalan belaka.barangkali mereka itu kurang realistis, dan belum melihat bahwa dunia dengan pesat bergerak menganut haluan tertentu. Ada yang makin ingin menjalin ikatan-ikatan persaudaraan yagn lebih erat. Kendati mereka tidak tahu-menahu, berbuat kesalahan-kesalahan, menjalankan pelanggaran-pelanggaran,dan bahkan jatuh ke dalam barbarisme serta menyimpang dari jalan menuju keselamatan, lambat-laun mereka berjalan menghadap Sang Pencipta, bahkan tanpa menyadarinya. Perjuangan menuju cara hidup yang lebih manusiawi itu sudah barang tentu memerlukankerja keras dan meminta pengorbanan-pengorbanan yang berat. Akan tetapi untung malang pun, bila ditanggung demi sesama dan karena cintakasih terhadap mereka , dapat menjadi sumbangan besar bagi kemajuan manusiawi. Umat Kristiani menydari sepenuhnya, bahwa bila mereka menyatukan diri dengan Kurban silih Sang Juru Selamat ilahi, mereka banyak menunjang pembangunan Tubuh Kristus[67], dan banyak membantu unutk menghimpun Umat Allah ke dalam kepenuhan Kristus.

80. Kita harus menempuh perjalanan itu bersama-sama, sebudi sehati. Maka kami merasa perlu mengingatkan siapa pun akan gawatnya persoalan itu dalam segala dimensinya, dan menekankan perlunya tindakan. Saat untuk bertindak sudah mencapai titik kritis. Masih dapatkan sekian banyak anak-anak tak berdosa diselamatkan?Masih mungkinkah sekian banyak keluarga yang begitu miskin memperoleh kondisi-kondisi hidup yang lebih manusiawi? Dapatkah perdamaian sedunia dan peradaban manusiawi dilestarikan utuh-utuh? Setiap orang dan setiap bangsa harus menghadapi masalah itu, sebab itu masalah mereka sendiri.

SERUAN KEPADA SEMUA ORANG.
80. Pertama-tama seruan ini kami tujukan kepada putera-puteri kami. Pada bangsa-bangsa yang sedang berkembang dan di negeri-negeri lain umat awam harus memandang sebagai tugas mereka: memperbaiki tata-dunia. Sedangkan hirarki berperan mengajar dan menjalankan kewenangannya menafsirkan hukum-hukum moril serta peraturan-peraturan yang berlaku di bidang itu, umat awam wajib menggunakan prakarsa mereka dan mengambil tindakan di bidang itu pula-tanpa secara pasif menunggu-nunggu pedoman-pedoman danperintah-perintah pihak lain. Mereka harus mencoba meresapkan semangat Kristiani ke dalam pandangan danperilaku uamt sehari-hari, ke dalam hukum-hukum dan struktur-struktur masyarakat sipil[68]. Perlu diadakan perubahan-perubahan. Kondisi-kondisi zaman sekarang perlu diperbaiki. Dan perubahan-perubahan harus dirasuki oleh semangat Injil. Secara khusus kami mendesak umat Katolik yang hidup di tengah bangsa-bangsa yang sudah maju, untuk menyumbangkan ketrampilan-ketrampilan serta bantuan mereka yang bersungguh-sungguh kepada organisasi-organisasi resmi dan swasta, baik sipil maupun religius, yang berikhtiar memecahkansoal-soal bangsa-bangsa yang sedang berkembang. Pastilah merek aingin berada di garis depan di antara mereka, yang menjalankan segala usaha untuk memiliki hukum-hukum yang adil dan wajar, berdasarkan hukum-hukum moral, yang tertanam pada segala bangsa.

82. Sudah pasti saudara-saudari yang beragama Kristen ingin memantapkan dan memperluas usaha-usaha mereka dalam rangka kerja sama untuk mengurangi cinta-diri manusia yang tak teratur serta kebanggaannya yang penuh kesombongan, untuk menyisihkanpercekcokan dan persaingan, dan untuk mengendalikandemagogi serta ketidak-adilan, sehingga terbukanlah cara hidup yang lebih manusiawi bagi semua, dan masing-masing menolong sesamanya karena cintakasih persaudaraan. Selain itu dengan rasa haru yang mendalam kami masih teringat akan dialog kami dengan pelbagai anggota dan jemaat-jemaat bukan Kristiani di kota Bombay. Maka sekali lagi kami memoon saudara-saudari kami itu, supaya berusaha semampu mereka meningkatkan kondisi-kondisi hidup yang sungguh layak bagi putera-puteri Allah.

83. Akhirnya kami menyapa semua orang yang berkehendak baik dan mengingatkan mereka, bahwa kemajuan masyarakat dan perkembangan ekonomi merupakan satu-satunya jalan menuju perdamaian. Para utusan organisasi-organisasi internasional, pejabat-pejabat pemerintahan, para wartawan-wartawati, para guru maupun pendidik-anda semua hendaknya menyadari ,bawha anda diharapkan memainkan peranan anda dalam membangun tata-dunia baru. Kami memohon Allah agar menerangi dan meneguhkan anda sekalian, sehingga anda dapat meyakinkan semua orang, untuk mengarahkan minat-perhatian mereka kepada masalah-masalah yang gawat itu, dan mendorong bangsa-bangsa untuk mengusahakan pemecahannya. Anda para pendidik hendaklah bertekad menyemangati kaum muda untukmencintai bangsa-bangsa yangmiskin. Para wartawan-wartawati, tugas andalah mengingatkankami akan prakarsa-rakarsa, yagn sedang diadakan untuk meningkatkan usaha saling membantu, dan akan pandangan penderitaan serta kemiskinan yang sangat memilukan, yang banyak orang cenderung untuk menganggap sepi, untuk meninabobokkan suarahati mereka. Demikianlah setidak-tidaknya mereka yang kaya-raya akan tahu, bahwa kaum miskin berdiri di luar pintu, menunggu sisa-sisa perjamuan mereka.

84. Para pejabat pemerintah, tugas andalah mempererat ikatan-ikatan solidaritas masyarakat anda dengan semua orang, dan meyakinkan para warga anda, bahwa mereka harus menerima kewajiban membayar pajak-pajak yang diperlukan atas barang-barang mewah serta pembelanjaan-pembelanjaan yang boros, untukmendukung perkembangan bangsa-bangsa dan kelestarian perdamaian. Para utusan organisasi-organisasi internasional, pada umumya termasuk tugas anda mengusahakan, supaya perlombaan senjata yagn tak masuk akal dan permainan kekuasaaan yang berbahaya berganti menjadi kerja sama timbal-balik antara bangsa-bangsa, kerja sama dalam suasana persahabatan, terarah kepada perdamaian, dan sama sekali tanpa pamrih; persaudaraan yang merupakan sumbangan besar bagi perkembangan semesta umat manusia dan memungkinkan tiap orang mencapai pemenuhannya.

85. Perlu diakui,bahwa sering sekali orang terjerumus ke dalam keadaan yang menyedihkan, karena tidak cukup memikirkan dan mempertimbangkan hal-hal itu. Maka kami menyerukankepada mereka yang berpikir mendalam dan arif-bijaksana-umat Katolik dan umat Kristen kaum yang beriman akan Allah danpara pejuang kebenaran serta keadilan, semua orang yang berkehendak baik-supaya mengenakan pada diri mereka perintah Kristus: ”Carilah, dan kamu akan menemukan”[69]. Dengungkanlah seruan untuk kerja sama timbal-balik,untuk pengertian yang lebih mendalam dan cintakasih yang lebih meluas, untuk cara hidup yang ditandai persaudaraan yang sejati, untuk masyarakat manusiawi berdasarkan keselarasan.

86. Akhirnya sepatah kata kepada anda, yangtelah mendengar jeritan bangsa-bangsa yang miskin dan memberi mereka bantuan. Kami memandang anda sebagai pendukung-pendukung serta rasul-rasul kemajuan yang sesungguhnya dan perkembangan yang sejati. Kemajuan yang sejati tidak terletak pada kekayaan yang dicari demi kenikmatan hidup pribadi atau demi kekayaan itu sendiri. Melainkan kemajuan itu terwujudkan dalam tata-ekonomi yang dimaksudkan demi kesejahteraan pribadi manusia, yakni bilarejeki sehari-hari yang diterima tiap orang memantulkan kehangatan cintakasih persaudaraan, dan uluran tangan Allah.

87. Kami berkati anda sepenuh hati, dan kepada semua orang yang beriktikad baik kami serukan, supaya bergabung tenaga dengan anda menjadi satu persekutuan persaudaraan. Menyadari seperti kita semua, bahwa zaman sekarang ini perkembangan berarti perdamaian, siapakah yang tidak mau bekerja untuknya dengan segala daya-kemampuannya? Pasti tidak seorang pun! Maka kami mohon anda sekalian, supaya sepenuh hati menanggapi seruan kami yang begitu mendesak, demi nama Tuhan.

Disampaikan di Roma, di basilika Santo Petrus, pada hari raya Kebangkitan, tanggal 26 Maret tahun 1967, tahun keempat masa kepausan kami.

PAUS PAULUS VI




[1] Bdk. Acta Leonis XIII (1891) hlm. 97-148.
[2] Bdk. AAS 23 (1931) hlm. 177-228.
[3] Bdk. Misalnya: Amanat radio tgl. 1 Juni 1941, pada ulang tahun kelima puluh Ensiklik Paus Leo XIII “Rerum Novarum”: AAS 33 (1941) hlm.195-205; Amanat radio pada Hari Natal 1942: AAS 35 (1943) hlm.9-24; Amanat kepada Serikat Buruh Katolik Italia, yang mengadakan pertemuan untuk mengenangkan Ensiklik “Rerum Novarum”, tgl. 14 Mei 1953: Aas 45 (1953)hlm. 402-408.
[4] Bdk. AAS 53 (1961) hlm. 401-464.
[5] Bdk. AAS 55 (1963) hlm. 257-304.
[6] Bdk. Ensiklik “Mater et Magistra “, 157: AAS 53 (1961) hlm. 440.
[7] Bdk. Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunai Modern, art 63.1: AAS 58 (1966) hlm. 1084.
[8] Surat apostolik “Motu Proprio”: “Catholicam Christi Ecclesiam”: AAS 59 (1967) hlm. 27.
[9] Bdk. Paus Leo XIII, Ensiklik “Rerum Novarum”: Acta Leonis XIII, XI (1891) hlm. 98.
[10] Bdk. Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.63: AAS 58 (1966) hlm. 1085.
[11] Bdk. Luk 7:22.
[12] Bdk. Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.3:AAS 58 (1966)hlm.1026.
[13] Bdk. Leo XIII, Ensiklik “Immortale Dei”: Acta Leonis XIII V (1885) hlm. 127.
[14] Bdk. Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern. Art 4: AAS 58 (1966) hlm.1027.
[15] Bdk. L.J. Lebret, “Dynamique concrete du developpement”, Paris : Economie et Humanisme, Les editions ouvrieres (1961) hlm.28.
[16] 2Tes 3:10
[17] Bdk. Misalnya J. Maritain, “Les coditions spirituelles du progres et de la paix”, dalam bunga rampai berjudul “Rencontre des cultures a l’UNESCO sous le signe du Concile Oecumenique Vatican II”, Paris: Mame 1966,hlm.66.
[18] Bdk. Mat 5:3.
[19] Kej 1:28.
[20] Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.69: AAS 58 (1966) hlm.1090.
[21] 1 Yoh 3:17.
[22] De Nabute”, bab 12, n.53: PL 14, 747; bdk.J.R. Palanque, “Saint Ambroise et l’empire romain”, Paris : de Boccard 1933, hlm.336 dsl.
[23] Surat kepada Pekan Sosial ke -52 di Brest, dalam: “L’homme et la revolution urbaine”, Lyon: Chronique Sociale 1965, hlm 8-9.
[24] Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.71: AAS 58 (1966) hlm.1093.
[25] Ibid., art.65: AAS 58 (1966) hlm.1086.
[26] Ensiklik “Quadragesimo Anno”: AAS 23 (1931) hlm.212.
[27] Bdk. Misalnya: Colin Clark, “The Conditions of Econmic Progress”, ed 3, New York: St. Martin’s Press 1960, hlm.3-6.
[28] Surat kepada Pekan Sosial ke -51 di Lyon, dalam “Le travail et les travailleurs dons In societe contemporaine”, Lyon: Chronique sociale 1965, hlm.6.
[29] Bdk. Misalnya:M.D. Chenu O.P., “Pour une theolocie du travail”, Paris: Editions du Seuil 1955 (terjemahan Inggeris: “The Theology of Work”, Dublin: Gill 1963).
[30] Ensiklik “Mater et Magistra”, n. 91: AAS 53 (1961) hlm. 423.
[31] Bdk. Misalnya: O von Nell-Breuning, S.J., “Wirtschaft und Gesellschaft,”jilid I: Soal-soal mendasar, Freiburg: Herder 1956, hlm. 183-184.
[32] Ef 4:13.
[33] Bdk. Misalnya: Emmanuel Larrain Errazuriz, Uskup di Talca, Chili, Ketua CELAM, “Lettre pastorale sur le developpement et la paix”, Paris: Pax Chriti 1965.
[34] Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.26: AAS 58 (1966) hlm.1046.
[35] Paus Yohanes XIII, Ensiklik “Mater et Magistra”, n.53: AAS 53 (1961) hlm. 414.
[36] L’Osservatore Romano, tgl.11 September 1965; La Documentation Catholique 62 (1965) hlm. 1674-1675.
[37] Bdk. Mat 19:6.
[38] Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.52: AAS 58 (1966) hlm.1073.
[39] Ibid. art 50-51, beserta catatan 14: AAS 58 (1966) hlm.1070-1071, juga art.87 hlm.1110.
[40] Bdk. Ibid., art.15: AAS 58 (1966) hlm. 1036.
[41] Mat 16:26.
[42] Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.57: AAS 58 (1966) hlm.1078.
[43] Ibid, art.19: AAS 58 (1966) hlm.1039.
[44] Bdk. Misalnya: J. Maritain, “L’humanisme integral”, Paris Aubier 1939;terjemahan Inggeris: “True Humanism”, New York: Charles Scribner’s Sons 1938.
[45] Bdk. H. de Lubac, S.J., “Le drame de l’humanisme athee”, ed.3, Paris: Spes 1945, hlm.10; terjemahan  Inggeris: “The Drama of Atheistic Humanism”, London: Sheed and Ward 1949, hlm.7.
[46] “Pensees”, ed. Brunschvicg.n.434; bdk. Maurice Zundel, “L’homme passe l’homme”, Le Caire: Editions du lieu 1944.
[47] Bdk. Amanat kepada wakil-wakil agama-agama bukan –Kristiani, tgl 3 Desember 1964: AAS 57 (1965) hlm.132.
[48] Yak 2:15-16.
[49] Bdk. Ensiklik “Mater et Magistra”, n.158-160: AAS 53 (1961)hlm.440 dsl.
[50] Bdk. Amanat Hari Natal, Desember 1963: AAS 56 (1964) hlm.57-58.
[51] Bdk. “Encicliche e discorsi di Paolo VI”, jilid IX, Roma: ed. Paoline 1966, hlm.132-136.
[52] Bdk. Luk 12:20.
[53] Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.86: AAS 58 (1966) hlm.1109.
[54] Luk 12:20.
[55] Amanat istimewa kepada dunia , disampaikan kepada para wartawan pada kunjungan Paus ke India, tgl 4 Desember 1964: AAS 57 (1965) hlm. 135.
[56] Bdk. AAS 56 (1964) hlm. 639 dsl.
[57] Bdk. “Acta Leonis XIII”, XI (1891) hlm. 131.
[58] Bdk. Paus Leo XIII, Ensiklik “Rerum Novarum”, “Acta Leonis XIII”, XI (1891) hlm. 98.
[59] Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art 85: AAS 58 (1966) hlm 1108.
[60] Bdk. Ensiklik “Fidei Donum”: AAS 49 (1957) hlm. 246.
[61] Mat 25:35-36.
[62] Mrk 8:2.
[63] Amanat Paus Yohanes XXIII ketika menerima Hadiah Perdamaian Balzan, tgl. 10 Mei 1963: AAS 55 (1963) hlm. 455.
[64] AAS 57 (1965) hlm.896.
[65] Bdk. Paus Yohanes XXIII, Ensiklik “Pacem in terris “, n.162: AAS 55 (1983) hlm. 301.
[66] AAS 57 (1965) hlm. 880.
[67] Ef 4:12. Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi dogmatis “Lumen Gentium” tentang Gereja, art.13: AAS 57 (1965) hlm. 17.
[68] Bdk. Konsili Vatikan II, Dekrit “Apostolicam Actuositatem” Tentang Kerasulan Awam art.7, 13, 24: AAS 58 (1966)hlm. 843, 849, 856.
[69] Luk 11:9